"Teman-teman boleh tepuk tangan sampai tangannya kebakaran!!" seru Boy dari atas panggung menyengir tak malu. Padahal acara baru dimulai, tapi Boy Setriya langsung mengeluarkan jokes murahan ala dia.
Eca yang awalnya duduk di sisi Yongki pamit untuk mendatangi teman-temannya terlebih dahulu dan akan kembali nanti.
"Buat teman-teman yang merasa sakit atau gak enak badan bisa langsung ke tenda kesehatan yang ada di sebelah kanan saya, santai aja perawatnya cakep-cakep," kata Boy masih menerangkan spot-spot penting dalam aula yang sudah disiapkan.
"Terus kalau merasa lapar juga bisa ambil makan di depan tribun itu. Heh jangan sekarang juga ngambilnya!" tegur Boy bertolak pinggang. "Oknum bernama Ucup dari IPS 2, mundur! Sekarang belum waktunya makan!" Boy menunjuk pemuda bernama Ucup dari kelas 11 IPS 2 yang sudah mengambil piring. Jahat, sih, Boy. Emang Ucup juga salah, tapi 'kan gak perlu ditegur pakai mic. Tapi emang dasarnya Ucup anaknya pede, jadi dia cuman cengar-cengir ketawa asyik dan mundur alon-alon.
Di tengah-tengah kesibukan Yongki; mengamati jalannya acara yang dari awalnya aja udah receh. Diana datang dan langsung duduk di sisi Yongki. Tubuh Yongki langsung merespons dengan desiran aneh. Sebisa mungkin Yongki menyamankan diri agar tak terlihat perasaannya. Yongki tersenyum tipis seperti biasanya, "Baru nyampe?" tanyanya menyapa.
"Iya, aku nyari temen-temenku gak ketemu, malah liatnya kakak," jawab Diana setengah celingak-celinguk mencari keberadaan teman-temannya yang biasanya bergerombol itu.
Yongki mengangkat alis sebagai respons. Kalau gak salah Yongki melihat gerombolan teman-teman Diana tepat di depan panggung bersorak heboh sebagai penonton alay yang Boy sewa untuk meramaikan acara.
Lantas Yongki menoleh memastikan ingatannya itu. Dan benar saja, teman-teman Diana masih bersorak heboh merespons Boy di atas panggung, dipimpin oleh Dwia yang juga anggota radio seperti Boy. Jadi mungkin aja 10 IPA 1 benar-benar disogok oleh Boy buat jadi penonton soraknya.
"Tuh mereka," ucap Yongki. Diana pun turut melihat arah yang Yongki lihat, tapi ia kembali melirik ragu Yongki di sebelahnya. "Kakak gak apa-apa aku tinggal sendiri?" tanya Diana memastikan terlebih dulu.
Yongki malah terkekeh pelan. "Gak apa-apa," balasnya lembut.
Dengan wajah ragu Diana pun berdiri. "Nanti aku ke sini lagi," kata Diana sebelum pamit ke tempat teman-temannya.
Padahal Yongki memang sengaja duduk di pinggir lapangan untuk mengasingkan diri, karena sebenarnya Yongki tipe orang yang malas mengikuti acara seperti ini. Kalau bukan karena Yongki masuk susunan panitia dan ia memiliki jabatan penting di Komdis, gak akan Yongki datang hari ini, mending tidur. Udah mana besok masih hari sekolah.
"Nanti lo dijemput?"
Suara gak asing yang berasal dari sebelah kiri Yongki menarik perhatiannya. Yongki pun melirik sumber suara, kemudian menemukan Colli bersama Cila. Dinilai dari tampang aja udah jelas kalau Colli punya niat terselubung terhadap Cila. Memang sempat ada kabar kalau baru-baru ini dua orang itu tengah dekat. Yongki pikir kabar itu hanya dilebih-lebihkan saja. Walaupun Yongki gak mengenal Cila secara akrab tapi Yongki tau kalau Cila gak mau-mau aja didekati sembarang orang, apalagi orang seperti Colli.
Tapi emang belakangan ini—khususnya seminggu ini Colli banyak berubah. Sebagai sesama pewaris, Yongki bisa mengatakan bahwa Colli mulai menunjukkan aura pewaris. Yongki pribadi gak peduli Colli bakal jadi pewaris atau gak, tapi Yayasan Angkasa Pendidikan dengan perusahaan keluarga Yongki itu berhubungan sejak dua generasi.
Lupakan tentang itu, kembali lagi pada perbincangan Colli dan Cila yang sedang Yongki dengarkan secara diam-diam alias menguping.
"Pake ojek," jawab Cila dengan nada ketus seperti biasanya.
Colli tersenyum menggoda. "Hari ini gue bawa Reddo loh... Reddo itu ganteng loh..." Colli merayu Cila. 'Kan udah Yongki bilang, si Colli punya niat terselubung.
"Gak."
"Ayo dong...... Pulang ama gue aja......."
"Gak."