Cila menghela napas sesaat sebelum menekan bel rumah berdominan warna putih itu. Rumah yang sederhana untuk ukuran seorang kepala sekolah sekaligus anggota keluarga pemilik yayasan besar.
Setelah menekan bel, Cila mundur selangkah sambil memainkan tali ranselnya. Tak lama dari pintu utama yang terbuka, muncul seorang wanita yang terlihat muda dan energik. Mata wanita itu sempat terkejut karena wajah Cila terlihat tak asing, sampai wanita itu melihat seragam yang Cila pakai, lalu ia segera membukakan pagar.
"Saya Syira, temennya Liel, Tante. Tante apa kabar?" sapa Cila sambil mencium punggung tangan wanita yang diketahui sebagai istri kepala sekolah. Tante Cecil merangkul Cila dan menggiringnya masuk ke dalam rumah. "Kabar baik. Ada perlu apa ke sini?" balas Tante Cecil yang langsung merasa akrab karena wajah Cila mirip dengan mendiang kakak iparnya.
"Saya mau ketemu Liel, Tante."
Tante Cecil mendudukkan Cila di sofa ruang tamu, tangannya bergerak cepat membuka tiga toples camilan di atas meja kecil. "Liel ada di kamaaaar," ucap Tante Cecil seraya mengibaskan tangan. "Kamu ngobrol sama Tante dulu aja!" Kemudian Tante Cecil bergegas ke dapur untuk mengambil minuman. Dalam waktu singkat Tante Cecil sudah kembali dengan membawa nampan berisi gelas, teko air putih, sekotak jus buah, sekotak susu putih, dan seember es batu.
Lantas Cila berdiri, segera memberi bantuan. "Gak usah repot-repot, Tante," kata Cila merasa tak enak hati.
"Mau minum apa?" todong Tante Cecil. Cila langsung menyebutkan minuman yang diinginkannya demi menghindari drama gak-perlu-repot-repot yang tak diinginkan.
Panjang-lebar Tante Cecil berbicara yang hanya Cila tanggapi sekedar saja. Padahal niat Cila datang ke sini untuk berbicara pada ketuanya, bukannya malah mendengar curahan hati seorang ibu anak dua.
"Tanteeeeee!!" Panggilan dengan nada manja terdengar cukup keras meskipun pemilik suara belum terlihat. "Aku gak bisa tidur. Tolong usapin punggung akuuu!" pinta seorang pemuda memakai kruk untuk membantunya berjalan.
Pemuda itu memkai piyama bergambar wajah Mickey Mouse dan celana pendek di atas lutut warna-warni bercorak wajah Mickey Mouse pula. Siapa yang mendunga nada manja seperti itu berasal dari pemuda yang terkenal tidak tahu diri dan tengil itu.
"Aduuh, kamu kenapa jalan-jalan!!" tegur Tante Cecil, ia langsung menghampiri keponakannya itu dan membantu Colli kembali ke kamarnya.
Kakinya belum terlihat membaik dari terakhir kali Cila melihatnya. Orangnya pun tak terlihat begitu berbeda, walaupun bagian mengadu manja meminta usapan punggung untuk tidur, cukup membuat Cila terkejut. Tapi semua terlihat membaik; kesehatan Colli dan hubungan Colli dengan keluarganya.
Tante Cecil kembali setelah mengantar Colli. "Kamu ada perlu sama Liel 'kan? Ngobrol di kamarnya aja ya, dia gak boleh jalan-jalan dulu."
Cila mengangguk dan segera menuju kamar Colli yang berada di ujung rumah. Cila melihat pintu putih itu terbuka, ia memasuki kamar berwarna sea pine. Begitu menoleh ke arah tempat tidur di sebelah kanan, Cila langsung melihat Colli duduk di atas kasur, kakinya selonjoran di balik selimut pink, dan tubuhnya bersandar pada dinding sambil bersedekap dengan bibir yang manyun.
"Ngapain lo ke sini?" Suara Colli sengaja dibuat ketus agar terlihat ia marah sehingga Cila sadar apa yang membuat Colli marah. Tapi tentu tidak mempan. Terbukti; Cila langsung mengeluarkan proposal dari dalam tasnya, ia menjelaskan secara singkat tentang ajakan sekolah sebelah, lalu meletakkan proposal itu di atas kasur bersama sebuah pulpen hitam.
Colli mencebik. Ia langsung membuka proposal itu dan mencari tempat tanda tangannya tanpa membaca isinya. Setelah menandatangani itu, Colli mengembalikannya pada Cila tanpa melihat ke arah Cila sedikit pun.