Ketika Cila di rumah Colli. Di saat yang bersamaan Boy dan Dwia sedang berdua di dalam ruang ekskul. Waktu siang menuju sore di hari Jumat adalah waktu wajib ekstrakurikuler.
Klub Radio sangat beruntung karena meskipun anggotanya hanya dua orang, mereka mendapat ruangan pribadi, alias tak perlu berbagi dengan klub lain. Makanya sekarang hanya ada Boy dan Dwia di tengah-tengah suara bising dari ruang sebelah kanan dan kiri. Di ruang sebelah kanan ada ruangan Klub Debat dan Klub Drama, dan di sebelah kiri ada ruangan Klub Paduan Suara dan Klub Musik. Meskipun Klub Musik memakai studio.
Dwia sibuk dengan gawai, gadis itu tengah mencari bahan pembicaraan untuk mengisi siaran nanti. Sedang Boy sibuk dengan pikirannya akan tuntutan dari teman-temannya.
Boy memutar posisi kepalanya di atas meja, yang tadinya menghadap kiri jadi menghadap kanan. Ia mengembuskan napas. "Dwia," panggil Boy yang hanya disahut dengan deham tak niat dari si adik kelas.
"Lo sadar gak? Banyak orang yang bilang kalau kita berdua cocok," kata Boy sambil perlahan mengangkat kepalanya dari meja. Ia melirik Dwia, menanti respons dari gadis itu.
Dwia bergidik. "Gue? Sama lo; Kak Boy?" Gadis kuncir kuda itu tertawa sinis. "Gue sukanya laki tulen!" ujar Dwia.
Boy mencibir. "Gue juga sukanya cewek yang feminim!" balasnya tak mau kalah. Boy memangku dagunya, ia mengembuskan napas sebal. "Di mana kecocokannya?" gumamnya sendiri.
Dwia meletakkan ponselnya di atas meja. "Siapa sih yang bilang kita cocok? Matanya buta apa gimana?"
"Yongki! Dewi! Orang-orang juga!" kata Boy sambil mengingat-ingat momen ketika orang-orang itu sengaja mendatanginya hanya untuk menanyakan alasan Boy dan Dwia belum pacaran.
"Aneh banget," sahut Dwia. "Kita kapan pernah cocok? Cekcok tuh sering!"
"Lo yang ngajak cekcok mulu!" seru Boy yang membuat Dwia tersinggung.
"Lo yang baperan gue yang disalahin!" balas Dwia ngengas. "Kan! Ini aja kita udah berantem lagi. Gak tau apa sebabnya!"
"Di mana cocoknya?!" teriak keduanya.
Boy memainkan ponselnya yang tergeletak. Ia menekan-nekan layar ponselnya tanpa membuka kunci. Bibir Boy manyun. Sedang Dwia sibuk berkaca dengan ponselnya yang disandarkan pada botol minum sebagai pengganti cermin, karena ia hendak merapikan kuncirannya.