Suara pintu diketuk terdengar di dalam ruangan. Boy dan Dwia sama-sama melihat ke arah pintu, namun tak ada yang mau bergerak membukanya. Akhirnya Boy teriak, "Masuk aja!!"
Kemudian pintu dibuka, dan terlihat Bintang memakai seragam hari Jumat; pakaian polo putih yang dibalut jaket parasut warna merah maroon khas Smangka yang senada dengan celana training bergaris putih sebagai bawahannya.
"Klub Radio yang baik hati..." sapa Bintang yang jelas ada maunya. Boy dan Dwia yang sudah tahu karena sudah terbiasa, pun hanya bisa mengembuskan napas, memaklumi keadaan. "Tolong bantu Klub Drama pindahin properti ke aula, please..." pinta Bintang.
"Kenapa gak minta Klub Debat sih? Lo satu ruangan, loh!" omel Boy. Tapi tetap saja pemuda itu berdiri. Disusul dengan Dwia. Keduanya beranjak meninggalkan Ruang Radio, bersama Bintang yang menyengir lebar karena senang mendapat bantuan dari Klub Radio.
Alasan Boy dan Dwia mau menerima permintaan Bintang karena; satu, mereka gabut; dua, mereka muak melihat wajah satu sama lain. Lagi pula gak ada salahnya membantu sesama, karena bisa saja nanti Boy menemukan bahan untuk teh.
Di ruangan Klub Drama telah terlihat anggotanya sibuk mengangkat barang-barang dan kardus, sementara Klub Debat yang duduk di kursi tengah mencari referensi. Dari awal memang suatu kejanggalan untuk menyatukan Klub Drama yang berisik dengan Klub Debat yang butuh konsentrasi saat mencari referensi dan materi. Bahkan saat berdebat, Klub Debat tetap butuh konsentrasi. Sedangkan Klub Drama selalu ribut dan sibuk.
Bintang langsung mengarahkan Boy dan Dwia serta meminta keduanya meminimalisir suara agar tidak mengganggu konsentrasi anggota Klub Debat. Sepertinya Klub Debat juga sudah memaklumi keributan yang ditumbulkan Klub Drama. Biasanya hanya ribut ketika menyusun atau memilih naskah dan memindahkan properti. Selebihnya Klub Drama melakukan latihan di luar ruangan agar lebih leluasa.
Dwia mengangkat kardus yang berisi hiasan dinding, sedangkan Boy dan Bintang mengangkat pigura imitasi yang sangat besar. Bahkan sebelum mengangkatnya Boy sudah mengeluh lebih dulu
Bintang berhasil keluar ruangan. Tinggal Boy menyesuaikan pigura kemudian menyusul keluar, tetapi Dwia buru-buru menyelak Boy di bibir pintu. Boy mengumpat, hampir saja pigura itu rusak karena terbentur. Jika itu terjadi mau tidak mau Klub Radio harus mengganti rugi, sedangkan anggota Klub Radio hanya Boy dan Dwia.
"Kamu ngerti ngantri gak?!"
Bintang melotot. Bahkan anggota Klub Drama yang menyaksikan Boy dan Bintang mengangkat pigur, ikutan melotot terkejut. Semua orang kecuali dua insan itu sibuk bertanya-tanya dalam hati masing-masing apa yang terjadi pada mereka.
"Lah! Salah sendiri lama!"
Boy mencibir sinis, kemudian ia kembali fokus mengangkat pigura. Namun ia sadar bahwa Bintang tak bergerak sama sekali. Lantas Boy menengadah untuk melihat Bintang. Matanya bertemu dengan mata Bintang yang masih terkejut. Lalu Boy melirik sekitar yang memberinya tatapan yang sama dengan Bintang.