"Mays", panggil Bu Ryza. "Ini lain kali berusaha lebih keras ibu yakin kamu bisa lebih dari ini", kata Bu Ryza seraya menyodorkan selembar kertas kepada siswa blasteran berbadan semampai itu.
Pagi ini di kelas IPA 3.1 sudah tampak benih kegemilangan Zoa. Hari ini pembagian ulangan harian mapel IPA terpadu.
"Zoa", sontak Zoa terperanjat menepiskan kursi yang didudukinya dan beranjak menuju selembar kertas yang disodorkan Bu Ryza.
"Usaha yang bagus, sempurna", kata Bu Ryza dengan senyum bangga.
Sekejap saja kelas mendadak bising penuh dengan prasangka buruk tentang Zoa. Begitulah kelas IPA 3.1 SMA Permata.
"Loh, beri tepuk tangan dong", ajak Bu Ryza mematahkan kebisingan. Semua siswa bertepuk tangan dengan muka muak.
Hal tersebut sudah menjadi pemandangan biasa bagi Zoa. Selalu begini saat pembagian hasil ulangan harian di kelas.
Zoa tampak tak menghiraukan gunjingan siswa yang lainnya. Dia kembali ke tempat duduknya dan tepat disampingnya dua acungan jempol menyambutnya, siapa lagi kalau bukan Myria. Gadis manis berkulit putih yang menemaninya sejak awal dia masuk ke sekolah ini.
Masih duduk disemester pertama saja foto Myria sudah memenuhi kalender sekolah dan sampul buku tahunan sekolah maka tak heran dia menjadi sorotan seluruh warga sekolah. Kemampuan akademiknya juga tak kalah. Myria selalu berada tepat di bawah Zoa.
Meskipun begitu tak jarang juga mereka menyabet prestasi dengan skor yang sama. Namun mampu menutup kemungkinan kalau mereka sebenarnya bekerja sama.
"Sekarang Bu guru minta kalian menyimak video di layar proyektor setelah itu buatlah laporan esai dengan format seperti biasa", belum puas Zoa melihat hasil ulangan hariannya Bu Ryza meminta seluruh siswa untuk mengerjakan tugas baru.
Saat inilah Zoa, Myria, dan anak ESO lainnya beraksi. USB pun terpasang dan sistem bekerja dengan sempurna. Zoa dan yang lainnya hanya berakting seolah sedang mengerjakannya.
Sampai detik ini tidak ada yang menyadari. Tetapi kecurigaan Azolla tetap sama dari dulu.
Disisi lain dia ingin mengungkap kecurangan yang dilakukan Zoa. Namun disisi lain dia juga harus tetap fokus mengerjakan tugasnya untuk mengejar Zoa sendiri.
Azolla mulai kehilangan konsentrasinya, matanya tak bisa berhenti menatap kearah Zoa berada. "Dasar licik", gumamnya.
"Fokus La", dia menggelengkan kepalanya dengan segera menghilangkan Zoa dari pikirannya untuk sekarang. dia kembali menatap penuh layar komputernya.
Sebenarnya, Azolla tidak tahu bagaimana Zoa bisa mendapat nilai terbaik di semua ujian atau tugas. dia hanya merasa bahwa Zoa adalah saingan terberatnya. Dia tidak akan membiarkan Zoa terus berhasil. Azolla yakin dia telah melakukan kecurangan. Saat ini yang dipikirkannya adalah pasti Bu Ryza membantunya. Itulah mengapa Bu Ryza selalu baik padanya.
"Berkatalah dan pikirkanlah semua hal", tanpa sesadar Azolla, Zoa juga tengah memperhatikannya dari pantulan bayangan di layar perangkatnya.
Seseorang memecah keheningan kelas, "Kamu tidak apa-apa, nak", tegur Bu Ryza membunuh konsentrasi Azolla.
"Tidak apa-apa Bu, saya baik-baik saja", diam-diam Bu Ryza memperhatikan gerak-gerik Azolla.
"Mungkin Bu Ryza harus memperhatikan murid yang lainnya", kata Azolla sambil mengarahkan pandangan pada Zoa.
Bu Ryza mengerutkan keningnya, bingung.
"Maksud kamu, Azolla, kamu jangan berlebihan, ibu yakin kamu juga bisa dapat nilai sempurna, berusaha lebih giat lagi", kata Bu Ryza yang tak henti-hentinya menebar senyuman.
“Ada apa dengan Zoa?", tambahnya. Bu Ryza memalingkan badannya kembali menyusuri sisi kelas, memastikan semua berjalan lancar.
Sepertinya Azolla berpikir Bu Ryza sengaja menegurnya karena curiga dengannya. Hal ini menguatkan keyakinannya bahwa Bu Ryza pasti benar-benar menyimpan rahasia dibalik kegemilangan Zoa.
Seluruh guru disekolah ini tahu bahwa Zoa adalah anak emas SMA Permata. Jika Azolla membongkar kelicikan Zoa dan Bu Ryza tanpa bukti itu adalah perbuatan bodoh. Hal itu hanya akan membuatnya semakin buruk dimata guru.
"Jam ketiga selesai siswa jam istirahat dimulai", suara dari pengeras suara kelas memenuhi udara hampa kelas IPA 3.1. Semua merapikan meja masing-masing dan bersiap melepas penat.
Tampak riuh suasana di kantin. Azolla dan Myria datang bersama. Seperti biasa semua antre untuk mendapatkan jatah makan siangnya.
"Itu bro", seseorang menunjuk kearah Myria. Itu adalah gengnya Athro. Anak-anak gengnya terpana melihat keanggunan Myria kecuali Athro sendiri. Siswa laki-laki apatis dan tak banyak bicara.