Scorpio

Bentang Pustaka
Chapter #3

Tiga

“There’s always room for a story that can transport people to another place.”

—J.K. Rowling

Di mana dia? Main pulang gitu aja tanpa ngasih tahu aku?

Cessa yakin saat bel pulang sekolah tadi, Damara sudah keluar kelas lebih dahulu daripadanya. Cowok dengan ransel JanSport itu keluar kelas tanpa mengucapkan satu patah kata pun. Selain pertemuan di Toast Butter, Damara tidak lagi memberi kepastian mengenai kerja kelompok kepada Cessa. Apa dia lupa? Mata Cessa mencari sosoknya ke seantero sekolah.

“Hai, Cess! Balik sekarang?” Raka berdiri di samping Cessa dengan ekspresi penuh harap. Cowok berbeda angkatan itu memainkan kunci motornya di tangan kanan sementara tangan kirinya menyodorkan helm kepada Cessa.

Cessa menggeleng cepat. “Maaf, Kak. Aku ada kerja kelompok. Jadi, hari ini nggak bisa bareng.”

Raka melihat ke sekeliling. “Yang lain mana? Kerja kelompok nggak cuma satu orang, kan?”

“Iya, ini lagi nyari, kok.” Cessa kembali mencari sosok Damara, mengingat-ingat perawakan cowok itu.

“Kalau gitu, aku mau tungguin kamu. Masa Cessa dibiarin sendiri. Cewek cantik suka banyak yang gangguin.” Raka terkekeh, berdiri tegak di samping Cessa hingga membuatnya merasa tidak enak. Hampir tiap hari Raka menjadi teman pulang Cessa, mengantarnya sampai depan rumah.

“Hari ini jadi?” Damara bertanya, berdiri di belakang Cessa. “Kan, udah dibilang, aku tunggu depan gerbang. Lupa?”

Ingin rasanya Cessa menepuk kepalanya sendiri. Benar juga, Damara mengatakan hal itu kemarin. Mengapa dia malah sibuk mencari di dalam sekolah? Pasti sejak tadi Damara sudah menunggunya di gerbang.

Raka melirik ke arah Damara sepintas, mengeluarkan ekspresi bingung. “Ini teman sekelompoknya?”

Cessa mengangguk. “Ah, aku kerja kelompok dulu, ya, Kak. Maaf ya, hari ini nggak bisa pulang bareng.”

“Okay.” Raka menepuk lengan Cessa pelan, kemudian meninggalkan mereka.

Ada rasa canggung di antara Cessa dan Damara ketika berjalan bersama di koridor sekolah. Mereka melewati banyak pasang mata yang memperhatikan mereka dari jauh, keluar dari gerbang sekolah, dan menunggu bus di halte. Damara mengeluarkan iPod. Ada banyak goresan juga satu stiker nama sebuah band tertempel di bagian belakang iPod-nya. Alesana, Cessa membaca tulisan pada stiker itu. Pengetahuannya terhadap musik memang minim, tetapi dia hafal Alesana adalah band post-hardcore dengan sentuhan metal pop punk. Kadang Vito juga menyanyikan lagu-lagu mereka.

Apa itu kepribadian lain dari Damara? Musik bisa menjelaskan bagaimana kepribadian seseorang, Cessa mengira-ngira. Mungkin Damara memang orang yang keras di balik sikap dinginnya. Atau, mungkin Damara orang yang suka keributan meski ke mana-mana lebih suka sendiri? Entahlah.

Damara tidak menyalakan iPod, tidak mendengar lagu-lagu dengan headset birunya seperti biasa. Dia kembali memasukkan iPod itu ke sakunya. Tidak ada pembicaraan di antara mereka. Tepat ketika Cessa ingin mengajak bicara, bus datang. Damara menunggu Cessa masuk bus lebih dahulu meski hanya dengan gerakan yang sederhana, berdiri diam melihat ke arah Cessa. Setelah itu dia mengikutinya dari belakang. Lagi-lagi tidak ada pembicaraan di antara mereka sampai Damara meminta kondektur bus untuk menurunkan mereka.

Bus berhenti dan Cessa hanya bisa mengikuti cowok itu turun. Kalau dipikir-pikir, Cessa sudah seperti bayangan Damara yang terus mengikuti di belakang. Atau, asisten cowok itu? Cessa hanya patuh mengikuti. Damara masuk sebuah kompleks perumahan, lalu berjalan menuju sebuah jalan bertuliskan Jalan Mutiara I. Langkah kaki Damara berhenti tepat di depan sebuah rumah bercat kuning muda dengan sentuhan kayu berwarna putih. Pagar rumah itu tidak begitu tinggi sehingga bonsai-bonsai yang menggantung di teras terlihat jelas dari jauh. Damara membuka pagar, kemudian membuka pintu rumahnya.

“Masuk aja,” ucapnya sambil melepas sepatu.

Cessa mengulas senyum simpul, ikut melepas sepatu, dan masuk rumah. Ruang tamu rumah Damara terlihat sederhana. Tidak banyak hiasan. Cessa duduk di salah satu sofa bermotif kotak-kotak, samar, aroma lembap terbang ke rongga hidung.

“Eh, ada tamu.” Seorang wanita berkacamata muncul dari ruang tengah.

Lihat selengkapnya