SCRABEO

Adi Rizaldi
Chapter #2

kesialan #2

“EH TAI, BERANI-BERANINYA LO MUKULIN ADIK GUE!!!” Tanpa ba-bi-bu, salah satu dari cowok itu menendang perut Gio. Gio jatuh tersungkur.

Topan yang kaget segera beringsut berdiri, melangkah sedikit menjauh.

Jae ikut bangkit, “WOY APA-APAAN, NIH??!!!”

“Bukan urusan lo, jadi lo nggak usah ikut campur!!” Cowok yang menendang Gio, memperingatkan.

Lalu salah satu teman cowok itu berdiri menghalangi Jae. Sementara Gio, pelan berdiri.

“Oh, cowok pengecut yang doyan ngelecehin cewek itu adik lo ternyata?” Gio terkekeh.

Cowok itu malah semakin kalap, tangannya segera membelah udara, berusaha meninju pipi Gio. Gio mengelak, dan membenamkan satu pukulan tepat pada wajah cowok itu. Baku hantam terjadi. Kepalan-kepalan tangan melayang silih berganti, menjadi tontonan penghuni kantin sekarang. Tidak ada yang berani melerai. Semua ikut tercengang.

Mereka saling berbisik. Saling bertanya satu sama lain.

Ada masalah apa sih sebenarnya?

Ya ampun, Gio di pukulin, kasian.”

Hingga akhirnya, Pak Santoso datang karena mendengar riuh penghuni kantin yang sampai hingga ruang guru.

“HENTIKAN!!!”

Baku hantam terpaksa berhenti.

“KALIAN BERDUA, IKUT SAYA!”

Sambil memegang bibirnya yang sobek, Gio mengikuti Pak Santoso dari belakang. Begitupun dengan cowok itu.

Sial, gara-gara cowok itu, Gio malah berurusan dua kali dalam satu hari dengan Pak Santoso.

Topan mematung, menatap kejadian barusan yang terjadi di depan matanya. Ia menelan ludah. Patah-patah, menoleh ke arah Gio yang sudah berjalan di koridor menuju ruang kesiswaan.

Gio dan cowok itu menjatuhkan dirinya di atas kursi. Sesekali saling tatap tak suka. Pak Santoso yang geram, menghela nafas panjang. Hari ini pekerjaannya menumpuk.

“Jelaskan pada saya, kenapa kalian bisa berantem di sekolah? Mau jadi jagoan, bukan disini tempatnya.” Ujar Pak Santoso dengan nada slow-mo nya, namun penuh penekanan.

Gio dan cowok itu masih terdiam, menundukkan kepala.

“Firman, jawab pertanyaan saya!” Tanya Pak Santoso pada cowok di sebelah Gio.

Firman mengangkat wajahnya, “dia udah mukulin adik saya, Pak.”

“Kalau aja adiknya bisa menghormati cewek, mungkin nggak akan saya pukulin, Pak.” Gio berkata datar.

Pak Santoso bingung, mengurut keningnya. Menghormati cewek? Adiknya Firman di pukul oleh Gio? Apa sebenarnya yang terjadi? Kedua siswa 12 yang berbeda kelas di hadapannya itu membuat Pak Santoso pusing.

“Saya tidak mau tau apapun masalah kalian, yang pasti selesaikan dengan baik. Dan sekali lagi saya mendapati kalian berantem seperti ini, saya tidak akan segan-segan mengeluarkan kalian dari sekolah ini, mengerti?”

“Mengerti, Pak,” jawab mereka bersamaan.

“Minta maaf satu sama lain.”

Kedua cowok itu menghela nafas kesal. Buat apa sih harus minta maaf? Tapi kalau tidak melakukan apa yang di perintahkan Pak Santoso, urusan tidak akan selesai.

“Maaf,” Gio pendek.

“Gue juga,” balas Firman.

“Nah, gitu kan enak kelihatannya. Sudah, balik ke kelas masing-masing sekarang!”

Gio mengangguk, bangkit berdiri, segera meninggalkan ruangan itu. Begitupun dengan Firman, lawan baku hantam Gio.

Sesampainya di kelas, Gio mendapati kelas dalam keadaan ramai. Sepertinya guru yang bersangkutan berhalangan mengajar.

Seketika, semua pasang mata teman-teman sekelas beralih pada Gio. Gio tidak peduli, ia segera menjatuhkan dirinya di atas bangku. Jae menatapnya khawatir. Sementara gadis sebangkunya, Topan, ia segera mengambil sesuatu di dalam tasnya.

“Yo, lo nggak pa-pa?” Tanya Jae.

“Nggak, santai aja.”

“Santai gimana? Orang bibir lo berdarah kayak gitu.”

“Itu lo udah tau kenapa masih nanya, kampret!”

“Iya-iya, gitu aja marah. Emosian lo, ah!”

Lihat selengkapnya