Langit malam Tokyo tampak gelap tapi itu hanya sementara saja sejak kami keluar dari bibir pintu tol dan bergantikan pemandangan kota megapolitan Jepang yang benar-benar terlihat mewah, mengingatkanku akan Hong Kong dan Shanghai. Menurut Kazuki, ini baru pinggiran kotanya saja belum masuk ke tengah kota macam Shinjuku, Shibuya, Harajuku, dan lain-lain. Wow!!! Nama tempat-tempat yang terkenal dengan cosplay dan hiburan malam.
Mobil terus melaju dengan kecepatan normal menuju kawasan yang mulai sepi dan agak gelap lagi. Kali ini bukan lagi gedung-gedung dan pertokoan yang terihat tetapi rumah penduduk yang saling berjejer mirip sekali dengan yang kulihat di film Doraemon, atau komik-komik macam Kobo Chan, Kariage Kun, atau komik-komik Jepang yang menceritakan kehidupan sehari-hari orang Jepang. Tak ada rumah yang lebih tinggi atau besar daripada sebelahnya, semuanya hampir sama rata.
“Aika, kita sudah sampai,” kata cowok Jepang itu memecah lamunanku yang sedang terkesima oleh pemandangan unik diluar sana.
Mobil pun mundur perlahan memasuki semacam gang kecil yang hanya bisa muat satu mobil saja, tapi sebenarnya itu bukan gang, hanya pintu masuk menuju lahan parkir rumah mereka, dan diparkirkanlah mobil itu dengan sukses di bawah rumah mereka persis. Rumah model melayang dengan pilar-pilar kayu yang menahan rumah dan dijadikan lahan parkir tanpa pintu garasi dan tanpa pintu gerbang di mulut “gang” kecil tadi.
Sungguh sangat sungkan rasanya koporku dibawakan oleh papanya Kazuki yang ternyata setelah berdiri di hadapannya persis, dia tampak tinggi sekali bahkan lebih tinggi daripada Kazuki beberapa centimeter mungkin, dan badannya juga lebih padat berisi dibanding anaknya meskipun tetap termasuk golongan orang kurus. Aku sampai memasang tampang teramat sangat sungkan saat papanya membawakan koporku yang lumayan berat, yang aku rasa buat pukul maling pasti langung tergelepar mati. Aku langsung menyuruh Kazuki yang membawa koporku, dan terjadilah transaksi barter barang, yang akhirnya malah tas ranselku dibawakan oleh papanya, aduhhh sungkan sekali aku. Papanya terlalu cekatan untuk membantu orang. Aku kembali menunjuk-nunjuk ranselku pada Kazuki dengan tampang yang teramat sangat tak enak hati lagi, memintanya untuk mengambil kembali ranselnya dan biarkan aku saja yang membawa tapi malah direspon dengan menggeleng-geleng dan dengan gerak-geriknya meyakinkan aku bahwa semua ini tidak apa-apa.
“Tadaimaaa,” kata Kazuki saat membuka pintu rumahnya dan mengatakan “aku pulang”. Mengingatkanku akan Nobita yang selalu mengatakan “tadaima” saat masuk ke rumahnya lalu melepas sandal dan memasukkannya ke dalam rak sepatu dekat pintu, dan yang di kehidupan nyata sekarang ini juga sama persis urut-urutannya dengan yang di film-film Jepang.
“Hai hai,” Terdengar suara wanita yang sangat lembut dari balik ruangan sebelah kanan dengan derap langkah kaki yang sepertinya sedang berlari kecil, dan keluarlah seorang wanita bertubuh kecil kurus dengan postur tinggi yang kira-kira sama denganku, bermata sipit sama dengan milik Kazuki, berkulit putih, hidung mancung, berambut panjang, wajahnya sudah sedikit berkeriput namun menyiratkan kelembutan dan berhati baik, cantik untuk ukuran seusianya. Wanita lembut itu memberikan tawa yang sangat ramah pada kami sambil mengatakan sesuatu pada Kazuki yang sama sekali tak bisa kupahami yang disusul dengan gonggongan anjing jenis Chihuahua berbulu tebal berwarna campuran hitam dan coklat yang yang sangat hiperaktif dan rasanya bahagia sekali saat melihat kedatangan tamu barunya, atau aku salah! Makhluk berbulu berkaki empat itu bahagia sampai berdiri berputar-putar dengan dua kaki, mirip anjing sirkus di depan Kazuki yang langsung ditangkap, dipeluk, dan diciumi oleh Kazuki.
“Aika,” Wanita itu langsung memanggil namaku sambil berdiri di hadapanku dengan senyum dan raut wajah yang terlihat amat sangat senang dengan kedatanganku. Aku hanya bisa tersenyum-senyum dan tertawa malu-malu sungkan, sambil sedikit menunduk-nunduk, apa yang sudah diajarkan oleh Mami langsung blank semua, aku lupa bagaimana mengucapkannya dan rasanya kalau ingatpun juga tak bisa keluar dari lidah ini. Aku grogi setengah mati saat ini.
Terdengar kembali derap langkah kaki dari balik ruangan kanan dan muncullah seorang cowok muda yang tingginya melebihi mamanya artinya lebih tinggi dariku juga, berambut pendek, bermata sipit, beralis tebal, hidung mancung, bibirnya juga tipis seperti Kazuki, tapi wajahnya tidak selembut milik Kazuki, wajahnya menampakkan ada garis tegas pada kepribadiannya, dan ternyata memang benar setelah dia mengeluarkan suara berbincang sebentar dengan Kazuki, terdengar suaranya lebih macho dan tegas daripada Kazuki.
“Aika, ini mamaku dan yang ini adikku,” kata Kazuki memperkenalkan mereka padaku. Aku hanya bisa menunduk-nunduk dan tersenyum malu-malu.
“Hideaki,” Cowok muda itu memperkenalkan dirinya sambil sedikit menunduk.