“Tadi gimana di kamar mandi?” tanya Kazuki setelah aku keluar dari kamar mandi dan mengeringkan rambut dan sikat gigi di kamar mandi lapis dua yang terletak sebelum tempat aku mandi tadi. Isinya ada wastafel, mesin cuci, dan tempat baju kotor, serta meja kecil warna putih dengan ukuran yang sama dengan tempat mandi, walk in closet mungkin namanya tapi kurasa bukan nama yang tepat untuk ruangan mungil itu.
“Nggak bisa ngatur temperaturnya,” kataku dengan wajah sedikit datar.
“Terus kamu mandi pakai air apa?” tanyanya panik.
“Air panas dingin panas dingin panas dingin, gitu terus sampai selesai, jadi cuma pencet tombol merah dan biru,” kataku padanya.
“Eeeee..., gomen. Besok kalau mau mandi aku bantu setting dulu,” katanya padaku lalu mengajakku ke ruang tengah untuk berkumpul bersama keluarganya dan si Chihuahua kecil berbulu tebal itu.
“Pergilah tidur, kamu pasti kelelahan karena perjalanan dari Beijing kesini,” kata wanita yang sudah sedikit berkeriput itu dengan diterjemahkan oleh Kazuki.
Aku jadi serasa membutuhkan konyaku penerjemahnya Doraemon, seandainya ada yang jual aku ingin membelinya.
“Oyasuminasai,” kata wanita yang selalu tersenyum lembut itu bersamaan dengan pria yang hampir paruh baya itu.