Sudah pukul 9 pagi tapi Kazuki belum turun juga, aku jadi bertambah grogi karena pria hampir paruh baya itu juga sudah menampakkan wujudnya di ruang makan. Oh my God...
“Call him otousan,” kata wanita hampir paruh baya berambut panjang itu kepadaku sambil menunjuk pria jangkung hampir paruh baya yang saru saja turun dari kamarnya.
Setelahnya disusul Hideaki beserta Riku si Chihuahua yang mengekor di belakangnya, dan kuberharap ada manusia yang mengekor si bulu tebal kaki empat itu, tapi... setelah kutunggu 5 menit sosok itu tak muncul juga. Kemana manusia satu itu? Apa dia tak ingat kalau ada aku disini? Sudah grogi sekarang ditambah gelisah pula. Meski tadi pagi aku sukses berbicara tanpa grogi dengan okaasan bukan berarti sekarang aku bisa tertawa-tawa bebas tanpa beban, tetap saja rasa sungkan itu masih ada. Duh!
Tak bisa lagi menunggu, aku pun naik diam-diam meninggalkan ruang tengah. Dan mencoba mengintip kamar yang ditiduri Kazuki dan Hideaki, penasaran apa yang sedang terjadi pada Kazuki, kalau dia masih molor ingin kulempar bakiak rasanya biar tahu rasa. Dan..., kucoba mengintip-intip dari anak tangga kedua paling atas apakah pintu kamarnya terbuka atau tidak, dan... oh yes!!! terbuka! Aku naik sampai paling atas dan mengintipnya kembali secara perlahan dari balik pintu geser. Dan..., langsung kudapatkan sosok makhluk jangkung itu masih diatas kasur lipatnya dan dibalik selimut putihnya.
“Kazu..., Kazu,...,”
Tak berani masuk akhirnya aku hanya memanggil-manggil namanya dari luar dengan suara semi pelan semi keras, seperti orang sedang mengendap-endap.
“Kazu..., Kazu...,”
Sekali lagi kupanggil namanya tapi tak ada respon darinya akhirnya kuberanikan juga masuk ke dalam ruang kerja itu dengan sedikit mengendap-endap lalu duduk bersimpuh di dekatnya.
“Kazu...,”
Kupanggil sekali lagi namanya kali ini lebih keras, tapi tetap saja tak ada tanggapan, dan akhirnya kugoyang-goyangkan tubuhnya, dan...,”Egh, panas sekali,” kataku ngomong sendiri. Kuulangi kembali memegangnya tapi kali ini kening, pipi, dan lehernya.
“Panas sekali,” kataku sekali lagi.
“Aika,”
Lompatlah aku seketika ada suara dari luar yang benar-benar mengejutkanku.
“Okaasan,” kataku kaget setengah mati sampai-sampai suara bernada panik yang keluar.
Entah dia berbicara apa aku tak mengerti tapi rasanya dia bertanya apa yang terjadi pada Kazuki. Dengan perasaan yang benar-benar tak enak hati karena sudah sembarangan masuk ke ruang kerja mereka, aku langsung berdiri dan berkata,”Kazu fever,” kataku cepat-cepatan agar dia tak menyangka aku sedang aneh-aneh dengan anaknya.
Tak bisa menanggapi tapi aku tahu raut wajahnya langsung berubah terkejut, dan wanita itu langsung mendekati anaknya lalu duduk bersimpuh di dekatnya dan dipegang-peganglah anaknya itu. Aku hanya bisa memandang, lalu digoyang-goyangkannyalah tubuh anaknya itu, akupun jadi ikut-ikutan menggoyang-goyangkan bagian lengannya. Dan ternyata upaya kami tak sia-sia, setelahnya Kazuki pun terbangun dengan sangat lemas dan tak berdaya. Panasnya tinggi sekali.
Entah wanita itu berkata apa pada anaknya, yang ada di pikiranku sekarang adalah Kazuki sakit demam tinggi.