Kembali menghirup udara nyata kota Tokyo setelah dua hari terkurung di dalam dunia penuh dongeng dimana dunia penuh dengan sulap, sihir, dan keajaiban. Dan inilah dunia nyata tanpa sulap dan tanpa sihir, jarum jam yang terus bergerak menggantikan angka di kalender, kehidupan yang terus menuntut kita untuk bergerak maju, dan seperti apa yang sedang kualami saat ini, sesedih apapun aku tak terasa dengan cepatnya laju waktu sudah menginjak hari ketujuhku di Tokyo tapi aku harus terus berdiri tegak dan maju menciptakan banyak momen bersama atmosfer kota ini dengan salah satu kelompok sosial kecil yang tinggal di dalamnya.
Setelah sarapan dengan keluarga Yasojima dengan menu yang sedikit berbeda hari ini, yaitu kari sapi yang dua hari lalu sempat membuatku ngidam, pagi ini okaasan malah membuatkannya khusus untukku.
“Kazu, kok tiba-tiba pagi ini okaasan masak kari sapi?” tanyaku padanya bingung sambil mencuci piring-piring kotor milik satu keluarga.
“Aku cerita sewaktu kita lewat di daerah Arabian Coast, kamu mencium bau kari dan kamu pingin banget makan kari, dan dimasaklah kari untukmu,” kata Kazuki sambil membilas piring-piring dan gelas-gelas yang sudah selesai kusabuni.
“He?!” kataku terkejut sampai menghentikan kegiatan menyabuni sendok-sendok bekas kari. “Aku jadi nggak enak hati,” lanjutku dengan muka yang benar-benar merasa sungkan.
“Aku hanya bercerita tapi okaasan langsung berinisiatif membeli bumbu dan bahan-bahannya. Dia senang sekali saat tahu kamu ingin kari karena selama ini kamu selalu menjawab terserah,” jawabnya sambil mengambil alih tugasku menyabuni sendok-sendok itu.