Jalanan Tokyo kembali kutelusuri bersama Kazuki. Udara dingin malam Tokyo membuatku sedikit menggigil dan gigi-gigiku saling bergemeretakan yang akhirnya membuat cowok Jepang itu merangkulku agar aku merasa lebih hangat sambil berjalan menuju suatu tempat yang dijanjikan Kazuki kepadaku saat pertama kali aku sampai di Tokyo.
Tanah lapang berumput yang menurun ke arah sungai kecil dengan aliran air yang mengalir perlahan dan angkasa penuh bintang yang menghiasi gelapnya langit Tokyo menjadikannya tampak begitu sempurna dan selaras dengan suara aliran sungai yang bergemericik di hadapan kami.
Suasana seperti ini mengingatkan aku akan film-film kartun seperti Doraemon dan film anime dengan seting sungai kecil dan lapangan rumput yang menurun ke arah sungai. Seting tempat seperti itu yang dulu selalu hanya bisa kutonton lewat layar televisiku kini aku benar-benar sedang duduk di lokasi yang sama persis dengan yang digambarkan di film-film itu.
Kurebahkan tubuhku diatas rerumputan dingin mengikuti apa yang dilakukan cowok Jepang itu sambil memandang ke arah langit malam Tokyo yang bertaburan bintang.
“Belum pernah aku melihat bintang sebanyak ini di Indonesia,” kataku padanya.
“Memangnya di Indonesia tidak ada bintang?” tanyanya padaku polos.
“Ada sih, cuma mungkin aku tinggal di kota yang penuh dengan polusi jadi bintang-bintang tak terlihat lagi, tapi kalau di desa-desa pasti juga sebanyak ini bahkan mungkin lebih banyak,” jawabku.
Tak ada lagi obrolan apapun antara kami, kami hanya sibuk menikmati keindahan yang alam sajikan untuk kami berdua saat ini sambil bergandengan tangan.
“Aika, kalau nanti kita bertemu lagi, kita harus naik rollercoaster dan nonton festival kembang api bersama ya,” Suaranya yang kalem langsung memecahkan keheningan malam dingin yang tak berangin itu.
Mendengarnya berkata seperti itu, aku langsung mengangkat jari kelingkingku tinggi-tinggi keatas ke arah langit, dan cowok Jepang itu sama-sama mengangkat jari kelingkingnya yang nampak sangat panjang, beda sekali dengan jari kelingkingku yang tampak kecil sekali. Lalu kami saling mengaitkan kedua kelingking tinggi-tinggi diatas kepala kami dibawah taburan bintang malam.