Kamar mungil di lantai dua sebelah pojok kanan sesuai ukurannya dengan rumah mungil milik keluarga Yasojima yang telah kutinggali selama 8 hari lamanya, dan hari ini aku harus pergi meninggalkan kamar ini, kamar yang memberikan kehangatan dan perlindungan untukku selama aku di kota Tokyo ini.
“Aika, sudah siap?” Cowok Jepang itu memanggilku.
Aku tak menjawabnya hanya berdiri mematung memandangnya dengan pandangan nanar. Aku sedih bahkan terlalu sedih sampai aku tak bisa meneteskan air mataku lagi. Aku harus menyadari bahwa aku memang harus pergi dari tempat ini untuk kembali ke tempat asalku.
Kutatap dan kupandangi beberapa kali dalam diam sosok laki-laki yang sedang berdiri dekat pintu yang sama-sama juga sedang memandangiku dengan pandangan yang aku yakin sama dengan pandanganku, pandangan nanar. Tak ada kata-kata yang bisa kami ungkapkan selain berdiri mematung dan saling berpandangan dalam waktu yang agak lama. Dan pada akhirnya air matanya yang menetes menyadarkanku untuk berjalan mendekatinya.