“Kazu Kazu,” Aku memanggilnya perlahan takut membangunkan si kaki empat berbulu yang tiba-tiba dengan nyenyaknya tidur diatas pangkuanku.
Wajah murungnya langsung berubah terkejut seketika melihat anjing kesayangannya akhirnya bisa akrab denganku bahkan sampai tertidur diatas pangkuanku dan kepalanya juga diletakkan diatas telapak tanganku.
“Riku pasti ikut sedih atas kepergianmu makanya dia seperti ini,” kata cowok Jepang itu sambil mengelus-ngelus kepala Chihuahua itu yang sangat terlihat kecil saat dielus oleh tangan Kazuki yang memang seperti raksasa.
Kata-katanya membuatku kembali terhanyut tapi apa yang dia katakan benar. Tiga jam lagi aku akan pergi dari mereka semua untuk kembali ke negeri asalku.
“Otousan, arigatou,” kataku selesai menurunkan kopor-koporku di depan lobi terminal 3 Narita International Airport. Pria jangkung hampir paruh baya itu menundukkan kepalanya dan melambaikan tangannya padaku, tak mengatakan sepatah kata pun padaku lalu kembali mengendarai mobilnya melesat menuju parkiran bandara meninggalkan aku dan Kazuki untuk memasuki gedung yang akan membawaku kembali ke Indonesia.
Walau kami sudah datang pagi-pagi tapi tetap saja di depan kami sudah banyak orang mengantri untuk check-in. Tak ada obrolan apapun antara aku dan Kazuki, aku hanya menyandarkan kepalaku di punggungnya yang pernah menggendongku di kala aku mabuk dan patah tulang kaki. Perasaan apapun saat ini sudah tak bisa terbaca lagi oleh pikiran dan jiwaku, aku merasa terlalu kosong akan semua ini, yang ada di dalam pikiranku aku harus terus maju mengikuti arus antrian ini dan mendapatkan tiketku untuk kembali ke Tanah Air.
“Kazu,” Aku memanggilnya dari balik punggungnya.
“Kenapa Aika?” tanyanya dengan suara yang pelan.
“Aku ingin pub,” kataku berbisik padanya takut kalau di sekitar antrian ada orang China yang mendengar.
“Eee...”