Bau udara khas Jakarta yang sudah pernah kutinggali selama 5 tahun ini kembali kuhirup. Bahasa yang sudah berakar dari aku dilahirkan pun kembali kudengarkan setelah sisa 4 hari di Beijing, 8 hari di Tokyo yang sama sekali tak mendengar bahasa ini. Wajah-wajah khas Asia Tenggara itu kembali terlihat dimana-mana lalu lalang, ada yang sama sepertiku baru saja turun dari pesawat sebagai penumpang, ada pekerja bandara, ada yang memakai segaram porter, ada penjual koran, ada penjemput, dan ada satu sosok yang sangat aku kenal yang sedang berdiri menungguku di bagian penjemputan.
“Mark,” panggilku tanpa senyum sama sekali pada cowok yang berdiri sedikit membungkuk menggunakan kaos abu-abu dan celana panjang jeans-nya yang sudah memudar warnanya.
“Aika,” panggilnya dengan suaranya yang berat dan macho juga tanpa senyum malah tampak guratan wajahnya yang mengesankan dia seorang yang keras.