Sea, the only one friend

meliahalim
Chapter #3

Tawa-tawa palsu, figura retak dan dongeng sebelum tidur

Apapun yang membebani mu sekarang, ini semua tak akan ada artinya lagi nanti.


***


Kapan terakhir kali kamu ketawa sampai lupa waktu?


***


"Apa hal paling lucu di dunia ini?"


"Menemukan seseorang yang jiwanya terkunci sedang ia menggenggam erat kunci itu di tangannya sendiri."


"Kau sedang membicarakan dirimu sendiri." Sea dengan nada mengejek dan mata memicing sinis. Hal yang selalu kutemui akhir-akhir ini setelah pembahasan tentang cinta dan teman-temannya.


"Sea, berhenti menjadi sinis dan menyebalkan! Kau akan membuat orang lain tak suka dan tak mau berteman." Aku meraih sebungkus kuaci kecil, merobeknya dan membukanya perlahan. Jujur saja aku butuh waktu lama untuk membuka satu kuaci. Berbeda dengan Sea yang hanya membeli tapi tak pernah ia makan.


Malam ini udara terasa lebih ringan, suara bapak-bapak yang meronda dengan dangdut koplo pun terdengar nyaring sekali. Teriakan mereka yang menari-nari bahkan menembus tembok. Teriakan pemuda tanggung kala menggoda dan mengolok banci pun terdengar jelas sekali.


"Aku tak suka orang lain, jadi untuk apa teman? Mereka hanya akan merepotkan, menyusahkan dan membuat masalah dengan gosip-gosip murahan."


"Pembual! Berhenti membohongi dirimu bila kau tak membutuhkan itu, akui saja dan terima bila selama ini kau kesepian dan butuh teman." Tuding ku gemas, ayolah aku bukan anak TK yang bodoh dengan mempercayai kalimat gadis itu. Sesekali aku memergokinya sedang menatap anak sekolah yang berjalan dengan teman-temannya dan si sinis ini selalu menampilkan wajah murung sekaligus penuh harap di matanya yang segaris.


"Aku bukan dirimu. Aku bahkan benci bicara dengan orang lain." Desisnya tak suka. Matanya yang minimalis (sipit) melotot lucu.


Sea meraih kuaci itu tanpa membukanya, "Mi, kapan terakhir kali kamu ketawa dan ngerasa segalanya bahagia?"


"Akhir-akhir ini, aku menjadi badut untuk orang lain, aku melucu dan membual tentang banyak hal, tapi aku juga sering menangis, mudah sekali rasanya untuk mengeluarkan air mata dan menjadi lemah."


"Kau memang cengeng!"


"Bukankah kita memang sama-sama mudah menangis ya?"


"Kau saja yang lemah dan mudah menangis! Aku adalah gadis tangguh yang tak mudah mengeluarkan air mata."


"Ya, ya, ya, tak suka menangis. Sebab kau akan menangis di kamar mandi dengan keran yang dinyalakan lalu membeli obat deman dan berakting seolah kau sakit kepala dan terkena flu." Aku meledeknya dengan cengiran menyebalkan.


"Berhenti menyebarkan rumor tak jelas. Bergaul dengan manusia membuatmu senang berbicara hal-hal tak rasional, fiksi, khayalan. Imajinasi mu bagus sekali." Lihat, bagaimana gadis itu berbicara seolah ia bukanlah seorang manusia juga. Apa selama ini gadis itu berpikir bila ia adalah seekor babi merah muda.


"Kau akan tetap menjadi manusia paling denial sepanjang sejarah Sea, kau melakukan pembelaan yang sia-sia."


"Tutup saja mulut besar mu! Dan segera kirim surat-surat itu! Kau tak boleh terlambat bodoh! Jangan membuat rambutmu semakin terlihat lezat untuk ku jambak!" Katanya dengan sekepal tangan yang ia angkat tinggi.


"Atur saja matamu, agar tak terlihat bengkak seperti habis menangis." Lalu suara barang yang dilemparkan terdengar beberapa kali.


Biarkan saja toh ia memang gadis anarkis, mendapati Sea yang aktif sesekali adalah hal yang harus ku syukuri dibandingkan menemukannya yang bisu dan sunyi.

Lihat selengkapnya