Sea, the only one friend

meliahalim
Chapter #4

Nastar tahun lalu dan pertanyaan-pertanyaan yang belum terjawab

Setiap dari kita adalah manusia-manusia bahagia, menumpuk dan bertarung dengan luka, memasang topeng paling tebal demi agar tak terlihat menderita sebelum kemudian kembali terjatuh pada realita.


Kita adalah manusia yang sesungguhnya menyimpan kebaikan dan keburukan, tidak ada manusia dengan keseluruhan hidupnya berisikan kejahatan tidak juga kebaikan.


***


Di rumah, nastar menjadi kue kering dengan peringkat terakhir sebagai penghuni toples paling lama, sedangkan putri salju sebagai primadona paling laris di susul kaastangels, choco. Almond cookies, palm cheese ball, matcha cookies (ini hanya aku yang memakannya, katanya rasanya seperti rumput yang di campur susu dalam kue), lalu nastar dengan ukuran hampir sebesar kepalan tangan orang dewasa mendapatkan nilai terendah sebab orang-orang keburu takut untuk memakannya. Mereka mengira ada kura-kura di dalamnya, harus ku akui bila bentuknya memang mirip tempurung penyu.


Sea yang punya wajah cemberut sepanjang tahun saja terbahak menyaksikan nastar dengan ukuran triple XL. Ia akan mengambilnya dan memotretnya berulangkali, lalu terbahak, memotretnya dan terbahak lagi. Orang aneh itu bahkan memasukannya ke dalam aquarium tanpa air dan ia pajang di kamarnya yang berantakan.


"Kau benar-benar unik Miya!" Katanya setelah menghabiskan hampir setengah hari untuk terbahak seorang diri.


"Bukan aku yang membuatnya." Kataku sebal, Sea akan terus mengulang kalimat yang sama hingga minggu depan.


"Lalu? Kau kira kucing dan marmut peliharaan mu mampu membuat nastar?" Tanyanya, mulutnya yang kecil di warnai lipstik merah menyala, ck, gadis itu sekalinya berdandan macam pelacur baru menetas.


"Kau berdandan? Sejak kapan kau membeli lipstik dan pewarna pipi?"


"Ck, manusia yang suka bergosip seperti mu harusnya sudah menyadari bila aku sering mengunakan lipstik akhir-akhir ini. Apa matamu bertambah lagi minus nya?"


"Mulutmu benar-benar menyebalkan, aku terlalu sibuk hingga tak menyadari apa yang sedang terjadi."


"Kau kan cuman pengangguran! Dimana letak kesibukan yang kau bicarakan?"


"Aku mencoba memasukkan banyak lamaran, aku ingin bekerja lagi. Menjadi pengangguran juga tak memiliki teman terdengar cukup menyeramkan."


"Aku kan juga temanmu!" Sea menaikkan tiga oktaf nada, dengan tangan yang mengayunkan nastar. Hampir saja perempuan itu melempar nastar yang ia simpan sedari tahun kemarin.


"Kau tak pernah ku hitung! Sesekali aku ingin seperti orang lain yang pergi berlibur, bercerita dan tertawa dengan beberapa orang teman."


"Kau tak mau menjadi temanku lagi? Apa cerita yang ku bagi membuat mu muak Miya?" Sea menurunkan nastarnya lemah.


Menggeleng, "aku menyukaimu, tapi memiliki banyak teman bukan ide buruk."


"Tapi terlalu banyak teman juga merepotkan, bagaimana bila mereka tak sebaik dirimu? Bagaimana bila mereka hanya menginginkan mu saat butuh saja? Apa mereka mau menemanimu yang suka menangis lantaran hal-hal kecil? Apa mereka mau memberikan waktunya hanya untuk ocehan-ocehan mu yang tak masuk akal?"


"Aku tak suka mengatakan ini, tetapi bukankah kau juga tahu bila teman-teman mu tak sebaik itu. Mereka menemui mu saat sedang kesepian dan akan menjauhi mu sesaat teman-teman mereka kembali. Kau bukan barang cadangan yang digunakan saat yang lainnya tak bersedia. Miya, kau sudah cukup dewasa untuk tidak terus-menerus berharap pada manusia, apa kau tidak lelah dan trauma?"


"Aku saja lelah melihat mu kecewa sebab teman-teman mu diam-diam menjauh dan mungkin beberapa tak suka menjadi temanmu." Lanjutnya dengan nada lembut sekali. Manusia satu ini begitu menyimpan banyak lapisan karakter yang terkadang membuat ku takjub sekaligus takut.

Lihat selengkapnya