Sea, the only one friend

meliahalim
Chapter #5

Cermin horror dan keinginan untuk hidup

Jika kamu berani untuk membunuh dirimu, kenapa keberanian itu tidak kamu gunakan untuk bertahan hidup? Bertahanlah untuk keajaiban yang di janjikan Tuhan, untuk hujan di siang hari, untuk lagu-lagu baru dari band favorit mu, untuk mie instan dan dua telur di pagi hari. Jadi mengapa tak dicoba saja?


***


Musim hujan datang lebih awal tahun ini, ditengah gerimis yang pekat, aku bertemu seorang wanita tua tengah membaca di sudut toko buku loak dekat tempat tinggalnya. Sebuah rumah susun yang berada di pinggiran kota. Rumah susun hampir roboh dengan lebih dari 200 kepala lainnya. Wanita tua aneh yang terkadang di jauhi orang-orang (kata Sea, seolah ia adalah ibu-ibu gosip, padahal gadis itu benci melakukan obrolan-obrolan tak penting).


Wanita itu akan menghabiskan waktu sepanjang hari untuk buku-buku filsafat atau bahkan resep-resep kuno dalam bahasa Belanda yang tak banyak orang ketahui. Sesekali wanita itu akan mengajak berbicara, dengan rona dan binar bahagia di kedua mata.


Kami melakukan banyak dialog menyenangkan, hanya aku dan wanita itu, sedang Sea memilih diam dan menjadi anak kucing lucu.


Kami menjadi terlalu sering bertemu pada siang hari, entah saat aku akan pergi bekerja atau saat akan membuang sampah. Wanita tua itu ramah sekali, tersenyum hingga gigi-giginya yang raib terlihat. Terkadang gerakannya konyol sekali,  seringkali wanita itu berbicara dalam lima bahasa : Indonesia, Belanda, Jerman, Jepang, dan mungkin dalam bahasa nenek-nenek sebab aku tak pernah mengerti apa yang sebenarnya ia katakan. Sea bahkan pernah tertidur saat wanita tua itu bercerita dalam bahasa Belanda, baginya yang tak mengenal banyak bahasa mendengarkan cerita sama dengan lagu pengantar tidur paling manjur.


Wanita yang bahkan tak kami ketahui namanya, tak juga nomor unitnya. Tapi senang sekali memberikan catatan kecil dengan tulisan memenuhi kertas. Aku yang minus akan kesulitan membaca setiap huruf sebab wanita tua itu sedang sekali mencampurkan bahasa seolah aksara adalah resep-resep yang sering ia baca.


Kalimat-kalimat yang sebenarnya di abaikan, tetapi lambat-laun mulai terpikirkan. Diam-diam aku dan Sea akan meletakkan sebungkus mie goreng murah di dekat rak buku, atau bubur cina yang aku dapatkan dari teman kerja. Juga menyimpan beberapa permen jahe di dekat wanita itu. Yang akan wanita itu lahap dengan kecepatan paling rendah.


Kami melewati hari dengan dua dimensi, Sea dengan rasa sunyi sedang wanita tua itu gemar sekali bernyanyi. Terkadang juga berjoget kecil dan memperbaiki buku-buku yang tulisannya hampir tak bisa di baca.


Wanita tua itu tak pernah terlihat kesepian, selalu ada senyuman di wajahnya yang dipenuhi keriput, tak ia dapati raut masam di sana sekalipun yang wanita itu lakukan hanya membaca, tertawa, bernyanyi dan berjoget-joget sepanjang hari. Aku menemukan manusia paling ceria di hidup ini yang biasanya hanya berisi orang-orang penuh amarah.


Wanita itu akan berbagi dengan Sea yang sunyi sepotong bagel keras, memintanya meminum teh pahit kemarin pemberian tetangga yang lain. Memaksa Sea dengan wajah masamnya membaca buku-buku romansa penuh dialog mesra (yang mampu membuat Sea muntah sungguhan), cara berenang yang baik, mengurus domba dan terkadang resep dalam bahasa Belanda dan Jepang.


Wanita itu senang bercerita dan aku senang-senang saja mendengarkan. Bagaimana wanita itu bercerita tentang tiga kali perceraiannya, anak-anak yang menghilang dan menjadi asing, kucing-kucing kampung yang ia rawat sedari bayi dan memilih kawin lari dengan kucing tetangga, untuk piring-piring kuno yang ia bersihkan setiap hari (padahal tak pernah ia gunakan), kemudian gebetan barunya (pemilik toko buku loak) yang sama-sama sudah tua, atau untuk kencan-kencan mereka pada senja tiba, mereka adalah pasangan tua yang cukup mempesona dengan kelakuan bagai abege labil baru jatuh cinta.


Beberapa kali aku melihat air mata di sana tapi tak lama, sebab tawa itu lebih sering menghiasi. Katanya setiap manusia boleh menangis, bukankah Tuhan memberikan air mata untuk di keluarkan, menangis bukan hal tabu jadi menangislah tak ada yang istimewa hanya karena kita menangis. Yang selalu di balas Sea dengan memutarkan bola matanya lambat, gadis itu akan mengeluarkan gerakan mencemooh dengan mulutnya yang kecil tanpa suara.


Wanita itu membuat rumah megah dalam hatinya di usia senja, dengan penuh penerimaan, berdamai dengan semua hal yang tak bisa ia gapai, penuh rasa syukur kendati umurnya sudah tak muda lagi. Ia menanam benih-benih tawa, dan lelucon dalam hatinya yang lapang dan luas. Ia menyapu rasa marah, sesal dan putus asa dalam hati dan pikirannya. Ia membilas bersih kesedihan yang memayungi kepalanya.


Hal yang sesungguhnya terasa sulit ku lakukan, ia bahkan tak pernah memasang wajah sendu saat anak lelakinya memilih membuang muka dan tak mengakui keberadaannya. Dasar maling kundang modern. Begitu kata Sea dengan desisan bagai dewi ular.


Wanita yang sampai saat ini tak ku ketahui siapa namanya, adalah penggambaran sempurna akan manusia dengan jiwa paling bahagia. Sesekali mereka (wanita tua dan pacarnya--si pemilik buku loak) akan saling berbisik, seolah tengah menyanyikan mantra paling rahasia, seakan itu adalah resep paling manjur untuk tetap hidup. Mereka juga senang berdiri di depan cermin tua dan terkesan horror (kata Sea, saat pertama kali melihat cermin besar dengan kayu jati berada di dekat meja kasir toko buku ini). Mereka akan memutar piringan hitam dengan lagu yang mungkin diciptakan sebelum manusia menemukan teknologi besar seperti sekarang.


"Kami akan berkencan dan bolehkah kami menitipkan toko buku ini?" Itu adalah kalimat pertama pria tua pemilik toko buku. Sebab pria itu lebih sering menjadi seseorang yang menonton (mungkin menonton pacarnya yang mempesona walau sudah tua kala menjelaskan berbagai jenis genre buku-buku fiksi pada Sea yang buta literasi).


"Pergilah, aku akan menunggu kalian di sini." Kataku sembari meringis samar. Menunggu sebuah toko buku tua dengan delikan Sea bukanlah ide bagus, sebab gadis itu akan menjadi berisik seperti saat ini :


"Siapa memang yang mau mencuri di toko buku, dengan buku-buku tua, bau dan tulisan aneh penuh coret-coret." Kata Sea sesaat kedua pasangan manula itu tertelan gang sempit.

Lihat selengkapnya