Di dunia yang berisik ini, sebagian lain memilih membisu, mengasingkan diri lalu memakan habis seluruh jiwanya tanpa seorang pun tahu. Mereka tak akan bersuara sekalipun derita itu melebar hingga kemana-mana. Sebagian yang lain bahkan tak menangis walau seluruh hidupnya diisi penuh dengan ember duka, mereka akan tetap diam mungkin hingga akhir cerita hidupnya selesai.
***
Malam kemarin aku dan Sea melakukan dialog paling sunyi sepanjang aku mengenal gadis itu, tak ada kalimat atau obrolan apapun sepanjang malam hingga menjelang pagi. Aku dan Sea hanya bertukar keheningan dan deru nafas.
Setelah menghabiskan sepanjang malam dengan sepasang manula yang kembali dari berkencan, aku memutuskan untuk pulang dan tak menemui Sea selama dua malam. Sebab gadis itu kekeuh dengan peri, hantu dan monster yang mendiami toko buku loak peninggalan Belanda. Gadis itu benar-benar kekeuh dengan pemikirannya bila mungkin saja lusinan peri warna-warni mendiami lembar-lembar buku kuno. Atau sepasang hantu penasaran menduduki cermin, juga monster besar tengah tertidur di bawah bangunan toko buku itu. Gadis itu membuat ku kesal dengan fantasi-fantasi akan kehidupan penuh sekumpulan hal tak kasat mata. Dan diluar akal manusia.
Aku menghabiskan hari dengan bekerja sembari membuat berbagai origami, mencoba belajar melukis dengan tinta seadanya.
Dan untuk pertama kali sejak aku mengenal gadis itu, ini adalah malam panjang penuh keheningan menyeramkan. Sea membuat tubuhnya bagai patung baru yang tak boleh di sentuh.
"Kau marah padaku?" Tanyaku tak tahan. Wajah gadis itu mirip anak bebek kecebur got. Manyun dan cemberut.
"..."
"Kau tak mau mengatakan apapun padaku?" Tanyaku lagi.
"..."
"Aku benar-benar tidak akan mendapatkan suara mu malam ini? Padahal aku punya cerita baru malam ini."
"Baiklah, aku akan tetap berbicara sekalipun kau memilih membisu. Lakukan apapun yang kau sukai, tapi aku juga akan melakukan apa yang ku sukai. Kau senang membisu kan? Maka aku senang sekali berbicara. Jadi dengar saja."
"Kudengar ayahmu berkencan dengan seorang wanita bersuami di tempat kerjanya. Kau tahu cerita itu Sea?"
"Aku menemukan mereka tengah saling menyukai di sosial media. Kau sudah tahu hal itu juga?"
"Atau kau tahu lebih banyak dibandingkan aku?"
"Yang kudengar wanita itu akan bercerai dengan suaminya, apa ayahmu akan mengawini nya? Bagaimana dengan ibumu yang tak tahu apapun." Lanjut ku tak peduli gadis itu semakin mengeraskan tubuh dan kepalan tangannya, mungkin amarah tengah tercampur di dalam hatinya.
"Sea, meski kau memutuskan untuk tak peduli dengan bagaimana ayahmu diluar sana, setidaknya ajak ia bicara sekali saja dan mungkin ayahmu bisa sembuh." Ayolah, aku terlihat seperti seorang wanita tua bijaksana dengan kehidupan penuh bunga-bunga.
"Ia tak akan sembuh kecuali dengan kematian." Jawab gadis itu akhirnya dengan suara datar. Wajahnya semakin cemberut saat ku perlihatkan bagaimana posting-postingan ayahnya dan pacar baru miliknya.
"Mereka menjijikan sekali." Dengusnya macam bateng adu yang siap menyeruduk siapa saja.
"Sea, kau akan menyesal saat tak bisa melihat ayahmu di sudut bumi manapun." Kataku mencoba bijak meski terdengar terlalu dipaksakan. Memiliki ayah yang sama-sama keparat bukanlah hal mudah, kami harus selalu mengerti kehidupan dewasa dengan pernak-pernik penuh muslihat dan dusta.