Sea, the only one friend

meliahalim
Chapter #14

Tisu, sendu dan lagu-lagu pilu

Kau akan lahir berkali-kali. Jadi tak usah khawatir saat kau jatuh berulangkali.


***


Gadis kecil dalam tubuhku sedang menangis sebab dia kelelahan dalam mengahadapi kehidupan berat ini sendirian.


***


Aku ingin tahu bagaimana awal tisu digunakan, apa si pembuat membuatnya untuk menghapus kotoran, mengelap ingus atau memang untuk mengusap air mata. Apa dulu si pembuat tisu sedang berada dalam perjalanan rumit dan berantakan, kemudian menggemari mengeluarkan air mata tapi tak mungkin terus-menerus menggunakan baju, dengan sapu tangan pun tak seefektif itu.


Apa tisu bisa berfungsi sebagai penghapus luka selain menghapus airmata. Tapi sepertinya tidak. Lupakan ocehan-ocehan tak penting d atas.


Jika orang-orang bertanya apa yang sering kali kami dengar kan di rumah? Adalah lagu-lagu pilu karangan ayah yang berisikan makian saat keinginannya berantakan, nada bicaranya yang tidak menjadi penenang untuk anak-anak yang masih kecil dan kenyataan bila ayah melakukan perselingkuhan sepanjang pernikahan dengan mama.


Aku menjadi orang pertama yang tahu Kegilaan itu dalam usia remaja, membaca pesan-pesan mesra di ponsel ayah adalah keharusan yang kulakukan berulangkali, setiap hari. Selalu ada kejutan yang ayah siapkan untuk kehidupan keluarganya. Berapa lama aku menyimpan segalanya, dua tahun? Lima tahun atau bahkan lebih. Aku adalah anak dengan kesadaran paling penuh meminta mama untuk bercerai kala itu, aku dengan sedikit lelucon memohon agar mama mau berpisah tapi mama yang taat agama tak pernah berani melakukan itu semua.


Aku juga punya pengakuan yang sedikit memalukan, entah bagaimana kalian akan membacanya, tapi aku menyembunyikan fakta bila ayah pernah menjadi gila dan tingga selama kurang dari tempat rehabilitasi. Ya, ayah yang gila wanita pada akhirnya tetap mendapatkan hukuman di dunia ini, dengan menjadi sebenar-benarnya manusia yang kehilangan kewarasan.


Ayah kehilangan pikirannya saat aku masih berseragam putih abu, saat itu aku menghadapi dua ujian. Ayah yang gila dan ujian sekolah dengan tunggakan biaya yang besar. Tidak ada yang tahu tentang kenyataan itu termasuk teman-teman yang paling dekat dengan ku sekalipun.


Aku tertawa-tawa saja saat melakoni peran itu. Aku sudah melakukan kebohongan di usia belia. Tapi apa kau percaya bila ternyata keajaiban dalam bentuk ketidakmungkinan itu benar-benar nyata. Aku mendapatkan peringkat pertama dan nilai tertinggi untuk ujian nasional di sekolah dalam keadaan sedang babak belur. Aku melakukan segalanya dengan baik.


Maka segala rasa sendu yang kini membuat perasaan ku seringkali menjadi abu-abu mungkin adalah hasil perkawinan luka-luka di masa lalu, mereka bangkit menjadi sesuatu yang lebih besar saat dulu ku abaikan, aku menolak luka-luka di masa lalu dan membuat mereka dendam dan membalasnya di masa kini. Betapa hatiku seperti taman bermain untuk segala duka, sedih, cemas, takut, panik, kecewa, frustasi, tawa dan putus asa.


Aku punya satu pengakuan lagi, sebuah kebohongan tentang kematian ayah sebab tabrak lari. Tidak ayah tidak di tabrak. Beliau sengaja menabrakkan dirinya pada sebuah truk yang melaju cukup kencang pada subuh. Ayah yang frustasi sebab cintanya (ayah jatuh cinta pada istri orang dan mereka sering menghabiskan waktu berdua) memilih kembali pada suaminya di banding kan dengan menerima pinangan ayah. Iya, itu benar. Ayah tidak pernah sembuh sekalipun kegilaan pernah ia cicipi, ayah tidak berhenti sekalipun pernah bersujud dan memohon ampun dari keluarga. Ayah benar-benar tidak cukup mampu melakukan pemberhentian untuk segala sikap buruk.


Seandainya ayah tahu aku melakukan perandaian bodoh dengan seorang ayah yang baik dan kembali pada keluarga. Aku benar-benar akan melupakan segala luka seandainya ayah tetap tinggal dan tidak membuat kekacauan sebelum pergi.


***


Kemana mimpiku terbang?


Mengapa ia tak berpamitan?


Apa aku sudah kelewatan sebab mengabaikan segala mimpi karena banyaknya gagal yang tercipta?


Mengapa mimpi itu tak bisa kutemukan lagi?


Bayang lara itu menakuti setiap waktu, membuat pecundang ini makin kebingungan dengan segala isi hati.


Karena kehidupan yang tidak pernah di terima, tidak akan menemukan apa itu bahagia.


Kita adalah pembohong paling payah yang bersembunyi dalam alasan paling memalukan.


Apa yang lebih baik dari menerima kenyataan? Menjalani kenyataan hingga akhir.

Lihat selengkapnya