Seal of Jinn

Karsa Raksa
Chapter #3

CHAPTER 3: MAKHLUK DARI DIMENSI LAIN

“Langit… terbelah.”


---


Tak ada aba-aba. Tak ada peringatan.

Langit di atas hutan rimba dunia jin… bergemuruh.


Bukan suara biasa. Tapi getaran. Dalam. Panjang. Menggulung dari kejauhan, semakin dekat, dan semakin dalam. Seolah-olah dunia itu hendak pecah.


Wowo dan Poci—yang sebelumnya saling berhadapan dalam pertarungan brutal—mendadak membeku. Bukan karena kelelahan. Tapi karena insting mereka… berteriak bersamaan.


Sesuatu datang.


Mereka sama-sama menatap ke atas. Kabut mulai tersedot ke langit, membentuk pusaran. Awan hitam bergulung cepat, seperti ditarik oleh kekuatan tak terlihat. Lalu…


CRAAAKK!!


Retakan membelah langit.


Garis ungu pekat menyebar seperti luka di permukaan kaca, bercabang, merambat, lalu… pecah.


Dari celah itu… muncul siluet. Bayangan besar. Membentuk sosok raksasa bersayap—lebar, tak wajar. Sayap itu tidak mengepak, tapi hanya membentang, menciptakan pusaran energi tanpa gerakan.


Lalu terlihat…


Tanduk.


Dua tanduk panjang melengkung dari kepala makhluk itu, menjulang tajam seperti bilah sabit. Matanya menyala—keunguan, tak berkedip, seolah menembus jiwa siapa pun yang menatapnya.


Dan sosok itu…


Belum menyentuh tanah.


---


Wowo menggertakkan gigi. Aura apinya melemah sedikit. “Apa… itu?”


Poci tak menjawab. Ia hanya menajamkan mata, kedua pedangnya tetap digenggam erat. Tapi tubuhnya, seperti menegang. Seperti… tahu, makhluk ini bukan bagian dari dunia mereka.


Aura makhluk itu bukan jin. Tapi bukan juga dari dimensi manusia. Ia seperti… ketidakwajaran yang menjadi nyata.


Semua hening.


Dunia jin—yang sedetik lalu dipenuhi dentuman dan api—kini seperti dihentikan. Tak ada suara. Tak ada gerak.


Hanya satu… satu makhluk itu… yang kini perlahan turun dari langit.


---


Angin pun takut berhembus.


Pohon-pohon raksasa yang tadi terbakar kini tak bergoyang. Bahkan serpihan abu… mengambang di udara. Tak jatuh. Tak bergerak. Seolah waktu ikut membeku.


Makhluk itu menunduk perlahan. Matanya mengarah tepat ke Wowo… dan Poci.


Seolah memilih.


Wowo menahan napas. Tubuhnya sekuat gunung, tapi kali ini… terasa berat.

Poci melirik ke samping. Napasnya teratur, tapi matanya menyiratkan satu hal: kesiagaan penuh. Ia belum pernah melihat aura seperti ini.

Dan ketika tekanan itu mencapai puncaknya…


DUAAARRRR!!!


Petir ungu menyambar dari langit, menghantam tanah hanya beberapa meter di depan mereka.


Tanah meledak. Batu beterbangan. Hawa panas bercampur listrik memenuhi udara. Tapi tak satupun dari mereka mundur. Tak ada rasa takut. Hanya…


...rasa tertantang.


---


Wowo menyeringai.


“Heh… makhluk ini pikir bisa ngintimidasiku?”


Api di tubuhnya menyala lagi. Bara di bahunya membesar. Aura merah membara di sekeliling tubuhnya mulai kembali aktif.


Sementara itu, Poci memutar pedangnya. Aura petir biru yang sempat menurun… kini kembali menyala. Kilatan cahaya membentuk pusaran kecil di sekitar tubuhnya.


Mereka siap.

Siap untuk apa pun yang terjadi.

Karena bagi mereka… harga diri seorang pemimpin, tidak boleh rubuh.


-----


“Kami bukan makhluk lemah…”


-----


Ledakan petir keunguan masih menyisakan gema panjang. Retakan membelah tanah di hadapan mereka. Tanah basah menghitam. Asap tipis mengepul dari celah.


Tapi Wowo dan Poci tidak bergerak mundur.


Sebaliknya…


Mereka bergerak maju.


Aura Wowo membakar tanah di setiap langkahnya. Palunya kini memanjang, membesar, diselimuti api yang menyala-nyala—bukan hanya dari kekuatan fisik, tapi juga dari amarah yang ditekan sejak kedatangan makhluk aneh itu.


Poci pun melangkah ringan. Tubuhnya sedikit membungkuk ke depan, kedua pedang terangkat. Angin berputar di sekelilingnya, membawa debu dan partikel cahaya biru yang melayang seperti serpihan listrik.


Mereka tak perlu bicara.

Mereka tahu.


Makhluk itu bukan dari dunia ini. Bukan dari klan mana pun. Tapi siapapun dia—ia datang dengan maksud tertentu. Dan maksud dibalik kedatangannya itu… tak bisa diabaikan.


---


Wowo menggeram, lalu melemparkan palunya ke langit seperti tombak raksasa yang menyala. Palu itu melesat, meninggalkan jejak api panjang di udara. Sementara Poci langsung menyusul dari bawah, tubuhnya meledak dalam semburan aura biru yang membentuk garis zigzag menuju langit.

Lihat selengkapnya