Seal of Jinn

Karsa Raksa
Chapter #6

CHAPTER 6: YANG KELUAR DARI HENING

Kabut Tanpa Arah.

 

Kabut... yang tak berasal dari langit...

Aroma hutan yang tak dikenal...

Sesuatu mulai keluar...

Dari tempat yang seharusnya tetap tenang.


Kabut itu muncul tanpa aba-aba. Bukan dari langit. Bukan pula dari air. Ia merayap dari tanah, dari celah-celah gelap yang tidak pernah disentuh cahaya siang maupun api malam. Ia menyusup diam-diam di sela akar dan batuan rimba kuno di perbatasan wilayah Baranaraka dan Bayangrawa.


Kabut itu tidak dingin. Tidak pula hangat. Tapi ia membuat semua yang disentuhnya... diam. Tidak ada burung berkicau. Tidak ada serangga berdengung. Hanya suara pelan dari kabut yang menggulung seperti bisikan nafas yang telah lama mati.


Di selatan Baranaraka, sisi yang berbatasan dengan laut Samudrakala, para penjaga awalnya tidak peduli. Kabut itu biasa, pikir mereka. Namun ketika bayangan-bayangan hitam melintas di kejauhan, terlalu senyap, terlalu seirama... hati mereka mulai gemetar.


Tanpa suara...

Tanpa amarah...

Mereka hanya... bergerak.

Membawa pesan... dari kehendak purba.


Mereka datang bukan untuk menyerang. Tidak ada raungan. Tidak ada benturan senjata. Tidak ada api membara.

Langkah mereka perlahan. Tapi pasti. Terlalu teratur untuk disebut perampok. Terlalu sunyi untuk disebut roh liar. Mereka tidak berbicara, tapi kehadiran mereka memberi tekanan tak kasat mata di udara.

Pohon-pohon tua bergoyang tanpa angin. Kabut menyelimuti akar mereka hingga tak tampak batas antara tanah dan udara. Di dalamnya, para penyusup itu berjalan... seakan tidak benar-benar menginjak bumi.

Beberapa menunduk menyentuh tanah, seolah membaca kenangan yang tersimpan di lapisan debu. Beberapa menatap langit, diam, seakan menunggu komando dari langit yang telah lama sunyi.


-----


Di dalam hutan berkabut Bayangrawa, kabut serupa merayap masuk tanpa suara. Batu-batu hitam di tebing tinggi mulai berembun meski tidak ada hujan. Seekor kelelawar raksasa terjatuh dari langit, tubuhnya menggeliat sebentar lalu membusuk menjadi debu abu-abu. Tak ada yang menyentuhnya. Tak ada yang membunuhnya. Ia hanya... menyerah.


Penjaga barisan hutan kabut utara Bayangrawa yang biasanya berjaga di antara celah tebing mulai resah. Tapi mereka tidak tahu apa yang harus diwaspadai. Tidak ada yang terlihat. Hanya kabut. Hanya bisikan samar seperti gema dari sesuatu yang sangat jauh... atau sangat dalam.


Satu per satu... penjaga batas wilayah Baranaraka dan Bayangrawa menghilang...

Bukan karena serangan...

Tapi seolah... ditelan hutan itu sendiri.


Tidak ada teriakan.

Tidak ada sinyal siaga.

Para penjaga itu hanya... tidak pernah kembali.


-----


Salah satu penjaga perbatasan di sisi tenggara Baranaraka, seorang jin muda bernama Tarka, sempat merasa ada sesuatu yang mendekat. Ia menggenggam tombaknya erat, keringat menetes dari pelipisnya meski udara tidak panas.


"Siapa di sana?" serunya, namun suaranya hanya memantul pelan di antara batuan. Tidak ada jawaban.


Tarka melangkah mundur. Tapi tanah di bawahnya seperti berubah menjadi lumpur pelan, menariknya masuk. Kabut menelannya perlahan, dan detik terakhir sebelum seluruh tubuhnya lenyap, ia mendengar satu suara di kepalanya:


"Bukan giliranmu untuk bertanya."


Di pusat kedua wilayah, para pemimpin klan belum menyadari ancaman itu. Tapi di garis batas, para makhluk penjaga mulai merasakan tekanan yang membuat bulu kuduk mereka berdiri. Hewan-hewan penanda mulai lari dari sarangnya, dan tanah bergemuruh pelan seperti menahan nafas panjang.


Dan di antara rimbunnya pepohonan itu...

Yang diam, mulai bangkit...

Lihat selengkapnya