Seal of Jinn

Karsa Raksa
Chapter #7

CHAPTER 7: KETIKA LAUT BICARA

Dari kedalaman samudera terdalam di dunia jin, di tempat cahaya tak pernah sampai, sesuatu sedang bergerak. Bukan dalam bentuk tubuh, bukan dalam arus biasa… tapi dalam denyut energi yang nyaris tak kasat mata.



Samudrakala — wilayah laut dalam yang selama ribuan tahun nyaris tak tersentuh oleh konflik — kini mulai bergetar. Tapi bukan secara fisik. Getaran ini… menyentuh jiwa mereka yang terikat pada elemen laut. Gelombang kecil merambat perlahan, mengendap di bawah permukaan, seolah menyampaikan sebuah pesan rahasia dari dimensi yang lebih dalam.


Dunia bawah laut Samudrakala bukan sekadar tempat yang sunyi. Ia adalah memori hidup dari zaman para leluhur jin laut — ruang penuh legenda dan isyarat kuno. Di sanalah karang tumbuh dalam bentuk spiral, menyimpan ingatan arus, dan makhluk-makhluk purba yang tak bernama melayang di kegelapan. Di antara mereka, ubur-ubur raksasa transparan dengan urat menyala biru, berenang lambat seperti seorang penjaga perbatasan yang sedang berpatroli untuk memastikan keamanan wilayahnya.


Di dalam istana batu berhiaskan karang biru dan giok laut, berdiri sebuah ruangan meditatif berbentuk spiral yang dipenuhi kristal dan mutiara laut. Cahaya kehijauan dari plankton abadi memantul di dinding-dinding obsidian hitam berlumut, menciptakan suasana magis dan sunyi.


Di tengah ruangan, duduk bersila seorang perempuan berjubah zamrud. Ia adalah Roro, Ratu Samudrakala. Matanya tertutup, tubuhnya tenang — tapi dari auranya yang bergolak, jelas tergambarkan bahwa pikirannya sedang menyelami kedalaman yang tak terlihat.


Ia bukan sembarang ratu. Roro adalah keturunan langsung dari garis darah pertama para penjaga laut, jin-jin yang dipercaya dapat mendengar "bisikan laut" — frekuensi energi yang tak bisa ditangkap oleh jin daratan. Di masa kecilnya, ia pernah tersesat di arus pusaran waktu laut dalam dan kembali dengan kemampuan untuk memahami bahasa gelombang.


Roro — tiba-tiba matanya terbuka.


Bukan suara yang membangunkannya.

Bukan mimpi.

Tapi ketidakseimbangan.

Sesuatu dengan frekuensi gelombang yang tak sesuai.


Roro berdiri. Gaun hijau zamrud yang menyelimuti tubuhnya berpendar lembut, mengikuti gerakannya yang anggun. Ia melangkah keluar dari ruang meditasinya, menyusuri lorong utama istana. Lorong itu panjang dan melengkung, dengan lengkungan-lengkungan karang putih yang membentuk pilar penopang. Di kiri-kanan lorong, ubur-ubur penjaga melayang diam, matanya menyala biru redup.


Arus laut menyapu pelan saat ia tiba di balkon utama istana.



Sesampainya di ujung lorong — balkon utama istana, ia menatap ke atas — ke permukaan samudera yang jauh di sana.


Tenang.

Tak ada badai.

Tak ada pusaran.

Tapi di balik ketenangan itu, arus di kedalaman berkata lain — mengirim pesan halus yang hanya bisa dibaca oleh jiwa yang telah menyatu dengan laut.


Ia menyipitkan mata, lalu menunduk menatap bayangan dirinya di air. Dan di antara bayangan itu… ada kilatan cahaya samar. Seperti memberi gambaran dan isyarat tentang adanya ketidaksesuaian, berasal dari tempat yang sangat jauh.


Ia menutup mata, menyelami lebih dalam arus laut dengan energi dan pikirannya.

Denyut energi aneh itu… berasal dari dua arah berbeda. Satu dari timur. Satu dari barat.

"Bayangrawa… dan Baranaraka," gumamnya.

Dua klan daratan… yang tak pernah bersahabat.


Jika gerbang teleportasi mereka mulai bergetar… maka tatanan dunia sedang dalam bahaya.


Ia hendak melompat ke ruang pengawasan laut dalam, tapi sebelum kakinya terangkat, suara lembut terdengar dari belakang.


"Ratu Samudrakala terlihat gelisah hari ini."

Lihat selengkapnya