Beberapa tahun yang lalu.
Di dapur rumah yang hangat, cahaya pagi merayap lembut lewat jendela, menaburkan keemasan yang merambat di lantai kayu yang terpelihara dengan baik. Suasana tenang, namun penuh dengan kehangatan yang terasa dari setiap sudut. Di sana, seorang laki-laki sibuk dengan kesibukannya—tangannya lincah menggerakkan sendok, mengaduk-aduk wajan yang berisi bahan-bahan yang tak kamu ketahui, tapi aroma masakannya mulai merayap ke seluruh ruangan, menggoda indera penciumanmu. Dari arah dapur, hanya terlihat punggungnya, tubuhnya yang tegap bergerak perlahan seiring gerakannya yang cekatan.
Kamu turun dari lantai dua, langkahmu masih berat, mata yang baru saja membuka masih diselimuti kantuk, dan rambutmu yang berantakan mencerminkan betapa dalamnya tidurmu tadi malam. Piyama yang kamu kenakan melorot sedikit di pinggang, dan meskipun tubuhmu masih setengah terlelap, ada satu hal yang segera membangkitkan kesadaranmu—dia, Reiner. Keberadaannya di dapur ini sudah menjadi rutinitas yang hampir tak terasa, namun tetap mampu menyentuh bagian terdalam hatimu dengan cara yang tak terduga.
Kamu melangkah menuju tangga, kaki-kaki ringan menapaki langkah demi langkah hingga akhirnya menjejakkan diri di ruang dapur yang penuh kehangatan itu. Tak lama, punggungnya yang kukuh dan kehadirannya yang selalu menenangkan membuatmu merasa lebih hidup, lebih hangat di pagi itu. Saat dia menyadari kehadiranmu, senyum lembut langsung menghiasi wajahnya. Senyuman yang sudah sangat kamu kenal, senyuman yang membuat jantungmu berdegup sedikit lebih cepat setiap kali.
"Morning, sayang." Suaranya terdengar lembut, seolah matahari pagi itu memantulkan kedamaian di dalam setiap kata yang keluar darinya.
Kamu berhenti sejenak, menguap pelan, merasakan kantuk yang masih menempel di kelopak mata. Kamu bertanya, suaramu sedikit serak, berusaha menyembunyikan rasa malas yang masih menyelimutimu. "Kamu dari jam berapa ada di sini? Kenapa enggak bangunin aku? Terus sekarang kamu masak apa?"
Reiner tertawa ringan, tawa yang selalu bisa membuatmu merasa sedikit lebih tenang. Tangannya dengan cekatan mengusap keringat yang mulai menetes di dahi, tanpa sedikit pun mengalihkan perhatian dari wajan yang ada di hadapannya. "Aku sampai pas orang tua kamu berangkat ke kantor. Tadi aku lihat tidur kamu nyenyak banget, makanya aku enggak tega bangunin. Dan sekarang aku lagi masak nasi goreng spesial buat kamu. Ada lagi?"
Kebingungan merayapi dirimu sejenak. "Ada lagi apanya?" tanyamu, sedikit bingung dengan kalimatnya yang terdengar samar.
Reiner hanya tertawa kecil, matanya yang cerah itu memancarkan kehangatan yang membuat jantungmu sedikit berdebar. "Pertanyaan yang harus aku jawab."