Catatan:
1Hanbok (한복): Pakaian tradisional Korea untuk penggunaan semi-formal ataupun formal.
2Kimchi (김치): Makanan tradisional Korea yang berasal dari China, adalah salah satu jenis asinan sayur hasil fermentasi yang diberi bumbu pedas.
3Cheonmin (천민): Kelas paling rendah pada zaman dinasti Joseon meliputi gisaeng (penghibur zaman dinasti Joseon), tukang daging, nobi (budak), tukang akrobat, aktor, mudang (dukun), tukang besi, dan penjaga penjara.
4Nanjanghyeong (난장형): Hukuman penyiksaan umum yang diberikan kepada penjahat atas kejahatan yang tidak menjamin hukuman mati otomatis. Jumlah pukulan ditentukan berdasarkan tingkat kejahatan yang dilakukan.
5Chilseok (칠석): Festival ini dirayakan setiap tanggal 7 bulan 7 kalender lunar Korea, festival yang menandakan periode berakhirnya musim panas hingga awal musim peralihan. Festival ini berasal dari festival Qixi China.
6Nongak (농악): Musik pertanian Korea yang dinikmati oleh para petani Korea dalam rangka memotivasi mereka untuk bekerja dengan semangat dan budaya kesenangan.
7Chilseokwoo (칠석우): Air hujan saat Festival Chilseok yang dipercaya adalah tangisan dari sepasang kekasih legenda Gyunwoo dan Jiknyeo yang terpisah karena Kaisar Giok. Air hujan ini dipercaya mujarab untuk mengobati penyakit kulit seperti ruam.
8Twiseongan Nain (퇴선간나인): Pekerja wanita atau pelayan kerajaan Joseon khusus dalam pengaturan makanan.
9Naesojubang (내소주방): Dapur untuk memasak makanan keluarga kerajaan Joseon.
10Memilguksu (메밀국수): Makanan mie soba dingin yang sangat cocok sebagai makanan ringan di cuaca panas, mie soba ini dicelupkan ke dalam saus kedelai berbasis dashi yang disiram dengan es batu. Makanan berbahan dasar tepung ini dinikmati sebelum Chilseok usai, karena akan beraroma tidak enak jika musim dingin tiba.
11Miljeonbyeong (밀전병): Makanan kue panekuk bertepung gandum tipis bisa dalam bentuk gulungan, bisa juga disajikan ke dalam hidangan gujeolpan (구절판) yang terdiri dari 9 makanan berbeda-beda yang terbagi 9 bagian di atas piring kayu berbentuk segi delapan. Hidangan makanan miljeonbyeong sering disajikan pada hari libur tradisional Korea.
12Sangshik (상식): Pekerja wanita kerajaan Joseon dengan pangkat ke-5 junior bertanggung jawab mengawasi persiapan makanan dan lauk-pauk, serta mengawasi dapur kerajaan Joseon.
13Bomo Sanggung (보모상궁): Pengasuh atau pelayan kerajaan Joseon yang merawat para pangeran dan putri kerajaan.
14Sirutteok (시루떡): Jenis kue beras Korea dikukus yang secara tradisional dibuat dengan nasi ketan atau tepung ketan ditutupi dengan kacang azuki.
15Gama (가마): Tandu yang biasa digunakan oleh para bangsawan dan keluarga kerajaan Joseon ketika berpergian.
16Satgat (삿갓): Topi pria berbentuk kerucut yang dipakai oleh rakyat biasa dan petani untuk melindungi pemakainya dari matahari, bisa juga digunakan untuk menyembunyikan penyamaran.
17Manggeon (망건): Ikat kepala yang diikatkan oleh pria dewasa Korea di dahi untuk menjaga rambut mereka, terbuat dari bahan rambut kuda. Ikat kepala ini berasal dari Dinasti Ming asal China, saat itu dinasti Joseon menjalin hubungan diplomatik dengan dinasti Ming mulai tahun 1401.
18Gudeul (구들): Sistem pemanas ruangan tradisional Korea yang juga disebut ondol (온돌) (istilah ondol muncul di zaman modern sekitar akhir abad ke-19).
19Hanji (한지): Kertas tradisional buatan tangan Korea yang terbuat dari kulit bagian dalam pohon daknamu (닥나무) (pohon Murbei), mampu bertahan lama dalam keadaan baik selama 1000 tahun, biasa digunakan untuk perlengkapan sehari-hari dan keperluan rumah tangga seperti dinding, jendela, buku, lantai, sampai peti mati. Disebut sebagai 'Kertas Kehidupan'. Pembuatan kertas pertama kali tak lama setelah lahirnya di China, masa keemasannya terjadi pada saat dinasti Goryeo, dan pada dinasti Joseon kertas hanji terus berkembang.
💮
Bab 3
Musim Gugur bulan ke-9 tahun 1995 di kota Seoul
Sebuah bayangan atau biasa disebut mimpi terlintas di alam bawah sadar seorang anak laki-laki kelahiran 1987 yang berusia 9 tahun (usia Korea), Kang Joo Won, yang sedang tertidur di kasurnya bersama ibunya. Di dalam mimpi Joo Won itu terlihat, suasana di pagi buta sekitar pukul 5 pagi.
Terlihat seorang pria sedang berjalan tertatih-tatih dengan sekujur tubuh yang penuh dengan darah. Luka di dada kirinya dan bahu kirinya terus menerus mengeluarkan darah. Dia memaksakan dirinya untuk terus berjalan meski wajahnya sudah pucat pasi. Rasa lemas dan sakit dari dua luka menyebabkan ia berkeringat dan bibirnya yang putih pucat dan pecah itu bergetar. Hingga pada akhirnya, ia terjatuh lemas tertelungkup di tengah jalan raya yang sepi. Nafasnya tersengal-sengal dengan cepat. Dia tak ingin mati. Pikirannya sangat bertolak belakang dengan keadaan tubuhnya.
Ada sebuah truk pengangkut ikan itu melaju ke arah berlawanan dengannya. Sang supir truk yang tengah asyik mendengarkan lagu dari radio, tidak mengetahui bahwa di depan ada orang yang tergeletak tidak berdaya di jalan. Akhirnya, untuk terakhir kali pria itu hanya dapat melihat sinar cahaya putih dan suara yang begitu kencang menghantamnya.
Hal ini membuat Joo Won terbangun dengan aturan nafas kacau dan keringat yang sudah membasahi kulit di badannya. Sebersit kejadian yang terjadi di dalam mimpinya terbayang-bayang di pikirannya, dia segera memeluk ibunya yang tidur di sebelahnya dengan erat. “Ibu..,” tangisnya sambil bergemataran membayangkan mimpi buruknya itu.
Pagi harinya, ibunya Joo Won hendak membangkitkan diri dari tempat tidurnya, akan tetapi ia merasa ada yang memeluk dirinya. Dia segera membangunkan Joo Won dari tidurnya seraya berkata, “Joo Won, bangun! Sudah pagi ini.”
Terdengar suara lirih dari ibunya, Joo Won mengucek-ucek matanya. Selesai mengucek-ucek matanya, dia melihat wajah ibunya yang sedang menunjukan senyuman padanya, membuat ia ikut tersenyum. Sambil menguap, ia meregangkan tangan dan kakinya. Sesudah itu dia menggesek-gesekkan kedua telapak kakinya yang memakai kaos kaki tebal berwarna putih. “Pagi, bu,” senyuman yang terlihat gigi ditampilkan oleh Joo Won yang masih berbaring di kasur.
Beberapa jam kemudian, Joo Won sudah berada di ruang keluarga. Sambil menggoyang-goyangkan kakinya di sofa, dia duduk menonton acara kartun di televisi. Ibunya yang tengah sibuk menyiapkan sarapan pagi untuk anak satu-satunya. Sesaat kemudian dia membawa makanan-makanan menuju ruang keluarga. Joo Won yang sedang asyik menonton bertanya, “Bu, kapan ayah pulang?” karena Joo Won kangen dengan ayahnya. Di tengah kesibukan, ibunya Joo Won pun menjawab, “Seminggu lagi, Joo Won. Kamu bersabar saja. Begitu pulang, ayahmu pasti akan membawa oleh-oleh.”
Selesai menyiapkan sarapan di meja ruang keluarga, ibunya Joo Won membawa kue ulang tahun yang terdapat enam lilin menyala dengan pelan menghampiri Joo Won Seruan nyanyi dari ibunya mengisi perasaan senang di hari spesialnya Joo Won. “Selamat ulang tahun, Joo Won.”
Dalam waktu yang sama, siaran televisi menayangkan cuplikan berita secara tiba-tiba. “Telah terjadi kecelakaan sebuah truk pengangkut ikan menabrak seorang pria berusia 55 tahun (usia Korea) pada pukul 5 pagi. Korban yang bernama Kang Ji Woo terluka parah pada bagian dada kiri, bahu kiri, dan kepalanya. Korban sempat dilarikan ke rumah sakit, namun dalam perjalanan korban telah mengembuskan nafas terakhirnya. Korban Kang Ji Woo adalah seorang karyawan di perusahaan kota Seoul yang sedang ditugaskan di luar kota.”
Kue ulang tahun terlihat masih utuh. Enam lilin itu masih utuh menyala hingga apinya membuat lilin perlahan melumer. Seperti dengan keadaan yang terjadi sekarang, semuanya tampak hancur. Ibunya Joo Won syok mendengar apa yang diberitakan di televisi itu. Begitu juga dengan Joo Won. Dia tidak sanggup menutup mulutnya yang sedari tadi terbuka karena begitu kagetnya dengan berita itu. Bahkan tidak bisa bernafas sempat terjadi pada dirinya Joo Won karena korban yang diberitakan di televisi itu adalah.. ayahnya!
Bukan itu saja, dia juga kaget dengan kejadian yang sama persis dengan apa yang ada di dalam mimpinya.
“Ayah!!” histeris Joo Won menangis bersesunggukkan.
***
Hitam.
Semua serba hitam.
Banyak orang memakai hanbok1 yang digunakan pun juga berwarna hitam.
Bingkai foto ayahnya Joo Won, Kang Ji Woo, yang berpita hitam dikelilingi bunga-bunga termasuk bunga melati di atas altar. Setelah memberi hormat pada Kang Ji Woo termasuk keluarganya, banyak orang yang datang saling berbisik satu sama lain. Sampai-sampai bisikan ini bergema di ruang khusus dalam rumah duka, tapi bagi ibunya Joo Won itu tidak mendengar suara bisikan orang itu sama sekali. Yang ia dengar hanyalah bisikan penuh kesedihan dalam batinnya sendiri.
Sesekali Joo Won yang berpakaian hanbok hitam itu melihat ke arah ibunya yang ada di sampingnya. Tak tampak seperti biasanya.
Berjam-jam telah berlalu, ruang duka ditutup. Joo Won bersama ibunya pulang ke rumah dengan mengandalkan naik taksi. Sesekali Joo Won menatap ibunya yang terlihat lebih pendiam sekarang. Mereka berdua sama-sama bersedih. Akan tetapi, sangat terlihat dari sudut mata ibunya Joo Won bahwa dia yang paling menderita.
Hari ini hari ulang tahunku yang ke-8. Tapi hari ini ayahku meninggal. Apakah aku harus bahagia karena umurku bertambah atau sedih atas kepergian ayahku? tercanang pertanyaan itu di pikiran Joo Won hingga ia menulis mimpi dan pertanyaan itu di buku hariannya.
***
Musim Semi bulan ke-5 tahun 2003 di kota Seoul
Setelah pulang dari sekolah, Joo Won berjalan menuju tempat kerjanya. Dia bekerja paruh waktu di sebuah restoran kimchi2 karena ibunya mulai sakit-sakitan semenjak kematian ayahnya Joo Won.
Dalam perjalanan, Joo Won yang masih memakai seragam sekolah dan tasnya, berjalan pelan memandang langit malam hari yang memang gelap namun penuh keindahan karena kemunculan banyak sinar bintang dan rembulan bulan purnama.
Suara gemerisik angin sejuk di malam hari tersepoi-sepoi. Mengakibatkan suara dedaunan dari pepohonan maupun bunga-bunganya berderu lembut seiring datangnya embusan angin sejuk. Joo Won menyambut datangnya keindahan malam hari di kota Seoul ini dengan menghirup nafas sedalam-dalamnya. Mengembuskannya sambil memasang raut wajah ceria. Suasana sepi di tengah malam hari, membuatnya tenang. Sangat tenang bagaikan suara turunnya setetes air dari daun menuju air.
Tiba-tiba ketenangan terusik. Terdengar suara gemerisik berasal dari arah kirinya Joo Won, membuat Joo Won sadar dan setengah terkejut. Suara gemerisik tersebut dari dedaunan dan rerumputan seperti saling beradu dicampur dengan suara teriakan histeris dari suara seseorang yang terdengar wanita. Rasa ketakutan campur rasa penasaran menghantui diri Joo Won. Perlahan ia menghampiri sumber suara tersebut. Terlihat seorang laki-laki sedang membunuh wanita dan terkejut melihat Joo Won. Laki-laki itu segera mengambil dompet milik wanita itu.
Wanita itu terbaring lemah di semak-semak, darah mengalir dari tubuh wanita itu mengotori semak-semak yang membuat Joo Won kaget.
Sekilas bayangan itu menghilang. Mata Joo Won terbuka lebar dengan jantung yang berdebar-debar kencang. Rupanya dia tertidur di kursi kasir tempat kerjanya selama 5 menit. Tak ada yang membangunkannya, karena saat itu jam di dinding sudah menunjukkan pukul 3 pagi –sedang sepi-sepi nya restoran itu.
“Apa yang baru saja terjadi?” ungkap rasa kekagetan dan kebingungan Joo Won terhadap mimpi buruknya itu.
Keesokan malam harinya, Joo Won pulang berjalan kaki dari sekolah menuju tempat kerjanya. Dia menghirup udara sedalam-dalamnya sambil terkagum dengan keadaan malam hari yang indah. Namun, dia tersadar. Tindakan yang ia lakukan saat ini sama persis dengan yang ia lakukan di dalam mimpinya. Dia menahan nafas dengan mata yang terbuka lebar lalu memberanikan diri melihat ke arah kirinya. Tubuhnya mulai bergemetaran.
Dia melangkahkan kakinya dengan pelan sambil memegang erat tasnya. Menelan ludah dan berharap bahwa kejadian itu tidak benar-benar terjadi seperti apa yang ada di dalam mimpinya.
Matanya hampir berkaca-kaca karena begitu takutnya. Mulutnya tak mampu berkata apa-apa. Nafasnya serasa seperti berhenti saat itu juga. Dia tak mampu menghela nafas sedalam-dalamnya. Rasanya, dadanya memaksanya untuk menahan nafas sekuat mungkin. Syaraf pada matanya menyuruhnya untuk tidak berkedip dan terus terbuka lebar. Mulutnya kelu untuk berbicara sehingga hanya membuatnya terbungkam saja.
Apa yang ia lihat sekarang adalah apa yang ia lihat di dalam mimpinya. Kesaksian di dalam mimpinya berubah menjadi kesaksian nyata.
Meski sang pembunuh sudah kabur begitu melihat kehadiran Joo Won, dia tetap berdiri mematung dengan arah pandangan mata tertuju pada wanita yang tergeletak tak berdaya di semak-semak. Hingga ada saksi mata lain menghubungi 119 atau nomor telepon polisi.
Lima belas menit kemudian, polisi, ambulan, beserta para wartawan sudah mengepung wilayah ini. Joo Won yang merupakan saksi mata diwawancarai oleh polisi maupun para wartawan. Dia menceritakan semua apa yang terjadi pada pihak kepolisian maupun wartawan. Namun ada satu hal yang tidak ia beritahu.. kejadian perkara ini sesuai dengan yang terjadi di mimpinya.
Itulah yang paling ia takuti hingga saat ini. Dia sangat takut terhadap mimpinya yang selalu menjadi kenyataan. Sedari kecil hingga tumbuh besar, sudah banyak mimpi yang ia mimpikan itu menjadi kenyataan. Dan mimpi yang selalu ia ingat adalah kematian ayahnya yang tragis. Barang peninggalan satu-satunya dari ayahnya adalah kalung bertuliskan ‘Kang’ yang dirajut sekaligus ditulis oleh kakek moyangnya Joo Won.