Catatan:
1Daum (다음): Situs penelusuran / pencarian Korea Selatan yang dibuat tanggal 25 Februari 1995, seperti Google, biasanya orang Korea Selatan menggunakan situs ini daripada Google.
2Gunung Jeongjok (정족산): Gunung ini berada di kabupaten Ganghwa, kota Incheon, Korea Selatan.
3Gunung Taebaek (태백산): Gunung ini berada di kabupaten Yeongwol, kota Taebaek, Korea Selatan.
4Gunung Jeoksang (적상산): Gunung ini berada di administratif Jeoksang, kabupaten Muju, provinsi Jeolla Utara, Korea Selatan.
5Gunung Odae (오대산): Gunung ini berada di kabupaten Pyeongchang, Hongcheon dan pinggiran Gangneung, Provinsi Gangwon, Korea Selatan.
6Institut Kyujanggak / Institut Kyujanggak Studi Korea (규장각한국학연구원): Awalnya adalah perpustakaan kerajaan dinasti Joseon yang didirikan pada tahun 1776 oleh Raja Jeongjo dan bertempatkan di kawasan Istana Changdeokgung tadinya. Dan kini dikelola oleh Universitas Nasional Seoul.
7Dolsot (돌솥): Mangkuk yang terbuat dari batu, biasanya digunakan untuk makanan seperti bibimbap (비빔밥) (nasi campur khas Korea) dan yeongyang dolsotbap (영양돌솥밥) (nasi yang dimasak dengan berbagai herbal dan kacang-kacangan di dalam mangkuk batu).
8Sillok (실록): Kata singkat yang mengacu pada babad Joseon Wangjo Sillok.
9Hangeul (한글): Alfabet yang digunakan untuk menulis bahasa Korea.
10Seungjeongwon Ilgi (승정원일기): Kumpulan buku harian sekretariat kerajaan yang merekam kejadian sehari-hari dan jadwal bertugas para raja dinasti Joseon, mencatat informasi detail mulai dari 12 Maret 1623 hingga 29 Agustus 1910. Buku ini terdiri dari 3.243 volume yang masih tersisa.
11Hanmun (한문): Penulisan karakter China klasik membuatnya berbeda dari bentuk bahasa China modern yang diucapkan.
💮
Bab 4
Musim Panas bulan ke-6 tahun 2003 di kota Seoul
Joo Won membangunkan dirinya yang terbaring di kasurnya. Dia masih mengantuk karena semalam ia terus bekerja sebagai pekerja paruh waktu. Jantungnya masih berdetak kencang, nafasnya juga masih cepat. Keringatnya mengucur dari ujung lehernya hingga ke dadanya. Dengan keadaannya sekarang, ia tampak seperti bermandikan keringat. Keringatnya bukan menandakan dia telah berolahraga atau melakukan aktivitas yang menyibukkan sekujur tubuhnya. Melainkan, keringatnya menunjukan dirinya yang begitu emosional pada mimpi yang dialaminya.
Atas apa yang terjadi dalam mimpinya, ia salurkan kejadian tersebut dalam buku hariannya. Dia mencoba mengingat apa yang baru saja terjadi. Meski dia sudah tak begitu ingat pada mimpinya –karena hanya 80 persen sang pemimpi mengingat mimpinya, akan tetapi, ia terus berusaha memaksakan otaknya memutarkan mimpi itu. Gambaran yang bagaikan otak menjadi mesin kamera dan mata sebagai cahaya, muncul di lamunan Joo Won. Terkadang ia salah menulis di buku hariannya, sehingga membuatnya membuang kertas tersebut dan mengulang kembali.
Mimpi ini adalah sesuatu yang baru untukku. Bagaimana bisa aku memimpikan kejadian yang telah terjadi di masa lalu? kata Joo Won dalam hati sambil menggeleng-gelengkan kepalanya, melihat isi buku harian.
Seusai menulis, ia berjalan keluar dari kamarnya. Menemukan ibunya tengah duduk bertopang dagu pada pahanya yang saling melipat di sofa sambil menonton televisi. “Ibu..?” Joo Won mendekati ibunya perlahan, mencoba memanggil ibunya yang terlihat aneh tak seperti biasanya.
Ibunya segera menoleh ke arah Joo Won dengan tersenyum terlihat gigi. “Ya? Ahh.. Joo Won, kamu sudah bangun ternyata,” terlihat pancaran ceria di aura milik ibunya. “Ibu sudah menyiapkan sarapan untukmu.”
Arah pandangan Joo Won menyeluruh ke tubuh ibunya, dari atas kepala hingga ujung jari kaki dengan tatapan bingung dan sedikit takjub. “Benarkah ini ibuku?” gumamnya bertanya pada dirinya sendiri dengan nada seperti sedang bicara dengan orang lain. Ibunya pun tertawa kecil mendengar gumaman dari anaknya yang berusia 17 tahun (di Korea) itu tampak seperti lucu dan polos.
“Kenapa bisa..?” tanya Joo Won merasa sedikit risih dengan reaksi ibunya.
Ibunya masih tertawa kecil, lalu berusaha menahannya. “Ahh.. seharusnya ibu yang bertanya padamu ‘kenapa’. Apa kamu tak percaya ini adalah ibumu sendiri? Dasar anak tidak tahu di untung, haha..,” desah ibunya yang tetap tertawa meskipun ia berusaha menahannya.
Terlihat Joo Won memiringkan kepalanya sebentar karena ibunya benar-benar tampak tidak seperti biasanya. Kemudian dia menyilang-nyilangkan tangannya berkali-kali, “Tidak, bu. Bukan itu maksud ku,” membela dirinya dari kesalahpahaman yang terjadi pada ibunya. “Hanya saja, ibu tampak berbeda hari ini. Apakah ibu sudah sembuh?” lanjutnya melihat wajah ibunya sudah tak pucat.
“Tak bolehkah ibu sembuh?” tanya balik ibunya yang bermaksud bercanda pada anaknya. “Kamu terkejut karena baru sekarang kamu mengetahui ibu sembuh? Ibu sudah sembuh dari dua hari yang lalu.”
Kepala Joo Won sedikit maju ke depan dengan tatapan cengo mendengar perkataan ibunya, “Sungguh kah?!” kejutnya. “Mengapa ibu tidak memberitahuku?!”
“Huh, kamu ini tuh.. kebanyakan kerja, bekerja, dan bekerja. Sepulang kerja, kamu langsung pergi ke kamarmu dan tidur. Tak pernah menjenguk ibumu yang ada di kamar seberangmu. Kamu tidak akan pernah tahu jika kamu seperti ini melulu. Hari ini kamu baru libur musim panas. Hanya itu yang ibu tahu darimu tanpa ucapan darimu secara langsung.”
Penjelasan dari ibunya membuat Joo Won tak berkutik selama 17 detik. Rasa bersalah mulai muncul di hadapan Joo Won. Pengambilan nafas dimulai. Setelah itu dikeluarkan sebelum dia membalas, “Maafkan aku, bu. Akhir-akhir ini, pekerjaan membuatku sangat lelah. Bahkan sekarang aku ingin tidur. Bisakah ibu menyuruhku pergi tidur sekarang?” dengan lesu dan menggendurkan kedua bahunya. “Libur adalah hari-hari teristimewa untukku.”
Ibunya pun merasa kasihan dan akhirnya mendesah, “Baiklah, ibu mengerti, Joo Won. Libur memang sangat tepat untuk pekerja keras sepertimu,” sambil tersenyum mengangguk pelan.
***
Tak tahu apa yang terjadi padanya. Meskipun Joo Won sudah mengantuk, akan tetapi otaknya memberi isyarat pada matanya untuk tidak tertutup. Rasa gelisah menyeliputi di perasaan bahkan sudah menuju ke otak Joo Won. Dia sangat takut pada mimpinya selama ini. Jika ia menyia-nyiakan waktu, maka dimungkinkan akan seperti mimpi-mimpi sebelumnya. Gagasan itulah sudah hinggap di pikirannya dari ia bangun tidur. Dia merasa bahwa mimpi ini ada makna tersendiri, mengapa sampai mimpi retrokognisi yang langka ini ia alami ketika biasanya ia memimpikan mimpi prekognisi saja? Rasanya mimpi ini seperti masalah yang harus ia tuntaskan. Ingatan akan mimpi itu terus ia bayangkan berkali-kali, hingga dia bergumam sendiri, “Apakah itu film Korea yang berlatarkan dinasti Joseon? Apa hukuman mati itu benar-benar terjadi?”
Karena susah tidur, dia memutuskan untuk keluar. Menurutnya, salah satu jalan keluar adalah menghirup udara segar.
Menghirup udara segar, sudah ia lakukan. Tetapi bayangan dan ketakutan itu masih berada di dalam dirinya. Rasa penasaran turut mendatangi dirinya. Akhirnya keputusan sudah bulat. Dia akan berubah menjadi sebagai seorang detektif ‘mimpi’. Mungkin terdengar konyol, tetapi dia harus selidiki mengapa mimpi itu bisa terjadi.
Joo Won berkunjung ke suatu tempat rental internet yang berada tak jauh dari rumahnya. Komputer dinyalakan dan dia mulai mencari ke situs Daum1 tentang informasi yang berhubungan dengan dinasti Joseon. “Ahh, susah sekali,” komentar Joo Won mendesah mencari artikel tentang dinasti Joseon.
Ketika ia sudah putus asa dan hendak menutup browser nya, tanpa sengaja pandangan matanya tertuju pada tulisan yang bertuliskan, “Joseon Wangjo Sillok adalah catatan sejarah yang menulis raja-raja dinasti Joseon termasuk merekam peristiwa keseharian di istana seperti laporan harian pejabat, perintah-perintah raja dan kejadian-kejadian lain. Keseluruhan volume babad itu disimpan di empat buah tempat penyimpanan yang terletak di pegunungan di seluruh negeri antara lain, di Gunung Jeongjok2, Taebaek3, Jeoksan4, dan Odae5.”
“Ada harapan,” gumamnya mulai tersenyum sumringah. Joo Won segera mencari letak lokasi keempat gunung tersebut. Namun, hanya satu saja yang membuat ia senang yakni, Gunung Jeongjok yang berada di kota Incheon karena akses ke sana nya lebih mudah dibandingkan ketiga gunung lainnya. Joo Won pun segera menulis keempat alamat gunung berada agar tidak bolak-balik ke tempat rental internet. Dan dia memutuskan untuk mencoba pergi ke Gunung Jeongjok terlebih dahulu baru yang lain. Begitu selesai, dia segera membayar biaya main internet nya dan membuka pintu untuk keluar dari tempat rental internet.
***
Pintu langsung tertutup. Kegelapan menyelimuti di kamar anaknya ini. Ibunya Joo Won menggeleng-gelengkan kepalanya sambil mendesah karena kamar anaknya yang berantakan ini. Baju serta celana menetap di mana-mana. Kertas yang dibentuk dalam bola pun tergeletak tak berdaya di lantai kayu yang berkarpet biru tua ini. Bahkan selimut kasur milik anaknya ini tak terlipat dengan rapi. Ini namanya kamar orang pemalas tepatnya bukan orang pekerja keras, gagasan tersebut muncul di pikiran ibunya Joo Won seraya merapikan kamar anaknya. Sudah berapa lama ku tidak melihat kamar Joo Won yang berantakan ini?
Pada saat merapikan kamar anak tunggalnya, sepucuk kertas yang sudah dibentuk gulungan bola terlihat aneh di mata ibunya Joo Won. Tangan kanannya meraih kertas tersebut, dan membuka kertas itu yang sudah lecek karena genggaman kuat dari tangan. Merapikannya dengan tangan meski tetap terlihat tak rapi, namun isi tulisan tersebut masih dapat dibaca oleh mata.
Bola mata berwarna hitam pekat yang berada di mata yang sipit seorang wanita paruh baya –namun ada kerutan di sekitar pelipis tersebut– terlihat sedang menggerakkan dari kiri-kanan seirama dengan kata-kata yang dibaca. Tak ada tanda-tanda kedipan di kedua matanya. Mata tersebut terus menggerakannya dengan pupil yang sudah membesar.
“Joseon?” simpul ibunya Joo Won bingung melihat kertas yang ditulis oleh anaknya tersebut, tepatnya kertas dari buku hariannya yang ia robek karena ada kesalahan kata. Ibunya Joo Won mengangkatkan kepalanya setelah membaca sepintas. Kertas tersebut masih dipegang oleh tangan kirinya.
Tak berapa lama, Joo Won sudah sampai di rumah. Terdengar dari jauh, bunyi pintu tertarik untuk tertutup. Ibunya Joo Won segera tersadar dan menyembunyikan kertas tersebut ke dalam saku roknya. Dan berpura-pura sedang sibuk merapikan meja belajar anaknya, guna menutupi dirinya yang membaca kertas milik anaknya. Sama sekali ia tak menginginkan anaknya berpikiran buruk tentang dirinya.
Pintu tertutup rapat, Joo Won sedikit terkejut dengan keberadaan ibunya yang tengah sibuk membereskan kamarnya. “Ibu?” kejutnya.
“Ya?” terdengar ceria di suara ibunya begitu menoleh ke wajahnya. “Ahh.. kamu sudah pulang.”
Tampak di wajah Joo Won bahwa ia sedang ragu-ragu. Ia ragu-ragu apa sebaiknya ia berbicara pada ibunya tentang dirinya akan pergi ke kota Incheon untuk menyelidiki sesuatu atau tidak. Keraguan itu terukir di mimik wajahnya. Menyadari mimik wajah Joo Won, ibunya bertanya, “Apa ada sesuatu, Joo Won sayang?”
Mendesah. Nafas desahannya menandakan bahwa ia telah memutuskan suatu keputusan. “Hmm.. bu,” panggil Joo Won yang masih ragu-ragu.