Searoma

Dinda Okza D.
Chapter #3

Dia dan Aroma Coklat #3

Kelas Kanaya sudah berakhir sekitar 5 menit yang lalu. Kanaya juga telah mengirim pesan singkat kepada Rian. Tak selang beberapa detik, Rian langsung membalas pesan Kanaya dan memberi tahu jika ia sudah di parkiran gedung tempat Kanaya kuliah.

Setelah membalas pesan Rian, Kanaya memasukkan handphonenya ke dalam totebag dan berjalan menuju parkiran. Tak butuh waktu yang lama, Kanaya sudah berada di parkiran. Ia mencari-cari dimana Rian memarkirkan mobilnya.

Disaat Kanaya ingin berjalan kearah mobil Rian yang sudah ia temukan, seseorang menarik kasar tangan Kanaya. Kanaya tersentak dan hampir kehilangan keseimbangannya.

"Mana tugas gue kemaren!" Bentak laki-laki bertubuh tegap itu. Kanaya menengadah melihat wajah sang pemilik suara. Sedikit terkejut, dengan cepat Kanaya mengeluarkan beberapa lembar kertas dari totebagnya.

"Ini kak," ucap Kanaya sambil memberikan lembaran-lembaran kertas itu.

Laki-laki itu merampas lembaran itu dari tangan Kanaya. Membaca lembar demi lembar, dan menatap Kanaya tajam.

"Ah! Ini masih kurang! Lo bisa nulis gak sih!" Bentak laki-laki itu. Kanaya hanya diam dan menundukkan kepalanya.

Dengan gerakan kesal, laki-laki itu menggulung lembaran-lembaran kertas tadi. Lalu memukul-mukul gulungan tadi ke atas kepala Kanaya.

"Lo itu kalau dikasih keringanan ngelunjak ya, gue gak tau mau memperlakukan lo kayak apa lagi."

Rian yang melihat kejadian itu langsung keluar dari mobilnya dan berlari ke tempat Kanaya berdiri saat ini.

'Bughhh!'

Laki-laki yang memukul-mukul Kanaya tadi tersungkur ke tanah. Kanaya yang melihat itu membelalakkan matanya. Dengan susah payah, Kanaya meminta Rian untuk berhenti agar tidak menimbulkan masalah.

"Rian...udah, jangan dilanjutin. Ntar gue dapet masalah." Ucapan Kanaya tadi tidak begitu Rian dengarkan. Dengan emosi yang mengebu-ngebu, Rian mendekati laki-laki tadi dan menarik kerah baju laki-laki itu.

"Jangan berani lo sentuh Kanaya. Kalau lo masih ganggu Kanaya, gue gak segan-segan untuk bunuh lo!" Rian menjatuhkan laki-laki itu dan menarik Kanaya menuju mobilnya.

Mereka berdua sudah berada di dalam mobil Rian. Kanaya menatap Rian takut, karena sedari tadi mereka masih berada di parkiran. Rian masih enggan untuk meninggalkan tempat itu.

Setelah amarahnya sedikit reda, Rian menghela napasnya dan mengendarai mobilnya meninggalkan parkiran. Selama di perjalanan, tak ada seorang pun yang berani bersuara. Hanya ada suara bising dari luar mobil yang menemani keheningan yang terjadi diantara mereka berdua.

Saat ini, Rian sedang kalut. Ia tak habis pikir, kenapa Kanaya yang ia kenal tidak melawan ketika diperlakukan seperti tadi. Benar-benar bukan seperti Kanaya yang Rian kenal.

"Kan"

Kanaya dengan sigap menoleh kearah Rian, ia sangat tau bagaimana perasaan Rian saat ini. Dengan sedikit nada ketakutan, Kanaya membalas ucapan Rian tadi.

"I-iya yan, kenapa?" Kanaya gugup. Ya gugup dan takut bersatu, Kanaya takut Rian akan memarahinya seperti dulu lagi.

"Lo kenapa kayak gitu sih!" Rian menghentikan mobilnya secara mendadak. Sontak hal itu membuat Kanaya sedikit terkejut.

Rian benar-benar marah saat ini, ia menatap Kanaya dengan penuh amarah. Kanaya yang ditatap seperti itu, berusaha menyembunyikan wajahnya. Ia takut kejadian yang lalu akan terulang kembali.

Lihat selengkapnya