Searoma

Dinda Okza D.
Chapter #1

Dia dan aroma coklat #1

" Mbak, jadi beli parfumnya atau tidak?" Seorang pegawai toko parfum menghampiri gadis yang sudah berjam-jam berdiri di depan rak parfum yang ada di tokonya. Gadis itu menoleh dan tersenyum kikuk.

" Iya. Saya jadi beli kok mbak. Ummm...yang ini, jangan lupa di bungkus rapi ya, mbak. Terima kasih." Gadis itu menyodorkan sebuah parfum kepada pegawai itu. Setelah berlama-lama dalam memilih sebuah parfum akhirnya ia membayar belanjaannya dan berjalan keluar dari toko tersebut.

Merasa telah yakin dengan pilihannya, gadis itu mengeluarkan handphonenya dan memesan ojek online untuk mengantar dirinya ke suatu tempat.

Sudah menjadi kebiasaannya jika membeli parfum akan sangat lama, ia terlalu sibuk mencium segala aroma yang tersedia di toko itu. Bukan karena mencari mana yang beraroma sedap, tetapi ia melakukan itu untuk mengingat hal-hal yang bisa saja ia lupakan.

Setelah tiba di tempat tujuan, ia tidak lupa mengucapkan terima kasih pada sang ojol (ojek online) dan memberi bintang 5.

Dengan ragu ia melangkahkan kakinya menuju pintu rumah yang ia datangi. Bukan karena ia melakukan kesalahan , hanya saja ia takut jika temannya itu tidak menyukai hadiah yang telah ia beli.

"Kanaya!" gadis yang merasa namanya dipanggil itu menoleh ke sumber suara. Dan betapa terkejutnya Kanaya, bahwa yang memanggil namanya tadi adalah orang yang dulunya menjadi bagian dari hari-hari Kanaya.

"Oh, hai Rian," Rian menatap Kanaya bingung.

" Kenapa Kan? " lagi, orang itu membuat Kanaya tertegun. Nama panggilan yang sudah lama tidak Kanaya dengar kembali lagi ia dengar. Sebenarnya Kanaya sudah melupakan semua kisah dirinya dan Rian, tapi semua itu akan teringat kembali secara tidak sengaja jika Kanaya mencium aroma khas Rian, aroma coklat. Ya, aroma tubuh Rian selalu beraroma coklat, sedari dulu hingga sekarang.

"Ah? Gak kenapa-kenapa kok. Yaudah aku masuk ya, Maura udah nunggu, mungkin." Kanaya pergi begitu saja meninggalkan Rian yang masih bingung dengan tingkah Kanaya. Tanpa berpeikir panjang, Rian pun mengikuti langkah Kanaya dari belakang.

Kanaya bergelut dengan dirinya disepanjang jalan. Bukan, ia bukannya tidak bisa menghapus perasaannya pada Rian. Hanya saja memori itu terputar begitu saja di ingatan Kanaya, memori yang benar-benar tak ingin Kanaya ingat lagi. Beginilah derita Kanaya jika ia mencium aroma sesuatu, memori acak dengan tiba-tiba akan memenuhi pikirannya. Dan memori tentang Rianlah yang sangat ingin Kanaya lupakan.

"Eheemmm... ceritanya kalian dateng barengan nih?" Kanaya menengadahkan kepalanya dan menatap Maura aneh.

" Gak, tadi kita ketemuan di depan." Kanaya meringis mendengar suara Rian. Bukan ini yang Kanaya inginkan.

"Aah I see. Yang lain ada di taman belakang Yan, gue pinjem Kanaya bentar ya. Lo ngobrol sama yang lain aja dulu." Rian mengangguk dan berjalan menuju sekumpulan laki-laki yang tengah asyik berbincang-bincang di taman belakang rumah Maura.

Maura menarik tangan Kanaya. Membawa gadis yang kini seperti orang linglung itu ke kamarnya. Sesampainya di dalam kamar, Maura hanya menggelengkan kepalanya dan sesekali tertawa.

Lihat selengkapnya