Pesta yang diadakan Maura berlangsung hingga malam hari. Sekarang sudah pukul 22:30 , dan sebagian dari teman-teman Maura sudah meninggalkan lokasi.
Kanaya menatap langit yang penuh bintang dari tempat duduknya. Ia sudah menghabiskan waktunya untuk bersenang-senang dengan teman lamanya. Besok pagi ia harus kembali bergelut dengan pekerjaan-pekerjaan yang sudah menumpuk.
Maura dan Luna menatap Kanaya dari dari jauh. Mereka sangat tahu beban berat yang selalu Kanaya bawa selama ini, dan melihat Kanaya bermenung sendirian seperti itu membuat hati mereka berdua sakit. Terlebih lagi dengan keberadaan Rian yang masih mengelilingi Kanaya.
"Kok gue kasian ya liat Naya," ucap Luna.
"Sama , gue juga Lun. Selain beban kerjaan sama kuliah dia, Kanaya juga menanggung beban perasaan dia." Maura berniat menghampiri Kanaya. Tapi langkah Maura terhenti ketika melihat Rian berjalan ke arah Kanaya.
Luna memberi isyarat pada Maura untuk membiarkan Rian dan Kanaya berdua. Mungkin mereka memang membutuhkan waktu berdua untuk menyelesaikan masalah perasaan mereka masing-masing. Maura mengangguk dan mengikuti Luna berjalan ke ruang tengah.
Rian memilih duduk di samping Kanaya, ia baru saja mengantarkan Toni dan Aldo ke parkiran rumah Maura. Rian juga tidak tau apa alasan ia belum pulang hingga saat ini. Mungkin karena Kanaya yang masih setia duduk di taman belakang rumah Maura.
Kanaya masih diam, tidak merasa terusik dengan kedatangan Rian. Dengan tiba-tiba, Rian melampirkan jaketnya dibahu Kanaya. Sontak hal itu membuat Kanaya terkejut dan sadar bahwa Rian berada di sampingnya.
"Dingin,ntar lo masuk angin Kan," ucap Rian sambil meneguk minuman yang ada di depannya.
"Makasih." Kanaya menatap Rian. Selalu seperti ini, Rian bertingkah seakan-akan ialah pelindung Kanaya.
Kanaya menghembuskan napas beratnya dan kembali menatap langit. Rian selalu menjadi perusak dalam pikirannya. Bukan karena perasaan Kanaya pada Rian, tetapi perlakuan Rian pada dirinyalah yang menjadi perusak pikirannya.
Rian melirik Kanaya yang masih fokus melihat bintang-bintang. "Gimana kuliah lo?". Pertanyaan Rian membuat Kanaya mengalihkan pandangannya dari bintang-bintang yang ia tatap. Mencari posisi duduk ternyaman, Kanaya mencoba menjawab pertanyaan dari Rian tersebut.
"Baik, lancar kok. Lo sendiri?" Sekarang giliran Kanaya yang bertanya. Rian tersenyum dan menatap Kanaya lekat.
"Gue kangen sama lo Kanaya".
Kanaya melebarkan matanya. Terkejut? Tentu, ia benar-benar tidak pernah mengharapkan kalimat itu tertuju untuk dirinya. Dan yang paling membuat dirinya terkejut ialah Rian yang melontarkan kata-kata itu untuk dirinya.
Entah kenapa, seluruh oksigen terasa menghilang disekitar Kanaya saat ini. Bukan tak sanggup untuk membalas ucapan Rian tadi, hanya saja ia tidak tau harus mengatakan apa pada Rian. Ini benar-benar di luar dugaan Kanaya.
"Eh... Iya," jawab Kanaya gugup.