Seasoning Madventures

Bentang Pustaka
Chapter #2

Sekapur Sirih Mencerdaskan Lidah Bangsa Indonesia

Pada abad ke-15, Indonesia pernah didatangi Inggris, Portugis, dan Belanda yang terbuai oleh kekayaan pangan Nusantara. Keunggulan cita rasa dan aroma khas rempah Indonesia tak tertandingi. Hingga saat ini, sebagian rempah-rempah masih dipasarkan dalam kondisi mentah sehingga nilai jualnya rendah. Menurut FAO, pada 2015 Indonesia menyumbang 21,06% rempah dunia.

Pertumbuhan ekonomi di negara-negara Asia, Afrika, Eropa, Amerika, dan Australia salah satunya dipresentasikan melalui pertumbuhan konsumsi makanan siap saji. Makanan yang dianggap praktis bagi generasi milenial ataupun generasi pendahulunya. Bedanya, jika dahulu praktis menjadi satu-satunya syarat, saat ini telah bermunculan syarat-syarat tambahan seperti enak, sehat, dan halal. Permintaan rempah dunia kian meningkat. Bisnis-bisnis kuliner pun mengalami puncak keemasan.

Bedanya, jika dahulu praktis menjadi satu-satunya syarat, saat ini telah bermunculan syarat-syarat tambahan seperti enak, sehat, dan halal.

Merespons perkembangan tersebut, pemerintah Indonesia membentuk Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) yang membawahi enam belas subsektor ekonomi kreatif. Pada 2015, bidang ekonomi kreatif menyumbang Rp852 triliun atau 7,38% dari total Produk Domestik Bruto. Kuliner merupakan subsektor yang memberi kontribusi terbesar (41,69%), disusul fesyen 18,15%, dan kerajinan 15,70%. Kontribusi pendapatan subsektor kuliner terhadap total PDB diprediksi terus meningkat pada masa yang akan datang. Di samping mendorong pertumbuhan ekonomi dan menciptakan lapangan kerja, kuliner merupakan sarana strategis untuk melakukan branding dalam pariwisata internasional. Kita bisa melihat cara-cara Korea dan Thailand yang sangat agresif memopulerkan cita rasa khas negara mereka melalui budaya populer seperti film.

Aktivitas subsektor kuliner yang meliputi persiapan, pengolahan, dan penyajian produk makanan ataupun minuman merupakan elemen fundamental pendorong industri pariwisata. Gunawan Wibisono (50 tahun) dan Roni Iswara (48 tahun) rupanya telah menyadari potensi tersebut sejak 17 tahun yang lalu. Gunawan memiliki pengalaman yang sangat padat di bidang riset dan pengembangan produk makanan olahan. Juga berpengalaman di bidang quality control serta manajemen produksi. Pernah bekerja di pabrik pengalengan nanas terbesar di dunia. Pun bekerja sebagai manajer di pabrik mi instan terbesar di Indonesia. Sementara Roni, pakar di bidang marketing. Pernah bekerja sebagai manajer pemasaran di pabrik mi instan yang sama dengan Gunawan.

Lihat selengkapnya