Sebagian besar orang tentu sudah pernah mendengar ketiga kisah ini. Kisah yang menekankan pentingnya menggapai mimpi tak peduli betapa orang lain menganggap remeh ide-ide kita. Adalah Harland Sanders, seorang pemilik sekaligus pengelola sebuah motel dan kafe yang sangat sukses di Corbin, Kentucky. Pada usianya yang ke-62 tahun, takdir tak mengizinkannya untuk pensiun. Tempat usaha Sanders tergusur proyek jalan tol. Dalam waktu singkat usahanya bangkrut. Bisnisnya cuma menyisakan resep ayam goreng yang dimasak dalam sebuah panci cepat saji.
Cerita ini bisa saja berakhir menjadi drama yang menyedihkan jika saja Kolonel, panggilan akrab Sanders, miskin imajinasi.
Cerita ini bisa saja berakhir menjadi drama yang menyedihkan jika saja Kolonel, panggilan akrab Sanders, miskin imajinasi. Alih-alih menggunakan resep tersebut untuk membuka gerai ayam goreng yang baru, Kolonel justru memiliki ide untuk menjual “cara pembuatan ayam goreng”. Dia akan membagikan resep rahasianya kepada semua pemilik restoran yang bersedia membayar idenya. Kolonel Sanders pun memasukkan panci, bahan-bahan, dan resepnya ke bagasi mobil dan mulai berkeliling mengunjungi restoran-restoran yang potensial.
Dalam 2 tahun pertama, Kolonel berhasil menjual lima waralaba. Dua tahun kemudian, dua ratus waralaba laris terjual. Empat tahun setelahnya, enam ratus lokasi waralaba tengah direncanakan ketika Kolonel Sanders didekati investor besar yang berniat membeli perusahaannya. Sadar bahwa rahasia kesuksesannya tidak hanya terletak pada resep dan panci, para investor itu meminta Kolonel Sanders bergabung dengan perusahaan mereka sebagai juru bicara. Kolonel melakukannya sampai dia meninggal pada 1980. Saat ini, terdapat hampir 12 ribu restoran KFC yang tersebar di lebih dari 80 negara, dengan penjualan hampir mencapai US$10 miliar setahun.
Sadar bahwa rahasia kesuksesannya tidak hanya terletak pada resep dan panci, para investor itu meminta Kolonel Sanders bergabung dengan perusahaan mereka sebagai juru bicara.
Ide imajinatif kedua datang dari Debbie Fields, ibu rumah tangga berusia 21 tahun yang hobi memanggang cookies. Suatu ketika, salah seorang klien suaminya tersandung lidah dan mengatakan bahwa Debbie tidak memiliki profesi apa pun yang bisa dibanggakan. Debbie pun merasa sedih dan terhina. Teringat akan perkataan ayahnya untuk menekuni apa pun yang dia cintai, Debbie lalu bertekad membuka bakery yang menjajakan cookies hangat dan lezat kepada para pelanggannya. Debbie tak lulus sekolah menengah ataupun memiliki pengalaman bisnis. Namun, perempuan itu bisa membayangkan kebahagiaan orang-orang ketika mencium wangi cookies buatannya.
Berbekal sestoples cookies lezat dan rencana bisnis ala kadarnya, Debbie mendatangi bank untuk mendapatkan pinjaman. Apa daya, cookies itu diterima dengan suka cita, tetapi tidak untuk suntikan dananya. Setelah mencoba berkali-kali, kesabarannya membuahkan hasil. Proposalnya diterima oleh petugas bank peninjau kredit yang tertarik akan antusiasmenya yang sangat tinggi, kendati harus dibayar dengan bunga yang juga tinggi.
Kekuatan Ray Kroc dalam menjalankan bisnis tentu saja bukan berasal dari uang tunai yang dimilikinya. Kroc memiliki gagasan mengenai efisiensi restoran.
Mimpi Debbie pun sebentar lagi menjadi kenyataan. Bakery pertamanya dibuka di Palo Alto, California. Namun, hingga tengah hari, tak satu cookies pun terjual. Dia lalu turun ke jalan dan memberi orang-orang sampel kue. Cara itu manjur. Sampel kue berhasil membuat orang-orang mendatangi tokonya. Sekarang, toko-toko Mrs. Fields ada di seluruh Amerika. Harvard Business School menggunakan metodenya sebagai contoh kasus dalam hal efisiensi. Debbie Fields kini menjadi penulis buku laris, seorang pembicara motivasi yang dicari-cari, dan seorang selebritas.