Desa Wamena Kota, Distrik Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Papua, 2005.
Hari kelulusan itu akhirnya tiba. Dengan senyum lebar, Maria menerima kertas pengumuman yang menyatakan bahwa dirinya lulus dengan nilai nyaris sempurna. Sesuatu yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya, bahwa dirinya akan menerima penghargaan langsung dari tangan Gubernur Provinsi Papua.
Air mata Maria menganak sungai melukiskan selarik kebahagiaan yang begitu menyilaukan di wajahnya. Ibunya memeluk erat tubuh Maria. Hatinya tersayat oleh rasa sesal yang kian menggugah, kala teringat bagaimana dirinya pernah menolak permintaan Maria untuk bersekolah.
"Apa yang akan kau lakukan setelah lulus SMA, Maria?" tanya Bapak Gubernur kepada Maria.
"Sa mo pi ke Jawa1), Bapak Gubernur."
"Oh, itu pilihan bagus. Banyak universitas di Jawa yang bisa kau pilih untuk melanjutkan studimu di sana," kata Gubernur, sambil mengangguk senang.
"Sa mo pi ke Jawa untuk cari Ibu Guru Winar, Bapak. Sa mo kasih tunjuk sama Ibu Guru bahwa sa hebat, seperti Ibu Guru sa pernah bilang. Sa mo kasih tunjuk ke ibu guru, eh, bahwa dia benar waktu dia bilang sa pintar2)."
***
2015. Mengantre di depan tempat pengambilan bagasi yang sibuk, tatapan Maria gelisah. Tiap-tiap sudut, lorong, dan celah di terminal bandara itu seolah berbisik memanggil namanya, memaksanya untuk memalingkan kepala dan menjelajah setiap bentuk benda di sekitarnya. Maria berusaha untuk fokus, tetapi rasa ingin tahunya akan keindahan yang tersembunyi di balik struktur dan objek di sekitarnya memikat pandangannya, membawanya ke dunia kekaguman di dalam pikirannya.
"Selamat siang, Nona. Ada yang bisa saya bantu?" Seorang petugas menghampiri Maria yang terlihat kebingungan, menatap ke arah conveyor belt yang sudah berhenti bergerak.
"Sa pu koper trada keluar, Bapak.³)" Maria menjawab, menatap petugas berseragam biru laut yang berdiri gagah di hadapannya. Petugas itu menatap bingung. Ingin mengatakan ia tidak mengerti apa yang Maria katakan, namun pria itu tidak ingin membuatnya merasa tersinggung.
"Sa pu koper trada keluar, Bapak. Sa bisa cari di mana, kah?" tanya Maria, mengulang lebih pelan. Tangannya menunjuk ke arah conveyor belt.
"Koper Anda? Apakah Anda tidak bisa menemukan koper milik Anda?" tanya petugas, mencoba memahami pembicaraan Maria.
"Ya." Maria mengangguk.
"Boleh saya melihat tiket Anda?" tanya petugas itu lagi, kepada Maria.
Maria mengeluarkan potongan kertas yang didapatnya pada saat ia memasuki Bandar Udara Sentani, Jayapura, menunjukkannya kepada petugas. Petugas menerima kertas lusuh itu, membacanya sekilas.
"Apakah Nona ingat telah memindahkan koper Nona, saat transit pergantian pesawat?" tanya pria itu kemudian, menyodorkan kembali kertas tiket kepada Maria.
"Sa trada pindah sa pu koper kemana pun, Bapak. Mereka trada kasih masuk sa pu koper ke dalam pesawat.4)"