Sebait Rindu untuk Ibu Guru

Kandil Sukma Ayu
Chapter #5

PANCASILA

Hidup di tanah rantau, nyatanya tidaklah begitu mudah bagi seorang Maria. Perempuan muda yang sejak kecil telah terbiasa hidup di alam liar yang penuh kekerasan. Di tempat ini, ia harus lebih banyak bersabar dan menahan diri dalam menghadapi murid-murid di sekolah tempatnya bekerja.

"Ibu Sri. Kenapa eh, murid-murid di sekolah sini tidak begitu hormat kepada guru?" tanya Maria, pada seorang guru yang baru saja berbicara dengan murid laki-laki bertubuh mungil, namun cara berbicaranya sudah seperti kepala suku. Kasar, keras, dan bernada memerintah.

Wanita baya yang dipanggil ibu Sri itu tersenyum, beranjak duduk di depan meja kerja Maria. "Perkembangan jaman, Maria. Teknologi, informasi, ilmu pengetahuan, serta kondisi psikologis lingkungan."

"Teknologi? Ilmu pengetahuan?"

"Ya." Wanita itu mengangguk.

"Tapi ilmu pengetahuan buat kita jadi pintar, eh, bukan semakin bodoh."

"Bagaimana ya, Maria. Aku pun bingung menjelaskannya padamu. Anak-anak memang diajarkan sopan santun dan saling menghormati di sekolah. Tetapi ... teknologi yang semakin maju saat ini, membuat informasi mengalir lebih mudah dan dapat diakses oleh siapapun dan di manapun, tidak harus di sekolah. Impor budaya dan informasi tanpa penyaring, membuat kehidupan orang-orang menjadi lebih kritis."

"Kritis itu apa?"

"Kritis itu lebih teliti. Lebih jeli. Mereka membandingkan kehidupan yang mereka jalani saat ini, dengan informasi yang masuk dari budaya negara lain yang lebih maju."

"Sa tidak mengerti, eh," kata Maria, menatap bingung.

"Begini mudahnya, Maria. Kamu tahu internet?" tanya Ibu Sri. Maria mengangguk. "Nah, kamu tahu kan, bahwa melalui internet, kita bisa mendapatkan jawaban dari setiap apa pun yang kita cari, termasuk kehidupan di belahan bumi lain di dunia ini?"

Maria kembali mengangguk.

Lihat selengkapnya