SEBAMASA

H.N.Minah
Chapter #3

Bab 2 Sepeda Baru Bag. 1

Aku berhenti menatap langit ketika telingaku disapa suara denting bel. Nyaring, juga membawa kenangan. 

Kring-kring ... kring-kring ....

"Pak!" panggilku pada si pengayuh sepeda. 

Sepeda khas dengan boncengan berupa kotak plastik berisi barang dagangan, starling, usaha yang tak punah dimakan zaman. Pas sekali aku butuh penambah stamina untuk melanjutkan 'petualangan malamku'. Namun, yang membuatku tertegun adalah hiasan berupa slenger rumbai berwarna-warni. Memenuhi seluruh bodi sepeda dan mencolok di gelapnya malam.

Wajahnya yang sudah tua dimakan usia berbalik melihatku. Ada secercah asa di sana. Aku melambaikan tangan untuk memanggilnya kembali. Mungkin tadi beliau mengira salah dengar.

Bapak tua itu memundurkan sepedanya hingga sejajar denganku. Rencengan berbagai jenis minuman kemasan memenuhi setir sepeda, sementara kotak plastik di bagian belakang dipenuhi botol juga termos-termos untuk air panas yang tampak berat.

"Apa jualan beliau hari ini kurang laku?" batinku.

"Mau pesan apa, Nak?" tanya bapak tua itu, aku sedikit terkesiap mendengar suaranya yang bergetar. Tubuhnya yang ringkih hanya dibalut baju tipis berlengan pendek dengan celana panjang yang sudah lecek. Juga sebuah topi berwarna pudar bersablon gambar kartun.

"Kopi susu hangat aja, Pak," jawabku.

Menunjukkan jam terbang yang sudah lama, beliau meracik pesananku dengan cekatan. Setelah mengaduk cairan kental berwarna coklat muda beberapa saat, ia menyodorkan gelas kaca itu padaku. 

"Silakan, Nak," ucapnya seraya merapikan barang dagangannya.

Tak lupa kuucapkan terima kasih sebelum menyeruput kopi susu buatannya. Seketika campuran rasa pahit, manis dan sedikit gurih menyapa kerongkongan. Enak.

"Apa Anak tidak takut jalan sendirian malam-malam begini?" tanyanya membuka topik obrolan. Beliau duduk agak jauh dariku. Namun, ucapannya masih bisa terdengar jelas di antara sahut-sahutan kendaraan yang sesekali lalu-lalang di depan kami.

"Saya sudah biasa lewat sini, Pak," jawabku setengah jujur. 

"Hari ini Anak pembeli saya yang pertama. Padahal saya sudah mau pulang, tapi rejeki memang tak ke mana." 

Sudah kuduga jika jualannya hari ini tidak terlalu laku. Terlihat jelas dari toples kopinya yang masih penuh saat beliau membuatkan pesanan. Namun, tak kusangka kalau aku menjadi pembeli pertamanya.

Lihat selengkapnya