SEBATAS FORMALITAS

Linda Fadilah
Chapter #7

AMBIL ALIH KEPERCAYAAN

Suasana menegangkan begitu menguasai perasaan Melody saat ini. Ruangan itu serasa pengap. Mendadak dia membutuhkan banyak oksigen untuk terus bisa banyak bernapas. Namun rasanya seluruh oksigen di sekelilingnya mendadak habis tak tersisa dan memaksanya harus bersusah payah mencari celah dari setiap udara yang berembus.

Gadis itu bingung apa yang harus dilakukan selain menerima keadaan. Keadaan pahit sekaligus tidak masuk akal yang harus paksa dia terima.

 Sial! Mengapa harus ada perjodohan seperti ini?

Tidak ada celah untuk kabur karena Bian tidak mau terlibat dengan itu. Dia memilih untuk pergi dari rumah Melody dan merelakan kekasihnya itu dilamar laki-laki lain. Karena Bian sadar, perkataan akan kalah dengan pembuktian.

Tidak ada cara untuk menolak, karena semua orang yang ada di sana bagai mengintimidasi Melody tanpa ada yang peduli dengan apa perasaan Melody malam ini.

Semesta terasa amat jahat, bukan? Iya. Mungkin! Sampai Melody tidak habis pikir mengapa kejadian ini harus menimpa dirinya sendirian. Tidak ada orang lain yang sudi untuk ikut terlibat atau hanya sekadar berbelas kasihan padanya. Kehidupan ini keras dan dia harus terpaksa terus bertahan di dalam situasi berat seperti ini.

Sekalipun Bian, satu-satunya orang yang Melody percaya. Justru malah meninggalkannya dan telah tega membiarkan Melody memikul beban ini sendirian. Rasanya dunia ini tidak adil.

“Baik, jangan menunggu waktu lama lagi. Dikarenakan malam semakin larut...,” Mita membuka percakapan yang diiringi senyuman dari semua orang. “Silakan untuk Pak Dodi, sampaikan maksud dan tujuannya datang ke sini bersama dengan keluarga besar.”

Dodi tersenyum ramah, mengangguk dan berpaling menatap Melody. Tatapan itu betul-betul mengintimidasi sekaligus ancaman besar untuk Melody.

Gadis itu terus menduga-duga dengan apa yang akan Dodi katakan dan nasib apa yang akan Melody terima nantinya.

“Baik, kita mulai saja acaranya. Di sini saya dengan keluarga besar, ingin mengikat Melody sebagai calon istri dari anak saya, Nada. Dan malam ini kita akan melaksanakan acara tunangan. Meskipun, cukup terbilang sederhana, tetapi demi kelangsungan dan keinginan dari kedua belah pihak keluarga. Kita percepat acara tunangan dan pernikahan.”

Apa? Percepat acara pernikahan? Sudah gila kali, ya?!

Bukannya bulan depan? Melody benar-benar tidak habis pikir dengan jalan pikiran orang-orang yang seenaknya mengambil keputusan seperti ini. Mengorbankan Melody sampai sedemikian rupa. Ini lebih-lebih dari dikorbankan atau dijadikan tumbal!

 Rasanya detik ini juga Melody ingin teriak sekencang-kencangnya, menolak mentah-mentah perjodohan ini.

Perjodohan yang terkesan buru-buru tanpa musyawarah dulu!

Dikata sebuah pernikahan hanya sementara, apa? Pernikahan itu harus dirancang sedemikian rupa, harus didasari keinginan dari kedua belah pihak yang akan menjalankan. Bukan malah lewat perjodohan konyol macam begini!

“Loh? Apa-apaan ini?!” bantah Melody tidak terima dengan intonasi suara meninggi. “Nggak bisa seenaknya gitu dong! Bahkan saya saja tidak mengerti pokok permasalahan apa yang terjadi? Penjelasan Om dan Papa nggak masuk akal buat Melody. Tanpa ada bukti akurat yang bisa Melody percaya...”

“Kamu butuh bukti apalagi, Melody?” sela Mita dengan suara lembut tapi itu terdengar menyebalkan. “Penjelasan tempo lalu dari Pak Dodi dan Papa kamu, memang belum cukup?”

Melody mendengus sebal. “Tante ... jangan kebiasaan deh ikut campur keluarga kayak gini. Ini urusan aku dan Papa. Nggak seharusnya tante masuk ke dalam masalah kita!” bentak Melody dan itu berhasil membuat ricuh keadaan dengan desas-desus orang-orang sekitar.

Mita tersenyum sinis namun dengan sedikit menutupinya dengan keramahan. Dia menepuk tangannya untuk memberi isyarat sekaligus peringatan pada orang-orang untuk tidak ada suara selain suara dia. Dan anehnya, seperti sebuah hipnotis, mereka semua menurut. Suasana kembali hening.

“Papa kamu yang minta untuk Tante atur semua ini. Ya ... Tante hanya ingin membantu kok,” Mita berpaling menatap Herman. “Iya, kan, Herman?”

“I—iya betul, Mbak,” jawab Herman sedikit gugup. Dia berpaling menatap Melody, mengelus punggung Melody lembut. “Sayang, alasannya kan kamu tahu sendiri?”

“Nggak masuk akal, Pa!” Melody menggeleng tidak habis pikir. “Melody pengen tahu buktinya dari semua kerugian Papa.”

“Iya, kan, nanti setelah kamu dan Nada menikah.”

“Apa susahnya sekarang? Atau besok? Kenapa jadi terkesan buru-buru gini sih pernikahannya? Aku mau terima lamaran ini, kalau aku udah dapat bukti dari semua kerugian atau kebangkrutan Papa. Dan juga bukti kalau Om Putra dalang dari semua kerugian Papa.”

Semua diam, bahkan Dodi dan Herman saling bertatapan satu sama lain.

Ekhm...” Mita berdeham, mengambil alih suasana, menyadari situasi antara Melody dan Herman mulai bersitegang. “Gini Melody, kita ambil singkatnya. Apa kamu tahu maksud dari Merger perusahaan dan Akuisisi?”

Melody menyipitkan kedua matanya dengan sebaris kernyitan di dahi. “T—tahu...”

“Oke, singkatnya begini Melody—” Mita yang duduk di sofa lain sebelah kiri Melody, terhalang oleh Herman, memosisikan duduknya lebih menghadap Melody dengan sedikit mencondongkan tubuhnya lebih dekat. “—perusahaan Papa kamu, Melshoes, sedang diambang kebangkrutan atau bisa dibilang di bibir jurang....”

Melody mengangguk paham.

“Nah ... Pak Dodi, sebagai pemilik perusahaan Enisabag, awalnya ingin membeli seluruh saham Papa kamu dengan cara Akuisisi, untuk mendapat kendali atas semua aset perusahaan Melshoes. Tapi, Papa kamu nggak setuju kalau harus begitu.”

Melody melirik Herman. Suasana hening, semua orang yang ada di sana mendengarkan penjelasan dari Mita. Sekalipun itu Melody yang tidak berkutik sama sekali.

“Papa kamu menegosiasi dan mengambil jalan untuk melakukan Merger saja. Dalam artian, menggabungkan dua perusahaan besar. Maka dari itu, terjadilah perjodohan ini untuk pengalihan kepemilikan perusahaan antara perusahaan Melshoes dan juga Enisabag.”

“Pengalihan?” tanya Melody kebingungan.

Sorry ... bukan pengalihan. Maksudnya kepemilikan dua orang besar atau CEO dalam satu perusahaan. Memang bisa saja Pak Dodi dan Papa kamu yang sepenuhnya memegang perusahaan ini, tetapi setelah kami berunding lagi, dan Pak Dodi pernah bilang ‘Waktu semakin lama semakin cepat berputar, dan kami tidak akan selamanya muda, pasti ada masa tuanya’. Betul, kan, Melody?”

Melody mengangguk. Sebetulnya dia tidak ingat sama sekali apa yang Dodi katakan tempo lalu? Yang bisa dia ambil dari permasalahan ini, hanya perjodohan demi keuntungan perusahaan Herman. Sudah, itu saja.

 Namun sekarang dia sedikit agak paham dengan penjelasan Mita yang masuk akal dan tidak bertele-tele seperti Herman dan Dodi di awal mereka pertemuan.

Ternyata mereka melakukan Merger perusahaan. Dengan demikian, para pemegang kedua perusahaan sebelumnya, memang harus saling berkaitan.

“Nah ... dimasa tua nanti, pasti harus ada penerusnya dong? Iya, nggak?” tanya Mita dan Melody hanya mengangguk paham. “Dan penerusnya juga harus dari keluarga inti. Nggak mungkin dong Tante atau anak Tante yang terusin?” Mita tersenyum sumir namun tersirat kelicikan dari senyumnya yang tersungging.

Semua orang di sana tersenyum. Terkecuali Nada, yang sedari awal diam saja dengan memasang wajah masam.

“Untuk itu, dilakukan perjodohan ini guna untuk kamu dan Nada menjadi penerus perusahaan. Kalau semisal kamu berpendapat, ‘Nanti bisa dengan keluarga masing-masing misalnya keluarga Melody setelah menikah dan keluarga Nada setelah menikah’ itu bisa saja memang. Tetapi, apakah lebih afdal jika kalian menikah dan mengurusnya bersama-sama? Tanpa harus melibatkan orang lain lagi di dalam keluarga masing-masing?”

Melody diam dengan terus mencerna setiap kata yang Mita ucapkan. Dia meremas ujung jas yang dia pakai dengan kedua telapak tangan berkeringat basah. Dia betul-betul tidak bisa berkutik dan berkata-kata lagi.

Sial! Penjelasan Mita betul-betul masuk akal dan berhasil mencuci otak Melody untuk mempercayai alasan kuat perjodohan ini.

Iya! Menjadi penerus perusahaan besar yang telah di Merger. Meski Melody sama sekali tidak ada niatan untuk terjun ke dalam bisnis Papanya apalagi untuk memegang dua perusahaan besar sekaligus seperti ini.

“Jadi, intinya di sini ... inti dari semua perjodohan ini, yang pasti membuat kamu bingung dan kaget tentunya...,” Mita menyunggingkan senyumnya. “Perusahaan Melshoes dan Enisabag melakukan Merger perusahaan dengan berniat untuk mengalihkan kepemilikan perusahaan kepada kamu dan Nada setelah menikah nanti. Jadi, kamu dan Nada akan sepenuhnya menjadi CEO perusahaan kalian. Tentunya juga, dengan nama perusahaan baru.”

“Baik, untuk perubahan nama, nanti kita akan adakan meeting lagi,” kata Dodi berkomentar sekaligus memecah keheningan. “Nanti Melody juga ikut meeting untuk pengubahan nama ini.”

“Dan ini alasan kita untuk segera melangsungkan pernikahan kalian,” kata Herman ikut berkomentar. “Ada yang perlu kamu tanyakan lagi, Melody? Soal perjodohan ini? Apa masih kurang jelas?”

Lihat selengkapnya