SEBATAS FORMALITAS

Linda Fadilah
Chapter #11

HARI SAKRAL

Di pagi hari kantor Astreo Magma gempar dengan sebuah kabar Melody akan menikah. Saat Melody baru menjejakkan kakinya di lobi, perhatian semua orang terpusat padanya. Memang itu hal lumrah yang selalu Melody dapatkan setiap pagi, tetapi pagi ini berbeda. Mereka berbondong-bondong mendekat pada Melody bahkan sampai mengerumuni gadis itu untuk menjabat tangan dan mengucapkan kata selamat.

“Bu Melody selamat, ya!”

"What? Selamat?” Melody mengernyit. Dia betul-betul kebingungan maksud dari kata ‘selamat' itu apa?

“Iya selamat, akhirnya melepas masa lajang juga. Hihi...” Astri, sekretarisnya itu tahu-tahu menjabat tangan Melody dengan bangga. Lebih bangga dari mendapat deal dari klien.

Melody semakin mengernyit heran, dia tidak merespons apa-apa selain diam. Bahkan dia bingung, dari mana mereka bisa tahu? Lantas pandangannya menengadah sekitar dan tertuju ke arah meja lobi, terdapat amplop undangan berwarna putih dengan pita merah maroon.

Bergegas Melody menyambar amplop itu, terdapat nama Melody dan Nada di bagian depan. Dia membuka isinya, terdapat surat undangan berwarna merah maroon di sana dan tertera namanya beserta nama Nada tertulis, dengan segala embel-embel ucapan syukur, turut mengundang dan segala macam.

“Dapat dari mana ini?” tanya Melody, pandangannya menyelidik semua orang di sana. Menduga-duga siapa dalang di balik penyebaran surat undangan ini?

“Dari ojol tadi pagi-pagi banget ke sini,” jawab salah satu penjaga lobi, Galih. “Katanya ini undangan pernikahan Bu Melody untuk perusahaan Astreo Magma dari Pak Dodi dan Pak Herman, kalau tidak salah.”

Rupanya, hal gila yang dilakukan Dodi dan Herman kemarin mengambil alih kendali tidak cukup sampai di situ. Dengan cara menyebarkan surat undangan itu, lambat-laun orang-orang akan mengetahui pernikahan Melody dan mungkin saja, mereka juga akan tahu bahwa pernikahan Melody ini hanya pernikahan terpaksa karena perjodohan dari kedua belah pihak perusahaan.

“Tapi, Bu ... emm maaf ... bukannya pacar Bu Melody namanya Bian, ya? Yang sering ke sini itu? Kok itu malah ... Nada?” tanya Astri dengan intonasi suara yang sangat hati-hati. Bahkan sangat pelaaan namun masih bisa di dengar.

Melody memejamkan mata, berusaha menetralisir semua pikiran dan emosi yang bergelut di kepala. Sebisa mungkin dia tidak meluapkannya di sini, karena tidak sepatutnya pun begitu. Dia juga tidak bisa berbuat apa-apa selain pasrah dan menerima keadaan. Karena cepat atau lambat, mereka semua pun akan tahu soal kabar itu.

Gadis itu hanya menjawab dengan senyuman, melengos pergi meninggalkan sejuta pertanyaan yang bercokol di kepala orang-orang yang penasaran perihal pertanyaan Astri.

***

Melody menghempaskan punggungnya ke sandaran kursi kerja dengan kepala mulai pusing tak karuan. Kabar soal surat undangan yang sudah tersebar itu berhasil menyita seluruh perhatian Melody pagi-pagi begini. Dia tidak habis pikir dan tidak bisa untuk berkonsentrasi. Isi kepalanya dipenuhi dengan sederet pertanyaan orang-orang soal hubungannya dengan Bian.

Dan sekarang nama yang tertera di surat undangan justru nama orang.

Mau bagaimana lagi? Selain menyiapkan telinga dengan sederet gosip yang nantinya tersebar.

Ponsel di dalam tas itu berdering, dia mengambil ponsel itu, menatap layar dan ternyata pesan masuk dari grup.

1 New Massage

Melody terduduk tegak, dia terkejut melihat pesan masuk dari kedua kawannya kalau ternyata mereka juga sudah mendapat surat undangan pernikahan Melody.

Shit!” Cewek itu memukul-mukul dahinya karena tidak habis pikir dengan yang sudah Herman dan Dodi lakukan sampai menyebarkan surat undangan tanpa Melody ketahui bahkan tanpa persetujuan Melody. 

Melody menghela napas berat, menghembuskannya ke udara, menghempaskan punggungnya ke sandaran kursi. Entah ucapan itu seharusnya memberi semangat atau justru malah mematahkan. Melody langsung menutup penuh wajahnya dengan telapak tangan.

Lagi pun, dia tidak bisa melakukan apa-apa selain pasrah. Dan surat perjanjian itu menjadi pegangan untuknya saat ini hingga nanti. Hingga waktu yang telah ditentukan Melody. Karena dia adalah tipikal perempuan yang akan selalu berkomitmen dengan kata-kata dan janjinya.

***

Dari angka 1-10, persiapan pernikahan Melody dengan Nada sudah mencapai angka 7,5. Progresnya begitu cepat, karena keluarga mereka yang mengatur semuanya. Mereka ingin semuanya dilakukan dengan cepat, tetapi dengan kualitas terbaik dan tidak memalukan apalagi mengecewakan.

Dari mulai jasa wedding organizer yang terkenal sangat mewah dan mahal di Ibu Kota Jakarta, sampai fitting baju dari keluarga Nada. Butik yang terkenal dengan kemewahan dan elegan di setiap desain bajunya.

Hari Minggu tiba. Hari di mana fitting baju sesuai rencana. Nada sudah ada di rumah Melody pagi-pagi, kira-kira pukul delapan dia sampai di sana sesuai janji dengan Herman dan Ani, tetapi tidak dengan Melody. Saat Nada sampai, gadis itu baru saja bangun dari tidurnya yang lelap—itu pun dibangunkan Bi Tini—meski dengan marah-marah dan drama, akhirnya dia mau mandi juga.

Dan parahnya, sudah dua jam Melody belum juga keluar kamar.

Cowok itu berdecak berkali-kali dan tak henti-hentinya melirik jam di pergelangan tangannya. Raut wajahnya sudah tak enak untuk dilihat—masam—kalau saja bukan karena orang tua, mungkin Nada sudah pulang dari pada harus menunggu perempuan lelet seperti itu.

Dia nyaris ingin menyerah, karena Nada tipikal laki-laki yang tidak suka mengulur banyak waktu, apalagi acara penting seperti ini. Dia berdiri, melangkah perlahan menuju ruang keluarga—dengan alasan untuk pamit pada Ani atau Herman—dan menunggu Melody di tempat butik saja.

Namun, baru saja Nada mengintip ke arah sana, muncul sosok yang sedari tadi menguji kesabarannya. Melody. Gadis itu pagi ini berpakaian kasual, mengenakan kaus lengan pendek berwarna putih yang dipadu dengan jas berwarna kuning mustard dengan model setengah lengan, dia juga mengenakan celana jeans warna light blue dan high-heels senada dengan jas. Rambutnya terurai panjang dibuat bergelombang.

Penampilannya terlihat sangat cantik dan rupawan. Dengan riasan wajah yang tidak begitu mencolok dengan lipstik ombre merah dan nude. Karena bagi Melody; memberi kesan terbaik dalam penampilan adalah hal yang mutlak.

Untuk kedua kalinya, Nada terkesima begitu melihat penampilan Melody yang terlihat sangat cantik dan elegan. Laki-laki itu sejenak terpaku memandangi Melody tanpa berkedip.

“Helloowww!!” Melody melambaikan tangannya, membuat Nada mengalihkan pandangan. “Biasa aja lihatin gue-nya.”

“Udah selesai?” Nada melirik jam di pergelangan tangannya. “Buruan, nanti terlalu siang.”

“Oke.” Melody kembali berjalan, meninggalkan Nada.

Lihat selengkapnya