SEBATAS FORMALITAS

Linda Fadilah
Chapter #12

FAKE BRIDE

Resepsi langsung diadakan sesaat setelah akad. Nada dan Melody tidak ingin berlarut-larut, apalagi menurut Nada ini tidak terlalu penting. Membacakan ijab kabul dengan satu tarikan napas saja sudah lebih dari cukup baginya. Meski, dengan gagal satu kali dalam pengucapan nama, tapi itu tidak masalah dan bisa dikategorikan maklum karena untuk kali pertama.

Melody dan Nada harus bertahan menahan pegal lama-lama berdiri untuk menyambut tamu yang datang, ditambah lagi harus memasang senyuman palsu untuk menafsirkan kalau mereka bahagia dengan pernikahan ini.

Awal drama pernikahan dimulai.

Banyak sekali tamu undangan yang hadir mengucapkan kata selamat dengan gembira dan tidak percaya bahwa mereka akhirnya menikah juga. Astri datang bersama Pak Angga dan rombongan karyawan Astreo Magma. “Akhirnya, ihiy! Nikah juga Bu Melody,” Astri mendekat, berbisik di telinga Melody. “Ganteng juga, Bu, suaminya. Ternyata CEO Enisabag.”

Siapa sih yang tidak kenal Nada? Yang wajahnya selalu terpampang di berbagai media sosial, majalah dan juga baliho di jalan raya, sebagai pengusaha atau CEO termuda yang berhasil mengangkat nama perusahaan Enisabag semakin mendunia. Dan selalu menjadi motivator muda di berbagai acara.

Bahkan semua perempuan di sana mengiri melihat Melody berhasil mendapatkan seorang Nada Melviano.

Tapi tidak untuk Melody. Bahkan, dia tidak peduli dengan apa ketenaran Nada di khalayak umum.

Melody mengesah. Dia tidak mengindahkan, hanya membalas dengan senyuman.

“Ya ampun, akhirnya Melody menikah juga,” kata Pak Angga. “Akhirnya ada yang bangunin Melody setiap pagi.”

“Pak ... apaan, sih?” Melody mendelik. Kesal juga mendengar sindiran Pak Angga. Dia paham karena dia selalu saja telat hampir setiap hari. “Nggak ada hubungannya.”

“Eh, salah kali, Pak,” sahut Galih. “Yang ada telat bangun, laaaahhh. Dibuat nyaman mulu tiap hari. Hihi!”

Melody memutar bola matanya malas. Dia sungguh tidak senang mendengar gurauan mereka semua. Bukannya Melody baper, bukan! Tapi mereka tidak tahu saja kalau pernikahan ini tidak didasari dengan cinta. Beda cerita kalau dia menikah dengan Bian, tentunya.

“Eh, ingat Melody. Sudah nikah tolong itu kadar leletnya dikurangi, ya? Kasihan suamimu kalau kamu lelet, nanti keburu ....” Pak Angga menarik ujung bibirnya meledek. Entah lah, Melody tidak mengerti apa maksud Pak Angga.

“Pak ... jangan diledek sekarang, nanti malah buyar pikirannya ke mana-mana. Grup, kan, ada Pak,” sahut Galih kemudian melirik Melody.

Melody merasa dirinya akan jadi bulan-bulanan nanti malam di grup Astreo Magma. Dia berencana untuk tidak mengaktifkan ponselnya seharian penuh. Daripada harus mendapat ledekan yang bisa buat bulu kuduk merinding dan juga mual-mual.

“Apaan sih kalian? Udah ah, foto dulu. Antrean panjang tuh!” Melody berusaha menghentikan aksi ledekan mereka, dengan mengalihkan untuk sesi foto dan menjadi antrean panjang menjadi alasan.

Mereka semua mengatur posisi, ada yang di bawah berjongkok dan ada juga yang membungkuk karena tidak muat jika semua berdiri di samping kedua mempelai, untuk mencari posisi yang pas agar wajah mereka terlihat.

Tamu-tamu yang datang tidak ada hentinya, itu sama saja membuat kedua pipi Melody pegal harus menampakkan senyum palsunya. Dia hanya bisa merutuk dalam hati; kapan acara ini selesai? Gue capek ya Tuhan!

***

“Gue udah janji sama Melody nggak bakalan datang ke sini.”

“Ih udah buruan! Buat apa gue nungguin lo lama-lama, kalau akhirnya lo nolak gini? Tahu gitu gue dari subuh sama Pinkan ke sini!”

Bian menghela napas jengah. Sedari kemarin Jessie memaksa Bian untuk datang ke pernikahan Melody. Meski Jessie tahu kalau Melody tidak mengundang Bian dan pastinya Herman juga tidak mengundangnya.

Tapi dengan lancang Jessie malah mengajak Bian untuk datang ke acara pernikahan Melody. Padahal, sebelumnya Bian dan Melody sudah membuat kesepakatan, demi kesehatan hati dan perasaan Bian, Melody melarang Bian untuk datang ke acara pernikahannya.

Namun, ternyata Bian harus mengingkari janji itu, saat Jessie memaksa dirinya untuk ikut hadir. Awalnya Bian menolak dengan alasan jaga malam, tapi Jessie tak peduli. Dia rela menunggu sampai Bian pulang. Bahkan Jessie sengaja tidak membalas dan menerima panggilan telepon dari Pinkan dan tanpa mengabari kalau dia datang membawa Bian.

“Udah buruan ih! Gara-gara lo lama jadi keburu resepsi, kan?! Gue tadinya pengen menyaksikan akad Melody, melow apa nggak. Lo sih, ah!” Jessie terus saja merutuk kesal dengan air wajah tak enak untuk dilihat. Seharusnya dia berpenampilan elegan dengan dress berwarna merah maroon yang dia pakai sesuai dengan dresscode pernikahan dan riasan wajah yang full make-up, tapi justru membuat dia tidak enak dilihat karena memasang raut wajah masam.

“Dih, malah salahin gua. Capek deh gua ngomong sama cewek!”

Jessie men-scan barcode di meja tamu, sementara Bian tidak, karena dia tidak punya akses untuk masuk ke sana. “Udah lo nggak usah!” Jessie menarik tangan Bian masuk ke dalam.

Perasaan cowok itu campur aduk tak karuan, terlebih dia melihat dekorasi pernikahan Melody yang sangat mewah dan elegan, penuh dengan hiasan mawar merah. Sesuai dengan impian dan rencana Melody kalau mereka berdua menikah. Dia tidak bisa membayangkan bagaimana suksesnya Melody membuat Bian semakin hancur dan merasa rendah karena dia tidak bisa mewujudkan mimpi Melody.

Manik mata Bian meneliti setiap dekorasi yang mendominasi warna merah maroon dan putih. Banyak bunga-bunga tentunya sebagai dekorasi utama, banyak juga sponsor dari berbagai Brand ternama di sana.

Di layar monitor yang terpasang di atas Peterakna pengantin, menampilkan kamera terarah pada Melody dan Nada yang tampak bahagia dengan senyuman ramah menyapa para tamu undangan. Perasaan Bian sangat sakit, sayatan itu semakin dalam ketika dia melihat gaun yang dikenakan Melody berasal dari Rim Collection, butik yang sering Melody bicarakan pada Bian.

Lihat selengkapnya