SEBATAS FORMALITAS

Linda Fadilah
Chapter #14

KONSEKUENSI

Rupanya peran untuk menjadi istri yang baik tidak bertahan lama, setelah kepulangan orang tua mereka, muncullah watak asli Melody. Gadis itu mencaci maki, mengucapkan sumpah serapah berkali-kali bahkan memukul tubuh Nada tanpa ampun. Meluapkan semua kekesalan yang tertahan saat mereka sedang berkumpul, Nada dengan sengaja menyentuh serta memeluk Melody berkali-kali dan melenceng dari surat perjanjian mereka.

“Sialan lo! Kurang ajar!”

“Awww!!! Sakiiitt, Mel! Lo kenapa sih kayak kesurupan reog?” Nada berusaha keras menahan tangan Melody dan melindungi dirinya dari pukulan gadis itu.

“Lo ingkar, ya, sama surat perjanjian!” Napas gadis itu memburu, dadanya naik turun begitu juga dengan wajahnya yang merah padam. “Lo boleh sentuh gue di depan keluarga, tapi sedikit! Bukannya malah peluk-peluk gue! Ambil kesempatan mulu lo!”

“Apaan sih lebay banget! Yang jelas gue nggak melakukan hal di luar menyentuh, kan? Itu masih wajar dan nggak bakalan bikin lo hamil!”

“SIALAN!” Melody kembali memukul Nada tanpa ampun. “Berani lo kayak begitu lagi, mati lo!”

“Iya-iya ampun! Udah dong, sakit!” Nada berusaha memegang tangan Melody untuk berhenti memukulinya. Akhirnya berhasil. Namun yang Nada lakukan justru kembali mengundang amarah Melody.

“Kan, ambil kesempatan lagi lo sentuh gue!” Gadis itu memberontak, memaksa Nada melepaskan cengkeraman tangannya di pergelangan gadis itu. “Lepasin gue, sialan!”

“Ya udah makanya lo diem jangan ngereog kayak begini!” Perlahan Nada melepaskan tangan Melody. Setelah betul-betul lepas, dia melangkah mundur menjauh. Menjaga jarak dan mengantisipasi kalau-kalau gadis itu ngamuk lagi.

Melody menghela napas panjang, menghembuskannya perlahan. Berusaha meredam emosinya yang bergejolak. Dia menatap tajam Nada, lalu bergegas pergi dari rumah itu, menuju mobil.

Sementara Nada, masih diam di tempat. Memandang punggung Melody menjauh. Dia tidak menyangka bahwa amarah Melody seseram itu. Bahkan Melody lebih seram daripada Singa betina yang kelaparan.

***

Di perjalanan, Melody misuh-misuh, dia masih belum bisa menerima perlakuan Nada yang seenak hati menyentuh tubuhnya. Panas sekali kuping Nada mendengar samar-samar umpatan Melody yang begitu kasar, belum lagi sumpah serapahnya—bikin ngeri.

Baru saja setengah perjalanan, belum sepenuhnya sampai di hotel, tahu-tahu Melody meminta berhenti. “Berhenti di pinggir.”

“Hm? Ngapain?”

“Jangan banyak tanya! Udah buruan sebelum gua ngereog lagi!”

“Turun? Di sini?” Nada melirik ke luar, tidak ada toko atau pedagang kaki lima. Betul-betul di pinggir jalan besar. “Ngapain, Mel? Mau jalan? Masih jauh loh?”

“Lo nanya sekali lagi gue bunuh!”

“Jangan asal ngomong gitu deh, Mel. Jangan dijadiin bercanda. Udahlah masalah tadi gua akui gua salah, gua minta maaf. Maaf udah berlebihan.” Nada berusaha memohon pada Melody untuk tidak turun di tengah jalan begini. Bukan apa-apa, cuaca siang ini cukup terik sedangkan kendaraan mulai padat merayap dan jarak masih terbilang lumayan.

“Pokoknya turunin gue!”

“Gue nggak mau lo diculik, ribet nanti gue disuruh nyari,” Nada berniat untuk bercanda namun semua itu gagal. Justru Melody melemparkan tatapan tajam. “Oke-oke. Sebentar.”

Nada mengesah panjang, dengan berat hati dia menepi saat sudah memastikan jalanan tidak terlalu macet dan tidak menghalangi kendaraan lain. Gadis itu membuka seatbelt, mengulurkan tangan dan membuka pintu kendaraan. Dia melangkahkan kakinya turun, tanpa membuang-buang waktu, gadis itu berlari kecil menghampiri mobil yang ada tepat di belakang mobil Nada berhenti.

Cowok itu mengernyit heran, menatap lekat mobil itu di kaca spion tengah dan saat dilihat-lihat lebih jelas, samar-samar ternyata itu Bian. Mobil yang ditumpangi Melody melaju pergi menyusul mobil Nada yang masih berhenti. Pandangan Nada mengikuti pergerakan mobil itu.

Nada merasa menyesal karena telah kelewatan melakukan drama di depan keluarga. Mungkin saja kalau Nada tidak begitu, bisa jadi Melody sekarang ikut dengannya pulang ke hotel.

Nada mengeluarkan ponsel, berusaha menghubungi seseorang dan nomornya tertuju ke Aldo. Dia menghubungi sahabatnya itu.

“Do, di mana? Bisa ketemu, nggak? Di tempat biasa, ajak Bayu juga. Gua OTW sekarang.”

***

“Kenapa bete gitu, sih?” Bian melirik perempuan di sebelahnya itu dengan tatapan teduh dan suara yang lembut, itu berhasil membuat amarah Melody yang semula menggebu, akhirnya berangsur-angsur meredam.

“Kesel banget sama cowok itu.” Melody enggan menyebut nama Nada di depan Bian.

“Kenapa, sayang? Cerita dong sama aku,” Bian mengelus lembut pipi kekasihnya itu. Meski dia harus membagi pandangannya dengan jalanan.

Melody memegang lengan Bian yang ada di pipinya dan memilih menggenggamnya. “Kesel banget dia ambil kesempatan malah peluk-peluk aku di depan keluarga.”

“Hm ... kan, sesuai surat perjanjian.” Sebetulnya hati Bian sakit juga saat mendengar perkataan Melody. Tapi dia berusaha bersikap sebijaksana mungkin.

“Tapi dia kelewatan!”

“Cium kamu?”

Lihat selengkapnya