SEBATAS FORMALITAS

Linda Fadilah
Chapter #15

INVESTIGASI

Tiga malam menginap di hotel rasanya seperti seabad. Apalagi Melody harus satu kamar dengan Nada dan hampir menghabiskan waktu bersama di dalam kamar sana. Rasanya suntuk, waswas, berjaga-jaga dari sesuatu hal yang tidak diinginkan, bisa saja tiba-tiba Nada menyerang Melody tanpa sebab. Entah itu menyerang menyiksa atau justru tindakan asusila.

Waktunya tiba, mereka pulang ke kediaman Nada. Di antar oleh Herman dan Ani, tanpa Dodi dan Lina karena mereka ada kunjungan ke luar kota. Hampir tiga puluh menit perjalanan yang mereka berdua tempuh untuk akhirnya sampai di rumah Nada. Kendaraan akhirnya berhenti di pelataran, mobil Herman belum sampai di sana.

Melody membuka seatbelt begitu juga dengan Nada. Sekarang cowok itu harus banyak waspada, kejadian kemarin menjadi pelajaran untuk Nada karena melihat reaksi Melody yang betul-betul di luar dugaan karena perkara drama. Dia tidak mau kejadian itu terulang kedua kali.

Nada langsung mengeluarkan koper-koper milik Melody yang ada di dalam bagasi, menyuruh Pak Kendil, satpam rumahnya, untuk menyimpan koper-koper itu di kamar Nada.

“Kok di kamar lo? Itu kan punya gue?” tanya Melody heran saat kopernya dibawa oleh Pak Kendil.

“Sampai nyokap bokap lo balik. Sementara doang,” jawab Nada ketus. Dia sibuk membawa beberapa barang Melody yang masih di dalam mobil.

“Terus gue tidur di mana nanti?” tanya Melody mengekor Nada di belakang. Dia sama sekali tidak ada niat membantu Nada untuk dibawakan barang-barang itu, padahal itu barang Melody tapi dia malah tak tahu diri.

“Kamar tamu di sini ada dua, terserah lo mau pakai yang mana.”

“Yang nyaman.”

Nada berhenti melangkah, menyimpan barang-barang yang dia bawa di atas sofa ruang tamu. “Ikut gue!” perintahnya pada Melody.

Gadis itu mengekor dan membawanya ke ruang keluarga. Nada membuka salah satu pintu di sana, ternyata kamar yang cukup luas. “Ini satu ...,” Nada melangkah ke salah satu pintu kamar di sebelahnya. Membuka pintu itu dan terdapat kamar yang lebih kecil dari kamar sebelumnya. “Dan ini satu. Terserah lo mau pakai yang mana. Kalau kamar gua di lantai atas.”

Melody mengangguk-angguk. Dia berjalan masuk ke dalam kamar yang awal Nada tunjuk, yaitu kamar yang lebih besar. “Yang ini aja. Lebih nyaman juga kayaknya.”

“Oke.” Nada berbalik saat mendengar mobil masuk ke pelataran. Nada kembali ke ruang tamu untuk menemui Herman dan Ani yang baru saja tiba. Melody pun mengikuti langkah Nada.

“Macet ya, Pa?” tanya Nada ketika Herman berada di pintu masuk.

“Iya nih, Papa mau susul kamu tadinya, tapi malah nggak keburu.” Herman duduk di atas sofa, menyandarkan punggungnya, merentangkan kedua tangannya ke samping. “Barang siapa ini? Melody?”

“Iya,” Nada duduk di seberang Herman. “Mau minum apa, Pa?”

“Nggak usah, Papa sama Mama cuma sebentar di sini, nggak bakalan lama.”

“Betah-betah, ya, sayang di sini. Nurut sama suami, akur-akur kalian. Ingat kata Papa Dodi, harus saling kompromi dan percaya,” Ani memberi wejangan.

Melody berpaling menatap Nada, bertepatan Nada juga menatap Melody.

“Iya, Ma, kalau itu pasti. Pokoknya Mama sama Papa tenang aja, ya,” sahut Melody dan tersenyum menatap Ani.

“Kalian ada rencana mau bulan madu? Atau jangan jauh-jauh dulu, ke luar kota. Biar tambah mesra dan lengket.”

“Iya betul. Atau kalian ke puncak aja? Di sana Papa, kan, ada villa. Kalian di sana aja. Cuaca puncak dingin, cocok buat pengantin baru,” Herman tersenyum seraya menaik turunkan kedua alisnya.

“Nggak perlu, Pa, di rumah aja kalau sama Nada pasti mesra kok. Iya, kan, Nad?” Melody mengerjapkan matanya, memberi isyarat agar cowok itu setuju dengan ucapannya.

“Hm?” kedua alis Nada terangkat, menatap Melody dan berpaling menatap Herman. “Oh iya. Nggak usah, Pa. Kemarin di hotel aja kita nyaman kok, mesra juga. Iya, kan, sayang?”

Melody merespons dengan anggukan dan senyuman samar.

“Ya sudah, syukur kalau begitu. Papa harap kalian selalu rukun, ya? Meskipun pernikahan kalian didasari karena terpaksa, tetapi Papa yakin kalian pasti saling jatuh cinta.”

“Bahagia terus, ya, sayang.” Ani memeluk Melody. Pelukan itu sangat erat, bahkan berhasil membuat Melody speechless beberapa detik dan kemudian membalas pelukan Ani.

Pelukan yang tidak pernah Melody rasakan. Bahkan, Melody sudah lupa kapan terakhir kali dia di peluk seperti ini oleh Ani?

Mungkin dengan jalan ini bisa mempersatukan dan memperbaiki hubungan keluarga yang renggang dan Melody bisa kembali merasakan kasih sayang.

***

Sesuai saran dari Pinkan, akhirnya dia memilih mencari tahu sosok Nada lebih dalam. Bukan Melody namanya kalau dia tidak mencari tahu dengan siapa dia berurusan. Kalau sudah menyangkut mencari latar belakang seseorang, Melody tidak usah lagi diragukan. Dia bisa mendadak menjelma jadi detektif Conan dadakan. Dia bisa mencari sampai akar-akarnya.

Melody mengunci dirinya di kamar, mengabdikan seluruh perhatiannya di depan laptop sebagai alat alternatif untuk menggali lebih dalam informasi dari sosok Nada lewat dunia maya.

Nada Melviano.

Lihat selengkapnya