Semalaman Nada tidak bisa tidur, insomnianya kambuh, dengan berbagai masalah yang beruntun dalam hidupnya membuatnya bertanya-tanya dosa apa yang telah dia lakukan di kehidupan sebelumnya? Kenapa bisa dia bereinkarnasi menjadi sosok Nada yang tidak henti-hentinya mendapatkan masalah. Tapi dia tidak menyalahkan kehidupannya, justru dia menikmati setiap prosesnya, meski dengan kepala pening hampir pecah. Dia hanya bingung kenapa masalah tidak berhenti seperti keran bocor?
Alhasil, pagi ini kepalanya terasa berat. Bahkan untuk membuka mata saja terasa sakit dan panas. Namun, hari ini adalah hari di mana kantor NMFashion kedatangan investor luar negeri yang akan berkunjung ke kantornya. Jelas Nada harus hadir dalam pertemuan itu.
Lelaki itu bangkit dari duduknya, berjalan sempoyongan menuju toilet. Dengan harapan sakit kepalanya bisa hilang kalau sudah menyentuh air.
Lima belas menit berlalu, Nada sudah selesai mandi. Dia sudah memakai celana panjang bahan berwarna biru Navy dan sedang mengancingi kemeja putihnya yang membalut tubuh atletisnya. Sudah rapi. Laki-laki itu melingkarkan dasi berwarna hitam corak biru Navy di lehernya, menata dasi itu hingga rapi sempurna, lalu menyambar jas yang menggantung di lemarinya berwarna senada dengan celana.
Dia menutup lemari, menatap pantulan cermin dari lemari itu sembari menyisir rambutnya setelah memakai pomade hingga terlihat klimis dan rapi. Tidak lupa dia menyemprotkan parfume aroma maskulin ke beberapa bagian inti tubuhnya, sebelum membalut tubuh atletisnya yang tegap itu dengan jas.
Laki-laki itu melangkah keluar kamar, rasa pusingnya sedikit membaik. Tidak begitu terasa sakit. Dia menuruni anak tangga menuju dapur untuk mengambil sepatu. Ketika melewati kamar Melody, tidak sengaja dirinya berpapasan saat Melody kebetulan membuka pintu kamarnya untuk melangkah keluar. Mereka hampir tabrakan, kalau saja Nada dan Melody tidak saling menghentikan langkah dan saling terperanjat kaget.
Melody menghela napas, mengusap dada. Dia mendelik sinis dan berjalan lebih dulu ke dapur, menuju rak untuk mengambil sepatu high heels-nya. Tidak ada ucapan selamat pagi seperti pasangan suami istri pada umumnya, menyambut pagi dengan ceria dan pelukan hangat karena kali pertama dilihat saat membuka mata yaitu wajah seseorang yang menjadi alasan untuk membina rumah tangga seumur hidup.
Namun, itu sungguh tidak berlaku untuk pasangan ini.
Melody sama-sama sudah rapi dengan pakaian kerjanya, rambutnya yang bergelombang dengan semerbak harum parfume manis menyeruak masuk ke dalam indra penciuman Nada.
Gadis itu menyambar sepatunya dan duduk di kursi meja makan, memakai sepatu itu. Nada menatap lekat Melody, dia menarik kursi di hadapan Melody dan ikut memakai sepatunya di sana. Hening. Tanpa suara, hanya suara ketukan high heels Melody yang terdengar ketika gadis itu bangkit dari duduknya.
Nada mendongak, menatap Melody.
“Nggak sarapan dulu?”
Melody tidak mengindahkan, justru dia melangkah meninggalkan Nada sendirian. Tidak menjawab pertanyaan laki-laki itu. Nada menghela napas, dia paham, mungkin Melody masih marah padanya perkara kejadian semalam. Tapi Nada juga bingung harus bagaimana, harus dengan cara apa dia menjelaskannya. Dia sudah berjanji pada Dodi sekaligus mendapat ancaman, kalau sampai rahasia itu bocor, Dodi tidak segan memberi pelajaran pada Nada.
Dan Nada, tidak siap untuk itu.
***
“Ah ... shit!” Melody menendang ban mobilnya frustrasi, gadis itu berkacak pinggang dengan kernyitan di dahi, menatap mobilnya yang baru keluar dari garasi dan terparkir di pelataran lantaran Melody merasakan ada yang tidak beres ketika mobil itu melaju. “Kenapa harus kempes gini, sih!” Dia berdecak, mengalihkan pandangan ke arah lain dan tertuju ke pos satpam, melihat Pak Kendil yang baru saja masuk ke dalam sana. Gadis itu menyunggingkan senyumnya lebar, berlari kecil menghampiri Pak Kendil dan berharap dia mendapat bantuan perihal ban mobilnya yang kempes.
“Pak ... Pak Kendil!” teriak Melody membuat Pak Kendil otomatis menoleh ke arah sumber suara.
“Eh, iya, Non. Kenapa?” Pak Kendil berbalik, menatap Melody yang menghampirinya dan berdiri tepat di hadapannya.
“Pak, bisa bantu saya, nggak?”
“Bantu apa, Non?”
“Ban mobil saya kempes ...,” gadis itu menoleh, menatap mobilnya. Diikuti Pak Kendil juga menatap mobil itu yang terparkir tidak jauh dari mereka berdiri. “Bapak bisa bantu nggak ... apa aja gitu,” Melody kembali menatap Pak Kendil yang juga menatapnya bingung. “Mau diganti atau dipompa.”
“Coba saya cek, Non.” Pak Kendil melangkah menuju mobil Melody, berniat mengecek keadaan ban yang dikata Melody kempes. Diikuti Melody mengekor di belakangnya. Pak Kendil berjongkok, mengecek ban mobil bagian depan sebelah kanan itu karena memang terlihat kempes. “Ini mah kurang angin, Non.”
Melody berdecak, menatap Pak Kendil. “Terus gimana dong, Pak?”
Pak Kendil menoleh, mendongak menatap Melody yang ada di sampingnya. “Kalau ini harus ke bengkel, Non, isi angin.”
“Atau ada ban cadangan aja nggak, Pak? Kalau ganti lama nggak, sih?”
“Waduh, ban cadangan nggak ada, Non. Kemarin baru dipakai Mas Nada. Lagi pula kalau ganti pasti makan waktu.”
Melody berkacak pinggang, kembali berdecak. Dia mengalihkan pandangan ke arah lain. Bingung harus bagaimana sedangkan waktu terus bergulir cepat. Bisa-bisa dia terlambat.
“Kenapa nggak bareng sama Mas Nada aja, Non?”
“Kenapa, Pak?”
Terdengar suara Nada menyahut ketika namanya disebut, refleks pandangan Melody terpusat ke arah laki-laki itu yang tiba-tiba muncul. Begitu pun Pak Kendil yang refleks berdiri dan menemukan Nada yang sudah berdiri di hadapannya dan terhalang mobil Melody.
“Eh ... ini, Mas, ban mobil Non Melody kurang angin.”
Nada mengernyit, dia melangkah mendekati Pak Kendil, melihat kondisi ban mobil Melody. “Oh ...,” Nada mencibir, berpaling menatap Melody. “Bareng gua aja kalau gitu.”
Melody mendelik, kedua tangannya terlipat di depan dada. “Nggak perlu! Gua bisa naik ojol.”
“Ada mobil gua, kenapa harus ojol?”
Melody diam. Dia merogoh tasnya, mengeluarkan ponsel dan mengutak-atik benda tipis itu. Berniat menghubungi Bian untuk menjemputnya. Namun, tanpa diduga, justru Nada merebut paksa ponsel itu, sampai membuat Melody tersentak kaget.