SEBATAS FORMALITAS

Linda Fadilah
Chapter #32

PELIK DALAM PELUK

Di dalam mobil keduanya duduk terdiam. Nada fokus menyetir sementara Melody curi-curi pandang. Ada atmosfer menekan sangat kuat di dalam mobil itu hingga terasa asing dan canggung. Seolah bingung harus memulai dari mana. Sampai akhirnya suara Nada memecah keheningan. “Happy nggak liburannya?” Lelaki itu melirik Melody.

Gadis itu masih merasa canggung. Dia menganggukkan kepala. “Happy.”

Happy aja apa happy banget?”

Happy banget,” Melody menyungging senyum. “Makasih banyak, ya, Nad. Dan maaf.” Wajahnya berubah murung.

“Buat?” Nada mengernyit heran. Dia membagi pandangan antara jalanan dan melirik Melody.

“Buat insiden nggak enak hari ini. Gue tahu lo pasti marah,” jawab Melody lirih, dia menundukkan kepala.

“Nggak kok, siapa bilang?”

“Buktinya tadi lo ... Bian sampai babak belur gitu—”

“Kenapa? Lo nggak terima?” tanya Nada sarkastis. Melody menggeleng, menatap sendu Nada. “Gua ke bawa emosi tadi. Gua udah berusaha buat hilangin seluruh rasa sakit hati lo, malah penyebabnya dateng.”

“Nggak, Nad. Bukan gitu. Gue aja nggak tahu tiba-tiba dia datang dan gue—”

Tiba-tiba, Nada menarik Melody ke dalam dekapannya. Gadis itu tersentak kaget, kedua kelopaknya melebar. “Udah jangan dibahas. Tujuan utama gua sekarang, bikin lo happy. Gua bakalan usahain nggak bakalan ada orang yang bikin lo nangis lagi.”

Melody meneguk ludah, dia mengangkat wajah menatap Nada. Sementara laki-laki itu fokus pada jalanan di depan. Gadis itu terdiam, merasakan gelenyar seolah ada ribuan kupu-kupu beterbangan di dalam perutnya. Bahkan dia merasa sangat aman dan nyaman berada dalam dekapan Nada. Seolah masalah yang berkecamuk dalam hatinya, hilang seiring degupan jantung Nada yang bisa dia dengar dengan jelas.

***

Suasana di dalam ruangan yang cukup luas, dengan kursi melingkari meja panjang dan layar proyektor menyala di depan terasa sangat mengintimidasi dan juga menegangkan. Nada duduk di kursi ujung—berhadapan dengan layar proyektor yang jaraknya terhalang meja panjang di hadapannya—di sisi kiri dan kanannya, ada karyawan yang duduk saling berhadapan, menatap layar proyektor dengan saksama, ketika Hera di tunjuk untuk menjelaskan ide yang menjadi tugasnya tiga hari lalu.

“Jadi untuk saran saya sekarang, kita sebaiknya bekerja sama dengan influencer , untuk endorsement produk kita. Kita cari influencer sesuai dengan target pasar sepatu yang kita jual.”

Nada mengusap dagu. “Sistemnya gimana?”

“Sistemnya kita buat perjanjian endorsement dulu, Pak. Nanti ada yang namanya perjanjian celebrity endorsement.”

Nada mengernyit heran. Dia sebetulnya tidak mengerti dengan seluk-beluk dunia endorsement sosial media. “Gimana?”

“Jadi gini Pak, perjanjian yang kita buat untuk menggunakan popularitas influencer untuk mempromosikan produk kita. Perjanjian itu sangat penting, Pak. Di dalamnya kita harus melibatkan perjanjian hak dan kewajiban para pihak. Sehingga bila terjadi perselisihan, maka dapat dimintai pertanggungjawabannya secara hukum.”

I see,” Nada mengangguk paham.

“Kalau Pak Nada berminat dengan ide saya, nanti saya akan cari influencer yang cocok dengan brand kita, Pak.”

“Selain itu, ada?”

“Selain itu ada, Pak, sama seperti apa yang saya sampaikan tempo lalu mengenai branding produk tas kita yang produksi lama dengan sepatu Melshoes. Kita berikan penawaran yang menarik dengan cara double promo. Seperti buy 1 bags free 1 shoes dan diskon. Itu pasti menarik perhatian para customer, Pak.”

“Tapi bagaimana dengan margin-nya?”

“Nah ... untuk margin kita tetap naik, kita up harganya, Pak. Sehingga margin kita tetap bisa stabil dengan acara yang kita keluarkan. Dan saya yakin, grafik Growth kita naik drastis dengan adanya acara ini. Apalagi kalau kita melibatkan influencer untuk ikut serta mempromosikan produk kita.”

“Kamu bisa menjamin itu?”

Hera mengangguk mantap. “Bisa, Pak. Saya bisa menjamin itu.”

“Oke,” Nada mengangguk. Berpaling menatap Bianca. “Bianca, tolong buat surat acara mengenai acara ini, ya? Lusa harus udah selesai ...,” Bianca mengangguk paham. Pandangan Nada berpaling menatap yang lain. “Dan untuk bagian desain, saya mau kalian ciptakan desain yang eye catching untuk menggaet atensi para customer. Saya pengen kita lepas beberapa desain dari perusahaan lama, kita ciptakan yang baru yang lebih modern.

“Saya kasih waktu sampai Minggu depan untuk menyetorkan ke saya desain yang kalian buat. Dan untuk para bagian marketing, lebih gencar lagi mempromosikan produk kita terutama sosial media. Cari influencer yang followers mereka betul-betul cocok dengan segmen pasar kita.”

“Baik, Pak, saya akan usahakan secepatnya,” kata salah satu laki-laki bagian desain menyahut.

“Oke, setelah semuanya selesai, kita adakan lagi meeting untuk maju ke tahap selanjutnya. Paham?”

“Baik, Pak,” sahut seluruh karyawan.

Nada melirik jam di pergelangan tangan kirinya, sudah menunjukkan pukul dua belas siang. “Oke, untuk meeting kali ini selesai. Terima kasih segala masukan dan saran, silakan kalian istirahat untuk makan siang sebelum kembali ke pekerjaan masing-masing,” Nada bangkit. Merapikan jas hitam yang melekat di tubuhnya. “Selamat siang.”

“Siang, Pak.”

Nada berlalu pergi, meninggalkan ruangan meeting. Ponselnya bergetar, dia merogoh saku jasnya dan melihat notifikasi beberapa pesan masuk dari Clara...

My Little Girl :

Nada kamu knpa gak balas chat aku?

Aku dlm bahaya Nad

Aku takut

Kmu tau aku sendiri di Jakarta. Knp kmu malah menghindar?

Nada menghela napas. Mengalihkan pandangan ke arah lain, dimasukkan ponselnya ke dalam satu celana. Tanpa menggubris pesan masuk dari Clara.

***

Lihat selengkapnya