Kalau ada yang bilang bahwa hidup itu adil, maka Clara salah satu orang yang akan membantahnya. Hidup itu tidak adil dan hal yang terkejam dalam hidup itu takdir. Tidak peduli seberapa kuat dia berusaha untuk memiliki masa depan yang baik, tapi nyatanya takdir telah lebih dulu selangkah lebih maju. Dia harus kehilangan semuanya; impian, cita-cita, bahkan pernikahannya dengan Nada.
Sejak dulu Clara selalu mencari cara agar bisa mengubah takdir hidupnya supaya tidak terus-menerus dilanda masalah. Dia bahkan kadang berteriak pada dunia yang tidak pernah memberi jeda untuk Clara agar dia bisa tersenyum bahagia.
Waktu itu, kehidupan Clara berjalan mulus, dia mempunyai Nada, seorang pacar yang merangkap menjadi sahabat, keluarga, seseorang yang selalu berada di sisinya hingga sebuah tragedi terjadi. Empat tahun lalu, Clara berniat menginap di rumah teman kampusnya karena kondisi di luar sedang turun badai salju.
Temannya itu mengadakan pesta minum-minum, sekitar ada lima orang. Tiga perempuan dan dua laki-laki. Clara lumayan kalap malam itu, tapi dia masih sadar. Clara yang masih terpongah karena setengah mabuk, dia memutuskan untuk ke kamar dan izin tidur lebih dulu. Akhirnya dia masuk ke kamar dan menjatuhkan tubuhnya di atas kasur. Tanpa diduga, ada seseorang yang ikut masuk. Clara pikir itu teman perempuannya, jadi dia tidak peduli. Kepalanya sudah pusing.
Sementara itu, terdengar suara pintu dikunci dari dalam. Refleks Clara bangkit dan mendapati seorang laki-laki di dalam kamar itu. Bersama dengannya—berdua. Namanya Jake, teman satu kampusnya. Clara yang masih sadar tidak sepenuhnya mabuk, berusaha berteriak dan meminta pada Jake untuk membuka pintu kamarnya. Namun Jake tidak mengindahkan, justru laki-laki itu menyerang Clara tanpa aba-aba. Gadis itu diperkosa malam itu.
Meskipun sudah sekuat tenaga melawan, namun tenaganya tidak sebanding dengan Jake. Lelaki itu bertubuh tinggi besar dengan bisep otot lebih besar dari Nada. Clara yang bertubuh kecil mudah bagi Jake menguasainya.
Kesuciannya direnggut dengan buas. Ternyata Jake merampas ponsel Clara dan mengabadikan kejadian itu dalam bentuk video. Jake tahu, Nada kekasih Clara dan sebetulnya Jake sudah lama menyimpan rasa pada Clara, apalagi mengetahui Clara akan menikah dengan Nada. Jadi jalan satu-satunya dengan cara ini untuk membuat hubungan mereka hancur. Dan rencana Jake pun berhasil, tepat H-7 hari pernikahan Clara dan Nada, Jake mengirim rekaman video itu langsung di ponsel Clara.
Sehari setelah kejadian itu, Jake menculik Clara dan dibawanya ke Colorado. Jauh dari tempat tinggal Clara di Los Angeles. Jake bukan lelaki manis seperti Nada, setiap hari yang dilalui Clara penuh air mata. Belum lagi tabiatnya yang ringan tangan, jika kondisinya sedang kalut, Jake tidak segan menampar Clara hanya karena gadis itu lupa menyiapkan kopi.
Ponsel Clara pun disita Jake, hingga Clara tidak bisa menghubungi siapa pun, termasuk keluarganya. Dia sudah pasrah dengan hubungannya dengan Nada. Semua pelik itu dia telan sendiri. Tidak ada orang yang bisa dia ajak kompromi, atau sekadar mencurahkan isi hati.
Hingga dia menemukan kesempatan ketika berlibur dengan Jake ke Vail untuk bermain salju. Clara bertemu dengan keluarga dari Indonesia, dia menyapa namun dengan memberi kode meminta bantuan dengan jarinya dan arahan mata bahwa Jake, lelaki yang bersamanya sangat berbahaya. Tidak butuh waktu lama untuk dimengerti oleh keluarga dari Indonesia itu.
Suami dari keluarga itu mengajak Jake bermain sky, sementara istrinya bergegas mengamankan Clara dan membawanya ke penginapan yang mereka sewa. Tanpa diketahui Jake. Hingga akhirnya, Clara dengan selamat diantarkan ke Los Angeles untuk menemui keluarganya. Dan di hari yang sama, keluarga Clara menghubungi polisi setempat dan memberi laporan tentang anaknya yang hilang.
Clara kini terduduk di sofa di lobi apartemennya, dia tidak membawa apa-apa. Hanya mengenakan piama tidur dan sandal jepit. Perasaannya waswas, dia mengitari sekitar, menatap orang-orang yang berlalu lalang mencurigakan.
Ponselnya berdering, ada telepon masuk dari nomor yang tidak dia kenal. Dengan gemetar, dia menempelkan benda tipis itu di telinga...
“Halo, Clara. Mau ke mana? Kok di kamar nggak ada?” Suara laki-laki itu terdengar lembut namun menyeramkan, memberi sinyal ancaman pada Clara.
“SIAPA KAMU?!” teriak Clara sampai menjadi pusat perhatian orang-orang di sana. Namun Clara tidak peduli. Dia memikirkan keselamatannya, karena dari kemarin, selalu saja ada yang meneror dirinya. Apalagi ketika dia berada di apartemen. Setiap gerak-gerik Clara, selalu saja merasa ada yang mengawasi dan pasti saja ada nomor yang tidak dikenal menghubungi dirinya. Dengan berbagai ancaman, kalau sampai Clara tidak hengkang dari Indonesia, sudah bisa dipastikan kehidupan Clara tidak akan pernah tenang.
Clara mengakhiri panggilan telepon peneror itu. Tubuhnya semakin bergetar, pandangannya tidak lepas mengitari sekitar. Dia tahu dengan dia duduk di tempat itu, tetap tidak akan aman. Banyak orang-orang yang berlalu lalang yang mungkin saja salah satu di antara mereka seorang mata-mata yang tahu setiap gerak-gerik Clara.
Dering ponselnya terdengar lagi. Kali ini telepon dari Aldo. Hati Clara lega begitu melihat panggilan dari Aldo. Satu-satunya orang yang mungkin bisa membantunya keluar atau sekadar mengamankan dirinya dari incaran orang asing yang mengusik kehidupannya. Nada susah sekali di hubungi akhir-akhir ini. Bahkan chat saja tidak pernah dibalas. Dia tidak tahu lagi harus meminta bantuan pada siapa selain Aldo.
Pertahanan Clara pecah begitu mendengar suara Aldo.
“Lo di mana, La? Ini gua di depan.”
“Do ... aku ke situ sekarang.”
“Iya.”
Panggilan terputus. Clara bergegas lari keluar dari apartemen itu untuk menemui Aldo yang sudah menunggu di depan lobi. Begitu melihat kemunculan Clara, Aldo melambaikan tangan.
“Ada apa, La? Lo kenapa?” Aldo panik ketika melihat Clara panik.
“Nanti aku cerita, sekarang bawa aku ke mana pun. Ke tempat yang lebih aman dari tempat ini, Do. Aku mohon.” Gadis itu kembali menangis, tatapan penuh permohonan itu berhasil membuat hati Aldo terenyuh.
Lelaki itu segera membuka pintu mobil, mempersilakan Clara masuk terlebih dulu. Sebelum akhirnya dia ikut masuk, memutar setop kontak dan menyalakan mesin. Begitu mesin mobil menyala, Aldo sekilas menatap ke arah pintu lobi dan melihat seorang laki-laki berpakaian tertutup serba hitam. Memakai topi dengan kedua tangan di belakang punggung, sedang memusatkan pandangannya pada mobil Aldo.
Aldo mengernyit heran. Dia kenal dengan laki-laki itu. Bahkan dia pernah melihat beberapa kali di suatu tempat.
Laki-laki misterius itu ... ajudan Dodi.
Tidak salah lagi, Aldo tahu harus membawa Clara ke mana.
Satu-satunya cara adalah ... ke rumah Nada.
***
“Nad ... gua jelasin semuanya.” Tanpa menunggu jawaban Nada. Sebelum lelaki itu bertanya panjang lebar. Aldo menarik tangan Nada ke halaman samping rumah—tepatnya di dekat saung yang jauh dari posisi Clara.
Sementara manik mata cokelat milik Clara bertatapan langsung dengan Melody. Mereka saling terperangah, tidak ada sepatah kata yang mampu keluar, selain saling melempar pertanyaan dari sorot mata keduanya.