SEBATAS FORMALITAS

Linda Fadilah
Chapter #34

KUTUKAN CUPID

Pemandangan pagi ini terasa asing. Bukan pemandangan Nada yang sibuk mencari dasinya, atau Nada yang sibuk menyemir sepatunya. Atau bahkan, Nada yang sibuk menyiapkan sarapan sandwich bakar. Tetapi yang Melody temukan adalah pemandangan indah layaknya adegan di drama romansa.

Seorang perempuan sedang memasak, sementara sang laki-laki sibuk menggodanya. Sedangkan Melody selayaknya penonton yang menantikan ending dari adegan romansa yang biasanya setelah adegan itu, ada adegan di mana pasangan mulai bermesraan dan...

Tidak!

Melody mengerjapkan mata, dia tidak mau berhalusinasi terlalu jauh. Meski kenyataannya, pemandangan di hadapannya terlihat menggelikan. Lebih tepatnya menjengkelkan.

Atau ... bagaimana jika Melody masuk ke dalam adegan dan berakting seolah dia mendapatkan peran sebagai pengusik.

Melody menghela napas panjang, dia sudah rapi bersiap-siap pergi ke kantor. Dengan berat hati, dia memberanikan diri untuk muncul di tengah-tengah kemesraan yang tercipta tepat di depan mata.

“Selamat pagi,” sapanya secerah mentari pagi yang menyelusup melalui celah gorden. “Hei, Clara. Eh, sayang udah bangun, ya? Sorry semalem aku nggak tidur di kamar kamu, aku kan lagi menstruasi. Kamu paham sendiri, kan?”

Melody menarik kursi dan duduk.

Sementara Nada justru kaget. Tumben sekali Melody menyapanya dengan ucapan selamat pagi malah lebih membuatnya terkejut, Melody memanggil Nada dengan kata ‘sayang' dan juga ... apa hubungannya antara menstruasi dengan tidur satu kamar?

“Hah?” Nada mengernyit bingung.

Melody menghela napas. “Iya, kan, biasanya kalau lagi menstruasi aku emang suka pisah kamar sama kamu. Soalnya kamu suka nakal,” Melody membela diri sementara Nada melongok dengan bibirnya setengah terbuka. Bagaimana bisa Melody bicara seperti itu di depan Clara. Sementara kenyataannya jauh dari apa yang Melody katakan.

Clara melirik Nada. Dia merasa canggung juga mendengar celetukan Melody.

“Eh, kok lo repot-repot gini sih, La, masak buat kita? Udah deh lo duduk aja.”

“Nggak apa-apa, Melody, ini ucapan makasih aku karena aku diizinin buat menginap di sini.” Clara tersenyum, menyimpan hidangan yang dia masak di atas meja.

Nevermind. Teman Nada berarti teman gua juga.”

“Oh iya, Mel, boleh pinjamin Clara baju? Buat dia ganti.”

Melody sempat mengernyit heran. Namun dua detik berikutnya, dia mengangguk. “Oke, bentar aku ambilin.” Seperti robot yang menurut. Melody kembali ke kamarnya dan mengambil baju dalam lemari. Dan kembali ke dapur untuk menemukan Nada dan Clara, menyerahkan baju yang di bawa untuk Clara.

“Makasih, Melody. Nanti siang aku bakalan kembali kok ke apartemen. Aku mau urusin buat pindah—”

“Tapi, La, kamu sendiri yang bilang kamu lagi di teror. Bahkan ke mana pun kamu pergi, orang itu tahu, kan? Kalau kamu kenapa-napa, aku nggak bakalan bisa maafin diri aku sendiri.”

Melody menyenggol kaki Nada dari bawah meja, memberinya peringatan untuk tidak berlebihan. Meski Melody tahu alasan Nada ingin menampung Clara di rumah ini dan Nada akan merasa bersalah kalau ada apa-apa dengan Clara karena perbuatan Dodi. Tapi, ada dirinya di dekat Nada dan Clara. Melody tidak mau mendengar perkataan manis Nada untuk Clara. Apalagi dengan panggilan aku kamu.

“Ini gimana ya? Bisa kasih tahu aku masalahnya apa? Pusing nih.”

Nada mengernyitkan dahi mendengar pernyataan Melody. Lelaki itu mendadak panik, dia takut Melody justru membocorkan pada Clara kalau yang menerornya itu Dodi. Dia tidak mau kalau sampai Clara tahu. Bahkan Nada menebak-nebak, apa yang sebenarnya gadis itu rencanakan.

“Iya, Melody, aku kan tinggal di apartemen dan selama berbulan-bulan aku tinggal di sana, aman-aman aja. Tapi satu Minggu terakhir ini, malah banyak kejadian. Bukan horor ya, tapi semacam ada yang teror aku. Setiap aku pergi ke mana pun pasti ada telepon masuk dari nomor yang nggak di kenal. Ngancem aku dengan segala macam ancaman.

“Belum lagi tiba-tiba ada yang kirim paket makanan, sebelumnya aku kira itu dari Na—“ Clara segera meralat. “Kirain dari temanku. Setelah aku buka, isinya makanan busuk semua. Bahkan pernah juga surat ancaman kalau aku nggak cepat balik ke LA, aku bakalan nyesel seumur hidup.”

Melody mengernyit. “Emangnya lo punya musuh?”

Clara menggeleng. “Nggak kok—”

“Eh ... tapi gue denger-denger, penyebab lo putus sama Nada itu ... gara-gara lo selingkuh, ya? Nah, bisa jadi itu ulah selingkuhan lo.”

Lagi-lagi Nada dibuat ternganga mendengar celetukan Melody yang terlampau frontal. Dia menyenggol kakinya supaya jaga ucapan. Apalagi menyangkut pautkan pada kejadian itu.

“Mel ...,” Nada menatap Melody. Seolah memberinya peringatan untuk tidak berbuat macam-macam.

Lihat selengkapnya