Sebatas Selat Sunda

intan elsa lantika
Chapter #3

2. Ricuh

Puti dan Novi duduk di bawah pohon tidak jauh dari gedung DPRD, mereka sedang menunggu Beno, pacar Novi. Mahasiswa dari kampus Puti dan Novi sebenarnya tidak ada yang ikut demo, mereka diajak oleh Beno dan Fadil dan menyamar menjadi mahasiswa kampus Beno dan Fadil. Puti dan Novi sudah menunggu lebih dari satu jam, namun Beno dan Fadil beserta rombongannya belum juga datang.

"Mana nih? Kok lama banget?" ujar Puti mengeluh.

"Bentar, mereka pasti lama harus ngumpulin orang ribuan! Makanya Beno ngajakin kita ikut ngumpul ke kampus mereka aja! Kamu sih yang punya ide mau langsung ke sini!" protes Novi.

"Ya, kita kan bukan mahasiswa sana, Nov! Nggak enak juga kan kalo ikut ngumpul ke sana!" Puti membela diri.

"Ya udah, tunggu aja! Jangan banyak protes!"

Puti terdiam dan mengelap keringatnya yang sudah mulai bercucuran di dahinya.

Tidak lama kemudian terdengar suara sorak yang ramai, terlihat dari jauh gerombolan mahasiswa datang dengan membawa spanduk dan papan papan yang bertuliskan keluhan mereka. Puti tersenyum menatap gerombolan itu.

"Itu, Nov!" Puti menunjuk masa demo yang sudah datang.

"Banyak banget orangnya!" Novi kaget melihat barisan ribuan mahasiswa yang memenuhi jalan.

Puti dan Novi berdiri, mereka langsung menghampiri Beno yang ada di barisan paling depan. Novi langsung berjalan di samping Beno, dari samping Beno, Fadil menoleh untuk menyapa Puti dan Puti tersenyum membalas sapaan Fadil.

Mereka terus berjalan menuju ke gedung DPRD Sumatera Barat. Sesampainya di gedung DPRD, Puti terkejut melihat ratusan personel Kepolisian yang sudah berjaga. Selain itu, satu unit mobil water canon dan rantis juga telah bersiaga.

Puti dan semua mahasiswa awalnya melakukan aksi dengan damai, para orator berteriak dengan lantang, agar kenaikan BBM bersubsidi dicabut kembali, karena akan menyiksa masyarakat Indonesia.

Puti dan Novi hanya memperhatikan beberapa orator berorasi. Di sela-sela aksi Fadil yang merupakan aktivis yang lumayan terkenal di kalangan mahasiswa mengulurkan air minum pada Puti.

"Tumben mahasiswa kebidanan mau ikut demo!" celetuk Fadil.

Puti tersenyum, "Pengen tau aja gimana rasanya! Aku mulai penasaran semenjak aku peduli sama demo mahasiswa 1998!" jawab Puti.

Fadil tertawa kecil.

"Kenapa? Nggak penting banget ya?" tanya Puti.

"Eh, bukan gitu! Penting malah! Sebagai generasi bangsa perlu yang namanya mengingat banyak hal tentang sejarah bangsa ini, agar dapat menjadi bahan evaluasi bagi kita kedepannya dan untuk mengetahui apa yang di cita-citakan oleh negara ini! Itu semua harus kita pelajari di dimensi sejarah atau masa lalu! Bagus kamu Puti! Kita memang harus selalu mengingat sejarah bagaimana negara kita ini berdiri agar tidak kehilangan karakter sebagai bangsa Indonesia!" Fadil memuji Puti.

"Trus kenapa ketawa?" tanya Puti polos.

"Nggak, nggak kenapa-napa, kamu lucu!" Fadil tersenyum menatap Puti.

Puti tersenyum sipu menatap Fadil.

"Ya udah, kamu minum ya! Aku mau orasi lagi!" ujar Fadil.

Fadil kembali berdiri di depan masa, mereka menyuarakan tuntutan kembali dan mereka juga meminta bertemu Ketua DPRD, namun ternyata ketua DPRD pada saat itu sedang berada di Jakarta untuk membahas anggaran.

Tak puas dengan keadaan tak bisa bertemu ketua DPRD, mahasiswa akhirnya keluar dari halaman Kantor DPRD, lalu menuju persimpangan jalan dan membakar ban.

Puti mulai merasakan atmosfer demo yang mulai mencekam. Wajah-wajah orator sudah mulai menegang. Puti yang sebelumnya benar-benar belum pernah melihat demo secara langsung mulai merasakan ketakutan.

Lihat selengkapnya