Sebatas Selat Sunda

intan elsa lantika
Chapter #5

4. Kantor Polisi

Hari sudah hampir tengah malam, sepulangnya dari pantai tadi sore, Puti langsung diantar ke tempat kosnya. Namun Novi belum juga pulang padahal jam sudah menunjukkan pukul setengah dua belas malam.

Puti termenung memikirkan apa yang dikatakan oleh Tio, Puti memang belum paham betul tentang pemerintahan, bahkan dia tidak tau apa itu Reformasi. Apa yang dikatakan Tio tadi benar-benar sulit untuk dia cerna, namun satu yang membuat Puti masih berpikir sampai tengah malam begini, ternyata Tio juga tetap menghitung hari, dan perhitungan Tio benar-benar sama dengan hitungan Puti.

Sudah lewat 918 hari, tinggal 82 hari lagi. Puti berkali-kali memikirkan apakah dia benar-benar akan menjadi istri Tio? Jika iya, berarti kurang dari tiga bulan lagi ia akan menikah. Apakah benar? Sepertinya Puti sangat sulit untuk percaya.

Puti memperhatikan lagi jam dinding yang menunjukkan pukul 12 malam, Puti mulai mencemaskan Novi, kenapa sudah selarut ini tapi belum juga pulang. Puti memutuskan untuk menelpon Novi.

"Halo, Nov!" ujar Puti.

Terdengar suara Novi yang terisak.

"Kamu kenapa?" tanya Puti.

"Beno ditangkap, Put!" ujar Novi sambil terus menangis.

"Kamu di mana sekarang?" tanya Puti.

"Aku masih di kantor polisi, masih nunggu Beno. Sampai sekarang belum ada kabar juga."

"Ya udah, bentar lagi aku kesana ya!"

"Iya, Put" jawab Novi lirih.

***

Puti sampai di kantor polisi ditemani oleh Tio. Ternyata di depan kantor polisi masih ramai oleh mahasiwa yang menunggu. Puti segera berlari ke arah Novi yang memeluk lutut sambil menangis.

"Kenapa Beno bisa ditangkap?" Puti langsung menanyai Novi.

"Puti!" teriak Novi dan langsung memeluk Puti.

"Polisi bilang, mereka yang ditangkap provokator! Padahal Beno bukan! Beno malah yang jagain demonya biar tetap damai! Tapi, tapi," Novi berbicara terbata-bata.

"Tapi mereka bilang, Beno pasti dipukulin di dalam," lanjut Novi sambil terus menangis dan memeluk Puti.

Fadil yang duduk di samping Novi menatap terus pada Tio. Namun Tio tidak menatap balik karena sedang memperhatikan Novi yang menangis di pelukan Puti.

"Nggak apa-apa! Beno pasti baik-baik aja! Kalau Beno terbukti nggak bersalah, kurang dari 24 jam pasti dibebasin kok, kita tunggu di sini aja sampai Beno dibebasin," ujar Tio menenangkan Novi.

"Kamu siapa?" Fadil tiba-tiba menanyai Tio.

Puti menoleh pada Fadil sebentar, lalu menatap Tio.

"Dia," ujar Puti hendak menjawab.

Tio segera mengulurkan tangannya pada Fadil.

"Saya pacarnya Puti," ujar Tio.

"Oh, udah punya pacar," Fadil menjabat tangan Tio, sambil tersenyum menatap Puti.

"Calon suami lebih tepatnya," jelas Tio.

Mata Puti membulat menatap Tio.

"Wow, makin nggak ada harapan kita! Salam kenal, saya Fadil! Tadinya mau deketin Puti, tapi nggak jadi!" ujar Fadil pada Tio.

Tio tersenyum pada Fadil.

Lihat selengkapnya