Puti memutuskan untuk tidak keluar kamar seharian ini, untuk makan siangpun Puti sengaja melewatkannya.
Kakak Puti mengetuk pintu kamar beberapa kali.
"Puti, boleh kakak masuk?"
"Iya kak, Masuk!" ujar Puti mempersilahkan kakaknya.
Kakak Puti melihat Puti yang kusut dan masih berbaring di kasur, "Kamu kok nggak keluar seharian?"
Puti hanya diam dan menutup matanya, lalu Puti meletakkan lengannya di kening. Puti terlihat pusing karena Tio yang tidak bisa menjelaskan apa-apa tentang hubungan mereka.
"Kamu kenapa?" Tanya kakak Puti.
"Aku nggak tau harus bilang apa sama mama papa, Kak!"
"Kenapa?"
"Tio belum bisa kasih aku kepastian," ucap Puti dengan air mata berlinang.
"Mama belum telepon kamu ya?"
"Belum."
"Reza udah minta maaf! Dia nyesal kemarin marah sama kamu, tapi dia nggak berani nelpon kamu lagi!"
Puti segera duduk, ia meremas akar rambutnya, "Please kakak, bilang sama mama udah cukup!"
"Tapi mama juga udah nggak maksa kamu lagi kok, Puti! Sekarang kamu juga serahkan semuanya sama Allah ya! Jangan maksain takdir, memang kamu mencintai Tio, tapi laki-laki lain belum tentu nggak ada yang lebih baik dari Tio kan? Siapapun pasangan kamu nanti, yang bisa membuat diri kamu bahagia itu tetap hanya kamu sendiri! Manusia tidak ada yang sempurna, Puti! Dan untuk perasaan kamu ke Tio juga lepasin aja dulu, jika memang dia takdir kamu, kalian pasti akan bersatu apapun halangannya, tapi jika memang dia bukan takdir kamu, bagaimanapun kamu mau mempertahankan dia, tetap aja kalian nggak bisa bersatu!"
"Oke! Sekarang Tio enggak, Reza juga enggak! Sekarang biarin aku fokus mikirin wisuda dulu! Aku cuma tinggal wisuda aja kak! Tapi kenapa harus langsung pusing mikirin ini sih?" Puti semakin meremas akar rambutnya.
"Iya, kakak ngerti, Puti! Sekarang kamu istirahat? Besok pagi-pagi kita berangkat ya?" ucap kakak Puti lembut.
"Kita mau kemana?"
"Pulang ke Kerinci! Kakak antar! Kita selesaikan masalah ini baik-baik sama mama papa ya?" pinta kakak Puti.
Puti menurut dan langsung bergegas untuk membereskan barang-barangnya.
***
Perjalanan darat dari kota Pekanbaru ke Kerinci adalah perjalan yang sangat jauh, harus menempuh jarak hampir lima ratus kilometer dan membutuhkan waktu hampir empatbelas jam.
Puti memanfaatkan perjalanan yang panjang ini untuk membayangkan semua kenangannya bersama Tio, bukan hanya kenangan saat berada di Jakarta, tapi kenangan sejak pertama bertemu, bagaimana mereka menaklukkan puncak Sumatera bersama, bagaimana mereka menjalani 1000 hari yang mereka janjikan dan bagaimana selat Sunda akhirnya memisahkan mereka.
Puti membayangkan Tio sambil berusaha menghapuskan perasaannya, agar nanti saat ayah dan ibunya meminta Puti untuk melupakan Tio, Puti tidak menangis lagi. Puti menghabiskan air matanya dalam perjalanan untuk mencintai kehilangan.
***