Malam berikutnya, sesuai apa yang ku rencanakan sebelumnya, memberikan jawaban secara langsung kepada Kang Azzam setelah selesai belajar malam. Begitu aku keluar dari kantor, El yang masih menungguku memakai sandal, ku suruh untuk meninggalkanku kembali ke asrama lebih dulu.
Kelas Kang Azzam pun kebetulan baru saja selesai. Kelas Kang Sandi sepertinya masih berjalan kondusif di mushala dalam. Setelah semua murid Kang Azzam dan kang Atep bubar, kecuali aku tentunya, aku menghampiri Kang Azzam yang sudah setia berdiri menungguku di bawah muspang bersama Kang Atep yang turut memandangiku sejak tadi. Seperti tahu akan apa yang terjadi padaku dan Kang Azzam.
Setelah aku berhadapan dengannya, aku hanya berbicara seperlunya untuk menjawab surat darinya kemarin, "Boleh, kang. Tentu saja. Terlebih jika niatnya untuk menjalin silaturahmi di antara kita." Kang Azzam hanya memasang raut bahagia dan berseru lirih mendengar kesediaanku untuknya agar lebih mengenal diriku.
Walaupun aku tak bisa menjamin hubungan antara kita ke depannya jauh dari kata renggang, namun izin dariku sepertinya sudah lebih dari cukup untuknya.
Kami selalu bertemu sebanyak tiga kali setiap minggu. Tiga malam berturut-turut. Malam kamis, malam jum'at, dan malam sabtu. Membuat kami menjadi lebih mudah akrab. Malam jum'at menjadi saksi bisu awal kisah kita dimulai. Di bawah muspang dan di antara motor-motor pengurus yang terparkir rapi. Jangan lupakan Kang Atep yang sejak tadi juga menjadi saksi bisu percakapanku dengan Kang Azzam. Saksi betapa bahagianya Kang Azzam malam itu.