Sebeh Pengasih

Iswara Putri Jilan
Chapter #17

Kejutan Di Cafe

Hari demi hari berlalu. Suatu minggu berlalu tanpa kesan berarti bagiku. Sungguh tak ada hal istimewa selain kenangan buruk terakhirku dengan Kang Azzam di bukit bintang malam itu. Waktu libur tinggal tersisa dua hari lagi. Lusa aku kembali ke pondok. Kembali menuntut ilmu di sana dan mengaji. Rasanya baru kemarin aku menangis di hadapan Kang Azzam dan menerima rangkulannya.

Malam ini adalah rencanaku pergi ke supermarket kota untuk membeli kebutuhanku selama di pondok selama sebulan ke depan. Sengaja aku memilih pergi sendiri. Karena aku sangat menyukai malam, aku ingin menikmati waktu sendiriku di luar sebelum kembali ke pondok. Aku mulai memacu mobilku dengan kecepatan sedang menuju kota. Selesai belanja, aku memiliki niat untuk singgah sebentar di cafe dekat Tugu Jogja.

Aku memandangi keramaian dari lantai dua cafe. Pikiranku kosong entah melayang kemana. Namun, tanpa ku sadari kehadirannya, Kang Azzam tiba-tiba muncul dari belakangku, menarikku kasar. Tenanganya kuat sekali. Sama sekali aku tak bisa melawannya. Aku berusaha meronta dalam genggamannya, meminta lepas, berteriak keras. Tapi aku diancam olehnya, mulutku dibekap oleh tangan besarnya. Hingga sebuah kain ia tempelkan pada hidungku. Sebelum aku kehilangan kesadaran sepenuhnya, aku sempat mendengar ucapannya, "Kamu milikku Alka."

Aku tersentak ketika sebuah tangan menepuk bahuku. Aku mengerjap membuka mata. Seseorang yang baru saja muncul di mimpiku kini berdiri tepat di hadapanku dengan selarik senyum manis menghiasi wajahnya. Aku sungguh dikejutkan malam ini. Bagaimana bisa aku ketiduran di sini? Dan pertanyaanku sekarang, bagaimana bisa Kang Azzam berada di sini? Di saat yang bersamaan dengan aku yang kebetulan di sini?

"Hey, kenapa?"

Dia bingung menilik rautku yang terkejut. Usahaku menutupi raut gelisahku ternyata tak berhasil. Aku masih terbawa mimpiku. Aku menjadi was-was dengannya takut kalau mimpi itu benar akan terjadi.

"Kang-kang Azzam kenapa bisa di sini?"

Aku berusaha menstabilkan suaraku. Sepertinya dia terdistraksi dan memilih mengalihkan pandangannya ke arah ramainya perempatan tugu dibawah sana.

"Kang?" aku memanggilnya lagi.

Lihat selengkapnya