Tinggal aku sendirian di dalam kantor.
Aku beranjak duduk dari rebah, keluar kantor kemudian melangkah lunglai. Bukan ke arah asrama, namun ke arah balkon depan kelas lantai dua. Terletak persis di atas kantor. Bangunan kelas yang digunakan para santri untuk sekolah memang menyambung dengan bangunan pondok. Menjadi satu. Sehingga memudahkan para santri ketika hendak berangkat sekolah berkat jarak yang dekat. Mereka hanya perlu berjalan beberapa meter sebelum akhirnya menaiki tangga menuju lantai dua. Di sana berjejer-jejer kelas di sediakan.
Lantai dua paling ujung yang berlawanan dengan sisi kelas adalah sebuah ruangan bekas kamar mandi yang katanya terkenal angker. Berbagai kisah horor sebagian besar berasal dari ruangan itu. Ada yang bilang katanya ruangan itu dihuni nenek-nenek berambut putihlah, penampakan banaspatilah, dan lain sebagainya. Nah, di sampingnya lagi terdapat tangga kecil menuju lantai tiga yang berukuran sangat sempit. Lebar tempatnya hanya berukuran kira-kira 2x2 meter. Tidak jelas tempat itu digunakan untuk apa. Yang pasti tak ada seorang pun yang berani ke sana, kecuali memang orang itu tak punya rasa takut sedikitpun maupun mempunyai rasa penasaran yang besar terhadap tempat itu. Aku tak ingin ambil pusing memikirkannya. Lagipula ayolah, itu hanya sebuah tempat dengan lebar 2x2 meter. Apa yang perlu di takutkan?
Aku ingin membuktikannya sendiri ke sana. Langkah pelanku ini entah mengapa malah menuntunku ke sana. Aku sudah berdiri di depan ruangan bekas kamar mandi yang katanya angker itu. Di sana terdapat sebuah kursi kayu tua di tengah-tengah ruangan. Tidak ada seorang pun yang pernah tahu siapa yang meletakkannya dan apa alasannya. Tiba di depan ruangan bekas kamar mandi itu, aku celingak-celinguk mencari sesuatu. Seharusnya ada, batinku. Aku berjalan menuju tangga kecil menuju tempat sempit itu. Akhirnya aku menemukannya. Aku segera meraih seutas tali tambang di sana. Di pojokan, dekat tembok berlumut. Tempat itu lembap, penuh di penuhi kecoa. Di sudut lainnya adalah rumah kalajengking, yang sewaktu-waktu bisa saja mereka mencari mangsa untuk disengat menggunakan ujung ekor runcingnya yang berbisa.
Aku berbalik, berjalan pelan ke dalam ruangan bekas kamar mandi. Aku mendongak, menatap langit-langit ruangan. Lumayan tinggi, tapi tak masalah. Ada kursi disini, tinggal menaikinya untuk mengaitkan tali pada atap. Beres. Baru aku berjinjit, bersiap memajukan kepalaku ke arah tali yang ku kaitkan menjadi bundaran, sudah ada yang meneriakiku saja.