Pagi-pagi sekali Loko telah bangun, sarapan, dan mandi. Ia begitu semangat untuk membersihkan akuariumnya. Keinginan untuk memelihara ikan memang sudah lama, dulu di rumah yang lama, ia juga telah memelihara ikan. Namun, ikan itu mati tepat seminggu lagi ia akan pindah. Loko sempat sedih karena ikan yang mati itu telah ia pelihara sejak kecil. Ia tidak mengerti mengapa ikan itu mati, yang ia tahu ada bercak merah di bawah kepala ikan oscarnya itu.
Setiba di samping rumah, tepatnya di bawah kamarnya, di samping akuariumnya yang kotor, Loko terhenti dari gerak untuk mengangkat benda kotak persegi panjang yang terbuat dari kaca itu. Ia melihat sesuatu yang aneh. Anak panah mainan terletak tepat di samping akuariumnya. Anehnya, anak panah itu terikat dengan kertas berwarna merah yang berhias benang berwarna keemasan. Lama juga Loko melihatnya, ia tidak langsung mengambil anak panah tersebut. Ada sedikit kekhawatiran yang tampak di wajahnya. Ia celingak-celinguk, melihat kalau ada orang yang melemparkan anak panah itu.
Setelah berpikir sekian saat, akhirnya Loko memberanikan diri memungut anak panah tersebut. Kalaupun anak panah itu milik orang, toh, sudah masuk ke rumahnya, jadi ia berhak mengambilnya, itu pikiran Loko. Dan, dengan perlahan ia buka gulungan kertas berwarna merah itu, ternyata kertas berwarna merah itu hanya bungkusnya saja, di dalamnya ada gulungan kertas biasa berwarna putih. Benang warna keemasan yang menempel di kertas tersebut rupanya dijadikan sebagai pengingkat. Sedang pengikat kertas di anak panah hanyalah benang jahit biasa yang berwarna putih. Terlihat barisan kalimat yang ditulis dengan huruf yang tidak begitu bagus, namun masih bisa dibaca. Buru-buru Loko membacanya dalam hati.
Tolong aku
Siapapun kamu, aku berharap kamu membaca surat ini dengan sungguh-sungguh. Aku sedang dalam masalah, aku dikurung dan tidak boleh sekolah oleh bapakku. Aku sangat ingin sekolah lagi. Tolonglah. Dulunya aku sekolah di SD Calon Pemimpin, letaknya dekat dengan Taman Samping Kota. Tolong katakan nasibku pada guru di sana. Sudah tiga bulan aku mengalami hal ini. Oh yah, namaku Kano murid kelas lima.
Jika perlu, bawa serta surat ini pada guru di sana agar mereka percaya. Tapi tolong jangan sampai surat ini jatuh ke tangan bapakku, aku tidak mau disiksa lagi. Terima kasih.
Dari Kano
(anak yang selalu teriak dan menangis setiap malamnya dari sebelah rumah kamu)
Surat!
Tanpa pikir panjang ia langsung berlari masuk rumah. Ternyata nasib anak di rumah sebelah begitu mengerikan, pantas ia menangis setiap malam, pikir Loko lagi sambil terus berlari mencari ayah.
Ayah sedang duduk santai sambil minum kopi di belakang rumah.
“Yah…!”
“Ada apa sih, Ko, kok panik gitu!” balas ayah.
“Penting…!”
“Apa? Akuariummu bocor?”
“Bukan, ada yang lebih penting lagi…”
“Lebih penting dari akuarium?” tanya ayah bingung.
“Jauh lebih penting…!”
“Apa?”
Loko memberikan surat yang baru ia dapat tadi. Ayah menerimanya dengan bingung namun tetap saja membacanya. Mungkin ia merasa ada yang penting juga di dalam surat itu, seperti kata Loko. Padahal, menurut ayah, surat itu lebih cocok sebagai surat cinta anak remaja. Bayangkan, dibungkus kertas berwarna merah dan dihiasi benang keemasaan. Dalam otak ayah, Loko menerima surat cinta dari seseorang hingga Loko begitu bingung dan panik.